16. Diktair Chapter Enam Belas : Balap Motor

15.9K 1.6K 51
                                    

"Kebaikan yang kita lakukan tidak harus diperlihatkan sama orang lain, mau mereka sadar atau tidak itu urusan mereka, jangan nyari alasan untuk berhenti berbuat baik."
-Ragaspati Nugraha-

****

Malam ini, Jalan Semeru Kembali diramaikan oleh beberapa orang yang akan melakukan pertandingan balap liar yang hampir setiap hari dilaksanakan. Tetapi, yang membedakannya kali ini adalah adanya Dikta, Juno dan Gerri serta Airsya yang ikut menonton. Lebih tepatnya, menonton pertandingan antara Agas dan Dikta yang memperebutkan ruangan futsal dengan beradu balap motor.

"Dik, lo yakin?" tanya Airsya memastikan lagi.

Dikta mengangguk, "Doain aja biar gue menang."

Airsya melirik ke arah Agas yang tersenyum menatapnya, Airsya membalas senyuman Agas, lalu melangkah mundur. Agas dan Dikta sudah berada di atas motor mereka masing-masing dan pertandingan akan segera di mulai, tepat saat Airsya mengibarkan bendera warna merah ke arah atas.

"1...2...3..." Airsya mengibarkan bendera, saat itu juga kedua motor berlaju dengan cepat, walaupun kecepatan masih di pegang oleh Agas.

Agas memimpin paling depan, tetapi Dikta tidak mau kalah. Dikta berusaha sekuat tenaganya, untuk bisa mengalahkan Agas dan motornya. Namun, seorang mengagetkannya karena menyebrang tiba-tiba, karena panik Dikta langsung membanting stang. Untung saja Dikta tidak terjatuh, ia bisa menahan keseimbangannya.

Dikta memberhentikan motornya dan menghampiri seorang perempuan yang hampir ia tabrak, mungkin karena kaget, perempuan itu terjatuh di aspal. Betapa terkejutnya Dikta Ketika melihat perempuan yang hampir ia tabrak adalah Sindy.

Dikta melihat jam tangannya, sudah hampir pukul sebelas malam. "Lo, gapapa?"

"Kenapa saya selalu sial kalau setiap kali bertemu dengan kamu?" tanya Sindy balik, wajahnya seperti menahan kesakitan, padahal Dikta sama sekali tidak jadi menabraknya.

Dikta tertawa, "Bukan sial, tapi jodoh. Katanya kalau orang ketemu lebih dari tiga kali itu jodoh."

"Ya, kan. Kita satu sekolah, terus sekelas. Jadi, ketemu setiap hari."

Tawa Dikta semakin kencang, Sindy memang tidak bisa di ajak becanda, tetapi tingkahnya membuat ia semakin gemas, "Lo habis dari mana? Anak gadis kok keluyuran malam-malam."

"Kepo banget."

"Oke, gue anterin pulang ya?" ajak Dikta.

Sindy menggeleng, "Engga, selama taxi online masih ada. Saya ngga mau di antar pulang lagi sama kamu."

Dikta terkekeh pelan, "Sekarang sudah hampi tengah malam, emang yakin taxi online masih ada?"

Sindy Nampak berfikir sejenak, "Tapi, jangan bawa kabur saya lagi."

Memang, Sindy trauma saat beberapa waktu lalu Dikta mengantarkannya pulang, bukannya langsung pulang, tapi malah di ajak mampir dulu ke tempat makan, padahal niat Dikta baik, takut Sindy laper.

"Iya." Dikta tersenyum.

Benar saja Dikta mengantarkan Sindy sampai depan gerbang rumahnya yang mewah, bahkan ia melupakan pertandingan malam ini. Sebetulnya ia ingat, tetapi mengantarkan Sindy itu lebih penting. Ia tidak akan memaafkan dirinya sendiri kalau terjadi apa-apa terhadap Sindy, karena membiarkan Sindy pulang tengah malam seperti ini.

"Ngga, akan nawarin masuk?" tanya Dikta setelah Sindy turun dari motornya.

"Boleh aja, tapi harus siap bonyok sapa papa," jawab Sindy.

DIKTAIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang