2. Diktair Chapter Dua : Please, Berhenti.

Începe de la început
                                    

"Terserah deh, bodo amat lo mau ditelan bumi juga!" ketus Airsya kesal, Dikta terlalu berbelit-belit.

Dikta tertawa, ia merangkul Airsya, "Tenang, kemana pun gue pergi. Lo pasti ikut, minimal jadi asisten rumah tangga gue nanti kalau gue nikah."

Airsya menjitak kepala Dikta, "Kurang asem lo gue mau dijadiin pembokat!"

Dikta hanya tertawa, terkadang Airsya terlihat sangat cantik jika marah-marah seperti ini. Apalagi, jika jiwa singanya muncul, rasanya Dikta ingin menawarkan diri untuk menjadi mangsanya Airsya.

Tawa Dikta berhenti Ketika dua orang pria dewasa menghampirinya dan Airsya, pria dewasa yang tubuhnya pada kurus itu menyodorkan sebuah plastic kecil yang isinya beberapa butir obat berwarna putih. Diktat ahu itu, ia pernah mengonsumsinya waktu smp Bersama Airsya juga.

Setelah dua pria itu pergi, Dikta langsung menanyakan mengenai obat yang sepertinya Airsya beli dari mereka.

"Obat apa itu?" tanya Dikta, padahal Dikta masih hapal itu obat apa, Dikta hanya ingin memastikan saja.

Airsya tertawa, "Masa iya lo lupa Dik, inikan yang dulu kiya pernah coba waktu smp."

Dikta menaikan satu alisnya, "Pil Ekstasi?"

"Lo jangan berisik!" ketus Airsya.

"Sini buat gue," pinta Dikta.

"Engga! Kalau lo mau tinggal beli aja, duit lo kan banyak."

"Gue bilang sini buat gue!" Dikta menatap Aisra dengan tajam, baru kali ini Airsya melihat tatapan DIkta yang menyeramkan seperti ini.

Airsya menggaruk kepalanya yang tak gatal, "Lo kenapa sih? Gak biasanya kayak gini."

"Jangan pernah ngancurin masa depan lo, dengan hal yang ngerugiin diri lo sendiri!"

Airsya tertawa, sejak kapan Dikta bisa bijak seperti ini.

"Belajar dari mana lo kata-kata kayak gitu? Di ajarin siapa?" Airsya tidak bisa berhenti tertawa.

Dikta merebut paksa obat yang berada di tangan Airsya, dan menaruhnya di saku celannya.

Airsya melongo, ia terkejut Dikta bisa mengambil paksa barang milik dia.

"Siniin gak!" pinta Airsya.

"Engga!" ketus Dikta.

"Dikta, itu gue belinya mahal," rintih Airsya memohon.

"Udah tahu mahal, kenapa maksain beli? Mending berguna, sampah lo beli!" ujar Dikta dengan ketus.

"Lo kalau mau bilang, gue bagi dua deh janji, tapi please balikin dulu." Airsya merengek pada Dikta.

"Gue bilang nggak, ya nggak!"

Airsya menghembuskan nafasnya dengan kesal, "Terserah lo deh!"

Dikta tersenyum tipis, ia naik ke atas motornya, "Ayo naik, gue anterin lo pulang."

Dikta menjadi dingin, kata-katanya tidak se humor beberapa menit yang lalu.

"Gue naik taxi aja," tolak Airsya.

"Naik, atau gue bilangin ke kakek nenek lo soal barang haram tadi?"

Tanpa pikir Panjang, Airsya langsung naik ke atas motor tua milik Dikta, dengan wajah yang masih menahan kesal terhadap Dikta, sungguh Dikta sangat keterlaluan menyebalkan hari ini.

Di perjalaan Airsya sibuk memainkan ponselnya, padahal hanya bulak-balik menu saja.

"Gagu lo nggak ngomong-ngomong?" tanya Dikta, mencoba mencairkan suasana yang tegang sedari tadi.

"Terus apa masalahnya sama lo?" tanya Airsya, wajahnya masih focus terhadap ponselnya.

"Iya gue salah, gue minta maaf ya Airsya Febrianti," kata Dikta.

"Basi! Gue udah gak nerima maaf!"

Dikta terkekeh kecil, "Kalau coklat satu dus? Masih gak nerima?"

"Gue gak tertarik! Gue mau lo balikin barang gue!"

"Ca, bisa gak sih lo berentiin make?" tanya Dikta serius.

"Sekarang gue tanya, lo bisa gak berhentiin?" tanya balik Airsya.

"Kalaupun nantinya gue nggak bisa lepas dari barang haram itu, gue cowo!"

Airsya menatap kaca spion, menatap Dikta dengan tajam. "Gak sepantasnya lo ngelarang gue, kalau lo sendiri masih kayak anjing! Kalaupun gue cewe emangnya kenapa?! gue bisa jaga diri gue sendiri!"

Dikta Diam, ia tahu tidak sepantasnya Dikta melarang Airsya kalau dirinya sendiri trrkadang masih terperangkap dalam hal-hal yang dilarang itu, Dikta mencoba menenangkan hatinya.

"Gue udah nggak make setahun belakangan ini," ujar Dikta.

Airsya tertawa, ia tidak percaya apa yang dikatakan oleh Dikta. "Lo nggak bisa nipu gue, Dik! Sekalinya anjing, ya anjing!"

Ya, sudah hampir setahun belakangan ini Dikta mencoba untuk tidak memakai barang haram tersebut, walaupun terkadang rasa ingin itu selalu ada, tetapi Dikta selalu berusaha untuk menolak keinginannya sesulit apapun itu

"Ca, hidup itu terus berjalan. Emang lo nggak mau punya masa depan yang cerah apa?" tanya Dikta.

"Paham sih gue, masa depan lo, kan secerah itu, ya. Anak orang kaya mah beda."

"Ca, hidup gue mungkin enak menurut lo. Tapi, kan, gue yang jalanin. Belum tentu apa yang kata lo menyenangkan, itu juga menyenangkan buat gue!"

"Tetep aja lo itu anak sultan, bebas mau lakuin apa aja sesuka hati lo! Kalau gue bokap nyokap aja gatau bentukannya gimana, masih hidup atau engganya itu gak kelihatan."

"Ca, stop beranggapan kalau kehidupan lo itu menyedihkan!"

Airsya tertawa dengan sinis. "Ya, hidup gue memang semenyedihkan itu, nggak ada pembelaan karena itu nyata!"

"Lo pikir lo doang yang hidup susah? Lo doang yang nggak pernah ngelihat orang tua lo?! Ca, bahkan anak panti asuhan yang yatim piatu aja mereka masih bisa bersyukur! Lo nggak malu?"

"Ya, seenggaknya mereka tahu kalau orang tuanya meninggal. Kalau orang tua gue kan, nggak jelas udah meninggal atau belumnya, apa udah mati kali, ya?"

Dikta diam.

Airsya kalau sudah membahas tentang orang tua, ia pasti akan mengeluarkan semua yang ada di kepalanya. Ia tidak akan memberikan lawan bicaranya kesempatan, untuk membalas perkataannya.

Setelah kalimat terakhir Airsya, Dikta tidak membalas dan mengeluarkan sepatah kata apapun, Dikta terus bertengkar dengan hati dan pikirannya.

Di satu sisi ia kasihan terhadap Airsya, tapi disisi lain Airsya terlalu mementingkan opininya, walaupun terkadang apa yang Airsya katakan itu tidak selalu salah.

"Lo mau mampir dulu?" tanya Airsya, setelah sampai di depan rumahnya.

Dikta menggeleng, "Engga deh, gue ada latihan futsal.

Airsya mengangguk, "Yaudah gih."

"Salam sama kakek dan nenek lo ya, maaf gue gak mampir dulu."

"Iya, hati-hati lo."

Sebenarnya Dikta tidak ada jadwal Latihan futsal sore hari ini, ia hanya enggan kembali beradu mulut dengan Airsya, walaupun hari ini ia tidak berhasil menggagalkan Airsya untuk berhenti memakai barang haram tersebut.

Bersambung...

Aku tambahin part 300 kata+ wkwk ada yang beda, kah?

Selamat mebaca ulang😋

With Love, Holipehh💛

DIKTAIR Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum