33. Diktair Chapter Tiga Puluh Tiga : Seamin Tak Seiman

12.3K 1.3K 61
                                    

"Aku memang mencintai kamu. Tapi, aku benar-benar nggak punya hak untuk merebut kamu dari Tuhan mu dan bagaimana mungkin aku memintamu mengkhianati Tuhan mu?"
-Gerriansyah-

****

"Kalau lo bedua ikut gabung di geng gue, gimana?" tanya Agas.

Juno dan Gerri langsung melirik Agas bersamaan. Ya, malam ini mereka lagi maen playstation di rumah Juno, tanpa Dikta. Ya, hubungan mereka berdua dengan Dikta memang belum membaik, di karenakan Juno dan Gerri masih marah terhadap Dikta.

"Ya, gue juga setuju, tuh!" timpal Airsya, ia bersandar di pundaknya Agas sambil memakan popcorn.

Juno dan Gerri saling melirik satu sama lain, sebutulnya mereka tidak ada niatan sedikitpun untuk gabung dengan gengnya Agas, Singa School. Walaupun, bisa di pastikan nama mereka berdua besoknya menjadi semakin tenar dikalangan antar geng motor, maupun geng sekolahan dan tentunya dikalangan para kaum hawa yang menggilai sosok anggota geng motor.

"Gimana?" tanya Agas lagi memastikan.

"Gue sih, oke aja. Tapi bisa dong jabatan gue sebagai pentolan?" tanya Juno balik.

"Ya, pasti bisa. Oke, Lo berdua mulai sekarang jadi pentolan Singa School, gimana?" Agas tersenyum dengan penuh kemenangan.

"Gue nggak dulu," tolok Gerri.

Mereka bertiga bersamaan melirik Gerri, seakan apa yang ia katakannya adalah sebuah kesalahan. Tapi mungkin saja, ada hal yang membuat Gerri tidak bisa ikut menjadi anggota geng motor.

"Kenapa, Ger?" tanya Airsya.

"Gapapa, gue lagi pengen fokus aja sama sekolah gue."

Juno tertawa. "Anjay, lo jadi ketularan adik gue ya? Rajin banget sekolah, presiden udah ada, dokter udah banyak, guru numpuk, pengusaha bertebaran dimana-mana. Mau jadi apa lo?"

"Ya, gue nggak mau ngecewain bokap sama nyokap gue lagi," ungkap Gerri.

Airsya dan Juno diam, mereka paham apa yang di maksud oleh Gerri. Ya, keluarga Gerri adalah keluarga yang dibilang kurang mampu, Gerri sebagai anak pertama pasti menanggung tanggung jawab besar yang dititipkan oleh kedua orang tuanya. Tidak seperti Juno yang hanya bisa menghabiskan harta orang tuanya, tanpa melihat kedepannya akan seperti apa.

Juno menepuk Pundak Gerri. "Gue pastiin Dikta akan menyesal karena perbuatannya."

"Kenapa gue harus menyesal sama perbuatan yang sama sekali nggak gue lakuin?" Dikta berdiri tepat di pintu masuk kamarnya Juno.

Juno langsung berdiri dan menghampiri Dikta. "Kenapa lo masuk rumah gue tanpa ijin?"

"Sekarang masuk rumah lo, gue harus ijin dulu, ya?"

"Jelas! Lo bukan temen gue lagi!" ujar Jono dengan ketus.

Dikta tertawa dengan sinis. "Gara-gara kesalahan yang sama sekali bukan gue pelakunya? Hebat ya fitnah, bisa merusak persahabatan!"

Juno mengepalkan tangannya, ia hampir melayangkan satu pukulan kepada Dikta, namun dengan cepat Airsya menahannya.

"Udah lah, Jun. Lagian belum ada buktinya kalau itu salah Dikta," ucap Airsya mencoba menenangkan suasana.

"Buktinya udah jelas, Ca! Pak Samir yang bilang sama gue sendiri, itu belum cukup?!"

"Tapi, bukan gue!" tepis Dikta lagi.

Juno manghela nafasnya dengan kasar. "Mendingan sekarang lo pergi dari rumah gue! Jangan pernah nginjekin kaki lo lagi disini, nggak sudi gue ngelihat rumah gue yang bersih di injek sama kaki lo yang busuk!"

DIKTAIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang