5. Diktair Chapter Lima : Taruhan.

28.7K 2.9K 28
                                    

"Makasih ya, lo udah jadi pendiem. Jadi, gaada yang berani ngedeketin lo selain gue."
-Radikta Prayoga-

****

"Dik, pokonya kalau hari ini lo gagal ngajak pulang Sindy, motor butut lo jadi milik gue!" ujar Juno.

"Iya, selow. Gue pasti berhasil kali ini," kata Dikta sangat percaya diri.

Gerri yang melihat tingkah kedua temannya hanya tertawa, Gerri bukannya tidak ingin ikutan taruhan, tetapi tidak ada barang yang bisa Gerri jadikan bahan taruhan. Ya, memang diantara mereka bertiga, hanya Gerri lah yang anak orang tidak punya, ke sekolah saja Gerri masih nebeng dengan Juno.

"Gue cabut duluan ya, bokap nyokap suruh gue pulang," ujar Gerri.

Dikta dan Juno hanya salng melempar pandangan, sepertinya ada yang aneh dengan Gerri. Tidak biasanya Gerri pulang sekolah langsung pulang seperti ini.

"Dicariin bokap lo, atau gak punya duit buat nongkrong?" Ledek Juno pada Gerri.

Gerri tertawa, "Duit gue banyak, Cuma gue males motonginnya."

"Yaudah biar gua dah yang motongin," kata Dikta ikut tertawa.

"Boleh, besok gue bawa ya." Gerri tertawa semakin keras.

Juno juga tertawa, Juno tahu sebenarya ada yang diumpetin oleh Gerri, anak itu memang pandai menyimpan rahasia sama seperti Dikta. Tetapi, Dikta lebih parah, bahkan sampai saat ini Dikta tidak pernah cerita tentang masalah keluarganya, Dikta hanya menunjukan kalau dia tidak pernah punya yang Namanya masalah.

Setelah Gerri pamitan, Juno dan Dikta melanjutkan acara taruhannya. Lumayan Juno bisa mendapatkan motor antik Dikta, jika Dikta kalah hari ini. Sedangkan Dikta, sebenarnya ia tidak ingin mendapatkan mobil mewahnya Juno, hanya saja ia ingin membuktikan kalau Sindy bisa dengan mudah ia dapatkan.

"Tuh Sindy," tunjuk Juno ke arah Sindy.

Dikta tersenyum licik, "Siap-siap kehilangan mobil sport lo Jun! Say goodbay dulu dong," ledek Juno.

Juno hanya tertawa, "Gue yang menang!"

Dikta langsung menghampiri Sindy, duduk disebelah Sindy.

"Lagi nunggu jemputan ya?" tanya Dikta.

Sindy tidak menjawab pertanyaan Dikta, ia lebih memilih fokus menatap layar ponselnya.

Dikta tersenyum, ia mengambil paksa ponsel milik Sindy.

"Balikin!" pinta Sindy dengan ketus.

"Oke gue balikin, tapi lo harus pulang sama gue."

"Engga!" Tolak Sindy dengan menegaskan kalau ia tidak mau.

"Yaudah, mulai sekarang hp lo jadi milik gue," Ujar Dikta.

"Enak aja! Itu punya saya, mau saya aduin ke guru BK?" Sindy mengancam Dikta.

Dikta tertawa, "Dih, masa maennya adu-aduin ke guru."

"Biarin!"

Tiba-tiba ponsel Sindy yang berada di tangan Dikta bergetar, ternyata ada pesan masuk dari papa nya Sindy.

Dikta terseyum lebar setelah membaca isi pesan tersebut, "Maaf ya, papa gak bisa jemput kamu. Papa ada meeting dadakan, mobil yang satunya masih di tempat service. Bisa kan kamu pulang sendiri?" Dikta membacakan isi pesan dari papa nya Sindy.

"Siniin gak hp saya?!"

Dikta tertawa, "Nih gue balikin, tapi lo pulang sama gue ya?"

"Iya," jawab Sindy dengan sangat terpaksa.

DIKTAIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang