9. Diktair Chapter Sembilan : Hukuman Part Dua

Start from the beginning
                                    

"Sejak kapan orang paling kaya sepenjuru sekolah mengeluh tentang uang? Bangkrut bokap lo?" kata Airsya.

Dikta dan Gerri dengan spontan tertawa.

"Iya juga sih, gue kan orang kaya. Gue tinggal minta lagi aja sama papa gue ya susah amat," Juno tertawa, lalu ikut masuk ke dalam tempat sampah.

Airsya dan Dikta yang melihat Juno hanya menggelengkan kepalanya, memang Juno itu anak orang paling kaya di sekolah, tetapi royal nya Juno tidak bisa ke hitung.

"Lo gamau ikutan naik, Ger?" tanya Dikta.

Gerri menggaruk kepalanya yang tak gatal, "Bukannya gue gamau nih, tapi celana gue cuma satu. Kalau gue ikut nyebur ke tempat sampah, besok gue bolos dong."

Juno tertawa sendiri, Airsya dan Dikta langsung melihat ke arah Juno. Bukannya simpati, malah tertawa sahabatnya yang satu ini.

"Celana sekolah gue banyak, lo pilih aja mau yang modelan mana," ujar Juno.

"Bukannya celana sekolah kita modelnya Cuma satu?" Tanya Airsya sedikit bingung.

Dikta menoyor kepala Airsya, "Maksudnya Juno itu mau yang Gober apa yang Cutbray atau yang pencil, iya gak Jun?"

"Iya gitu maksud gue, eca." Kata Juno.

Airsya hanya menganggukan kepalanya, pertanda mengerti apa yang dimaksud oleh Dikta.

"Terus kenapa lo masih disitu? Skuy naik!" Ajak Juno lagi.

Gerri tersenyum tipis, ia beruntung punya sahabat seperti Juno yang royal, juga Airsya dan Dikta yang baik. Akhirnya Gerri ikut menyeburkan dirinya ketempat sampah, mereka berempat saling melemparkan sampah satu sama lain, seolah-olah sampah ini tidak menjijikan, tidak kotor dan maenan baru yang wajib dicoba.

Mereka tertawa Bahagia dengan hal sesederhana seperti ini. Mungkin, kelakuan Airsya, Dikta, Juno, dan Gerri seperti anak kecil, tetapi moment seperti ini lah yang selalu dilewatkan oleh ke banyakan orang, kebersamaan yang kadang susah untuk terulang.

"JUNOOOOOOO! GERRIIIII! DIKTAAAAA! AIRSYAAAA!" teriak pak Samir, ia langsung menggelengkan kepalanya melihat tingkah murid-muridnya berkelakuan seperti tidak didik ini.

Mereka ber-empat langsung diam melihat kemuculun pak Samir yang seperti tuyul, karena kepalanya yang botak. Maksudnya, datang tidak diundang, tiba-tiba muncal seperti tuyul.

Pak Samir mendekat ke arah mereka ber-empat, "Siapa yang punya ide mainin sampah seperti ini?"

Mereka ber-empat saling tunjuk, Dikta menunjuk Airsya, Airsya menunjuk Juno, Juno menunjuk Gerri, Dan Gerri menunjuk Dikta.

Pak Samir menggelengkan kepalanya lagi, "Kalian semua bersihin dalam waktu sepuluh menit, kalau masih belum beres, kalian gantiin pak Ali bersihin sampah disekolah selama satu minggu!"

"Tenang pak, ada Juno yang ikhlas suka rela membersihkan sampah di sekolah kita tercinta ini," kata Airsya sambil menahan tawanya.

Juno yang Namanya disebutkan Airsya langsung membulatkan matanya, "Engga pak, saya gak ikhlas pokonya lahir batin sumpah."

"BERESIN SEKARANG!" Perintah pak Samir.

"Sipa pak," kata Airsya, Dikta, Juno dan Gerri bersamaan.

Pak Samir menghembuskan nafasnya dengan kasar, sepertinya pak Samir harus punya stok sabar, agar bisa menghadapi anak muridnya yang sulit untuk menaati peraturan dan selalu membuat kesalahan yang sama, seperti Airsya Dikta Juno dan Gerri.

"Pak jangan marah-marah mulu, nanti rambutnya gak tumbuh-tumbuh kaya si upin-ipin," kata Dikta.

Airsya, Juno dan Gerri yang mendengarnya langsung tertawa.

Pak Samir menatap Dikta dengan sangat tajam, "Ngomong apa kamu?!"

Dikta menahan tawanya, "Engga pa, Juno minta di tambahin katanya hukumannya."

"Ah, engga apaan sih lo, Dik!" ujar Juno.

Kali ini pak Samir yang tertawa, padahal tidak ada yang lucu. Airsya, Dikta, Juno dan Gerri langung saling pandang dan tertawa bersamaan dengan pak Samir yang tertawa.

Pak Samir tiba-tiba berhenti tertawa, "KERJAKAN!"

Mereka Ber-empat langsung menhentikan tawanya, lalu melanjutkan hukuman yang diberikan oleh pak Samir.

"Ko gue jadi apes ya?" Tanya Gerri pelan.

"Iya gara-gara lo berdua, jiwa kesultanan gue turun drastis," kali ini Juno yang angkat bicara walau dengan pelan.

"Kan sahabat, apes satu ya apes semua," kata Dikta.

Airsya menggelengkan kepalanya, ke tiga sahabatnya ini memang konyol, tetapi dengan ke konyolan dan ke anehan mereka, membuat Airsya selalu punya alasan untuk masih bisa menjalankan hidup, di tengah ke tidak warasannya Dunianya.

Bersambung...

DIKTAIR Where stories live. Discover now