19. Diktair Chapter Sembilan Belas : Upacara Sekolah

14.7K 1.5K 64
                                    

Upacara SMA Gunadarma telah selesai dilaksanakan, namun ibu kepala sekolah menyuruh siswa dan siswi agar tidak meninggalkan barisan, karena akan ada yang di sampaikan oleh guru BK, yaitu pak Samir. Betul saja, pak Samir muncul dengan menggiring sambil menyeret Dikta, Juno dan Gerri di depannya.

Pak Samir mulai berbicara, "Anak-anak sekalian, jangan pernah kalian mencontoh kelakuan nakal temen kalian ini," ia menunjuk Dikta, Juno dan Gerri.

Dikta mengepalkan tangannya, hanya ia yang berani menegakan kepalanya, sedangkan Juno dan Gerri hanya menudukan kepala.

"Datang telat dan sengaja bolos saat jam upacara, alasan sakit tapi enak-enakan merokok dan ngopi di warung belakang sekolah, mereka tidak pantas menyandang nama pelajar sekolah, kalian lebih pantas menjadi anak jalanan!" ujar Pak Samir dengan penuh penekanan.

Pak Samir menarik ujung kerah baju Dikta dengan keras, mencengkram rahangnya sehingga Dikta sulit untuk bernafas.

"Seharusnya kamu contoh Agas, Diktaa!" Pak Samir melihat ke arah Agas yang berdiri tegak memimpin barisannya di paling depan.

"Ketua osis dengan segudang prestasi di bidang akademik maupun olah raga! Saya rasa kedua orang tua kalian malu mempunyai anak seperti kalian, badjingan sekolah!" Lanjut pak Samir.

Pak Samir mendorong tubuh Dikta hingga terjatuh ke bawah, dengan mencoba menahan emosinya Dikta berdiri. Namun, dengan cepat Pak Samir kembali mencengkram rahang Dikta yang mengeras.

Dikta melepaskan cengkraman pak Samir dengan kasar, ia menatap guru BK itu dengan sangat tajam.

"Kalau saya badjingan, apa kata yang pantas saya lontarkan untuk bapak? Menyeret anak muridnya seenaknya, memperlakukan kami seolah-olah kami binatang! Guru itu mencontohkan yang baik, jadi jangan salahkan kami kalau kelakuan kami sebelas dua belas seperti bapak!"

'PLAKK!'

Sebuah tamparan keras mendarat di wajah mulusnya Dikta, namun tidak ada rasanya bagi Dikta. Ia sudah terbiasa di perlakukan kasar oleh ayahnya, sehingga hal seperti ini tidak ada artinya bagi dirinya.

"Anak murid kurang ajar kamu ya, tidak sopan!" bentak pak Samir dengan mengebu-ngebu.

Dikta terkekeh pelan, "Ucapan saya benar dong, pak? Kelakuan bapak lebih badjingan dari saya dan teman-teman saya."

'BUGHTT!'

'BUGHTT!'

'BUGHTT!'

Pak Samir memukul Dikta dengan membabi buta, namun Dikta tetap tidak melawannya. Ia hanya mengeluarkan tawanya, seolah-olah tidak merasakan rasa sakit.

Keadaan semakin kacau tidak terkendali, Seluruh murid yang menyaksikan adegan ini hanya mengumpul membulatkan barisan dan bersorak ramai seolah ini adalah pertandingan yang seru, walaupun beberapa murid ada yang terlihat bengong, tanpa memisahkan pak Samir yang terus menghujani Dikta dengan beberapa pukulan.

Seluruh guru terus mencoba memisahkan pak Samir dengan memegang pergelangan tangannya dan menjauhkannya dari Dikta. Begitupun dengan teman-temannya Dikta yang mencoba menjauhkan ia dari amukan pak Samir yang terlihat ganas.

Namun, tiba-tiba semuanya hening Ketika melihat seorang siswi perempuan tergeletak tak sadarkan diri di tengah barisan siswa, semuanya mengumpul memperhatikan gadis itu yang tergeletak di lapangan.

Dikta berlari menghampiri gadis itu, dengan cepat ia menggendong dan membawa gadis itu ke UKS, di ikuti Gerri dan Juno yang ternyata mengikutinya dari belakang.

Terlihat ke khawatiran di raut wajah Dikta, "Sindy, bangun.. Sin."

Ya, siswi perempuan yang tak sadarkan diri di kerumunan barisan siswa adalah Sindy. Entah kenapa ia bisa tak sadarkan diri, namun kata dokter UKS Sindy dinyatakan kelelahan dan daya tubuhnya melemah akibat kerumunan Siswa yang berdempetan dan kemungkinan membuat nafasnya sesak.

DIKTAIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang