RaSa |• 30

Mulai dari awal
                                    

"Mandi bareng aja," cetus Rafa begitu Sasa dari dapur setelah mereka menyelesaikan sarapan pagi ini.

"Kamu aja lah. Aku siapin baju kamu aja," tolak Sasa.

Lagipula, jika mandi bersama, mereka pasti tidak hanya mandi saja. Tapi jadinya malah mengulangi aktifitas semalam.

Rafa mendengus. Tapi ia tak bisa membantah. Jadilah ia hanya diam memerhatikan Sasa yang menyiapkannya air di kamar mandi.

"Sana mandi," titah wanita itu beralih ke walk in closet.

Melihat kelincahan Sasa, tak urung mengundang senyum di wajah Rafa. Ini merupakan impiannya sejak dulu. Di mana ia dilayani Sasa sebagai suami, dan perempuan itu sebagai istri di hidupnya.

"RAFA MANDI!!" Lamunan Rafa langsung buyar saat Sasa berteriak dari dalam walk in closet.

"Iya ini mau mandi!" balas Rafa datar.

Tak mau membuat Sasa berang, Rafa cepat-cepat melangkahkan kakinya ke kamar mandi untuk membasuh diri dan bersiap ke kantor.

Selang beberapa menit, Rafa keluar dan gantian Sasa yang menggunakan kamar mandi. Wanita itu sudah merasa gerah dan tubuhnya yang rasanya agak lengket karena kegiatan melelahkan semalam.

Rafa? Bukannya memakai baju, ia malah rebahan di atas ranjang dan memainkan ponsel Sasa. Mengotak-atik isi ponsel istrinya. Mengecek media sosial atau pesan dan lain-lain.

Hingga Sasa keluar kamar mandi pun ia masih tetap pada posisinya.

"RAFA!!"

Rafa kaget mendengar teriakan Sasa. Tapi ia pandai mengontrol diri sehingga ia tidak bereaksi berlebihan. Bahkan Rafa hanya melirik tanpa dosa pada istrinya yang kini tampak marah.

"Kenapa malah rebahan?! Siap-siap sana!"

Rafa merubah posisinya menjadi duduk. Ponsel Sasa telah ia letakkan di atas ranjang. Ia beralih melirik pakaiannya yang sudah disiapkan Sasa tadi. Pakaian itu berada tak jauh darinya.

Rafa kemudian menatap Sasa lagi. "Pakein."

Mulut Sasa terbuka dengan tidak elitnya. Refleks wanita itu mengelus dada, mencoba meredam emosi.

"Kamu ada tangan!! Ngapain dipakein?! Mau saingan sama Tuyulnya Ghea?!" Pekik Sasa keras.

Wanita itu menghentakkan kakinya ke lantai dan memilih meraih hair dryer yang ada di meja rias.
Meja rias itu sudah ada di kamar Rafa semenjak mereka pulang kemarin, mungkin telah disiapkan Rafa untuk dipakai istirnya.

Sasa masih mengenakan bathrobe dan Rafa pun masih mengenakan handuk yang menutupi asetnya. Tanpa merasa bersalah telah membuat istrinya marah-marah, Rafa malah berjalan mendekati Sasa dan memeluk istrinya yang tengah sibuk mengeringkan rambut itu.

"Lepas," ketus Sasa dengan mata memicing. Ia melirik sinis pada Rafa melalui cermin.

"Ketusin suami itu dosa," cetus Rafa dengan wajah datar khasnya.

Tangan kiri Sasa yang tidak memegang apapun, menyikut perut Rafa agak kencang. Tapi tidak ada ringisan atau raut wajah terkejut di wajah Rafa, masih datar, datar, dan datar!

"Kaya gitu lagi, kita gak jadi kerja," tutur Rafa dan malah memejamkan mata sembari menenggelamkan wajahnya di pundak sang istri.

"Rafaa," rengek Sasa menyerah.

"Hm?"

'Gak ada manis-manisnya. Harusnya bilangnya tuh, apa sayang? Gitu.'

Anggap saja Sasa gila karena menggerutui suaminya sendiri dalam hati. Tapi sejujurnya Sasa memang tengah malas mengeluarkan suara. Ia sedang dalam mode irit ngomong, dan Rafa benar-benar menyebalkan.

Tentang RaSa |• [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang