MY CHILDISH GIRL [END]

By tamarabiliskii

16.9M 1.7M 475K

Cowok galak vs cewek cengeng? PART MASIH LENGKAP | TERSEDIA DI GRAMEDIA Urutan baca kisah Gala Riri : My Chi... More

INFO PENTING!!!
Prolog
1. Gombalan
2. Riri Cemburu
3. Apartemen Gala
4. Baku Hantam
5. Riri vs Risa
6. Penyebab Berantem
7. Ruang BK
8. Riri kenapa?
9. Gala Nyebelin
10. Game Laknat
11. Gala Emosi
12. Bunga Matahari
13. Gara-Gara Bunga Matahari
14. Riri Pingsan
15. Dewa?
16. Baikan
17. Bunda Pulang
18. Flu
19. Get Well Soon
20. Jenguk Riri
21. Antara Gala dan Danis
22. Jangan Egois
23. Gala Ngamuk
24. Pertolongan Dewa
25. Gara-Gara Ketiduran
26. Menyesal
27. Bolos
28. Ini Apa Sih?
29. Buaya Darat
30. Ketahuan Bohong
31. Riri Dihukum
32. Mereka Baikan
33. Gala Ngegombal
34. Perjanjian
Chat
35. Gagal Pergi?
36. Gala sakit
37. Instagram Riri
38. Anak haram
39. Hajar Pandu
40. Kabar Buruk
41. Serangan Dadakan
Chat Malam Minggu
42. Banyak Mau
43. Serangan Misterius
44. Omelan Gala
45. Ditinggal Bunda
46. Takut Masuk Kelas
47. Sakit Perut
48. Menghilang
49. Marah Lagi
50. Rumit
51. Mulai Kecewa?
52. Aulia?
53. Selingkuh?
54. Capek
55. Cemburu
56. Teror Pertama
57. Luka
58. Rencana
59. Mirip Monyet
60. Flashback
Maljum
61. Kecelakaan
62. Alex dan Audrey
Gara-Gara Joko
63. Jadi?
64. Merasa Bersalah
65. Ternyata...
66. Ngambek
67. Kepikiran
Marah?
68. Kesasar
69. Alasan
70. Berbeda
71. Jangan Lemah!
72. Putus?
73. Saling Menyakiti
74. Perjodohan
75. Bingung
76. Tebak-Tebakan
Gajelas
OPEN GRUP CHAT WHATSAPP
78. Panas
79. Selamat Tinggal
80. Pentas Seni
81. Balikan?
82. Berakhir
VOTE COVER & GIVEAWAY
INFO PRE-ORDER & LIVE INSTAGRAM
PRE-ORDER
SEQUEL MCG

77. Maaf

166K 17.8K 9K
By tamarabiliskii

Absen asal kota kalian, siapa tahu kita tetangga wkwk.

Budayakan vote sebelum membaca, biar nanti ngga lupa karena keasyikan baca <3

Jangan lupa follow Instagram :

@tamarabiliskii

@galaarsenio
@serinakalila
@alan.aileen
@ilhamgumilar1
@akbar_azzaidan
@erlangaileen

"Gala kita mau ke mana?" tanya Riri sedikit berteriak karena posisi mereka saat ini sedang berada di atas motor.

"Jalan-jalan dulu, baru ke apart gue," jawab Gala seraya menarik kedua tangan Riri agar melingkari perutnya. "Pegangan, kalo lo jatuh gue males nolongin."

Riri mebcebikan bibir bawahnya kesal. "Jahat ih."

Gala tertawa renyah. "Lo laper ngga?"

"Dikit." Riri menempelkan dagunya di salah satu pundak Gala. "Emang Gala mau ajak Riri makan apa?"

"Dih, GR lo. Orang gue cuma nanya doang."

"Tuh kan ngeselin terus! Tau gitu Riri bilang ke mama sama papa ngga usah izinin," kesal Riri mencubit pinggang Gala.

"Auhhh...sakit Sri," jerit Gala saat Riri belum menghentikan cubitannya. "Lagian mereka ngizinin lo nginep di apart gue. Mau ngga mau lo harus mau."

Ya, memang orang tua Riri mengizinkan Riri untuk menginap di apartemen Gala malam ini. Bukannya mereka membebaskan anak gadisnya begitu saja. Namun mereka sadar, sebelum mereka masuk dalam kehidupan Riri. Gala lah, orang yang selalu menemani Riri. Hal itu yang membuat mereka yakin bahwa Gala tidak akan berbuat macam-macam pada anak gadisnya.

Meski tadi saat Gala meminta izin, sempat terjadi sedikit perdebatan antara Dewa dan Gala. Namun pada akhirnya Dewa juga mengizinkan karena diberi pengertian oleh Danis dan papa mamanya.

"Kok berhenti?"

"Bensin abis."

"Hah?"

Gala berdecak. "Hah hah mulu kaya main keong. Udah buru turun."

Riri yang masih bingung kenapa tiba-tiba motor Gala berhenti di pinggir jalan. Hanya bisa menuruti permintaan Gala untuk turun dari motor. "Kalo bensin abis gimana dong?!"

"Ya diisi lah, Sri. Masa bensin abis didiemin doang sampe kiamat."

"Mana?" Gala mengulurkan tangannya pada Riri. Berniat menjahili gadis itu.

"Apanya?" bingung Riri.

"Uang buat beli bensin. Enak banget lo numpang doang. Ngga modal."

Riri cemberut. "Kan Riri ngga bawa uang."

"Ck, lagian sejak kapan lo kalo keluar sama gue bawa uang? Dari dulu juga pake uang gue mulu."

Riri tahu mungkin maksud Gala hanya bercanda. Tapi entah kenapa rasanya sangat sakit saat Gala bicara begitu. Seolah-olah Riri menjadi beban untuk Gala.

"Ya udah ayo," titah Gala menarik pergelangan tangan Riri. Riri tidak protes sama sekali. Ia hanya menurut, mengikuti kemana Gala melangkah.

"Pak bakso dua, es teh satu, sama teh anget satu," kata Gala pada bapak-bapak penjual bakso. Ternyata Gala membawa Riri ke salah satu penjual bakso yang ada di pinggir jalan tak jauh dari Gala memarkir motornya.

"Dimakan sini, mas?"

"Iya pak," angguk Gala.

"Oh iya, silahkan duduk mas, mbak." Bapak paruh baya itu mempersilahkan Gala dan Riri agar duduk di sebuah tikar yang sudah disediakan di sebelah rombong baksonya.

"Katanya beli bensin?" tanya Riri bingung. Bilangnya beli bensin tapi malah makan bakso. Kan aneh.

"Tadi gue boong," enteng Gala.

Riri menghela napas panjang. Perkataan Gala soal uang tadi benar-benar masih membekas di benaknya.

"Lo kenapa?" tanya Gala mulai curiga pada sikap Riri yang terlihat lebih pendiam.

Riri menggeleng mencoba tersenyum. "Ngga papa."

Hebat ya, kadang perempuan itu punya seribu cara untuk tersenyum meski sebenarnya hatinya sedang terluka. Separah apapun, perempuan selalu pintar menutupi lukanya.

"Permisi mas, mbak, ini baksonya." Bapak paruh baya itu meletakkan dua mangkuk bakso berserta dua gelas minuman yang tadi sudah Gala pesan.

"Nih, lo teh anget aja." Gala menggeser satu mangkuk bakso dan segelas teh hangat ke hadapan Riri.

Riri menatap teh hangat itu dengan perasaan kesal. "Tapi makan bakso enak pake es teh bukan pake teh anget."

"Gala aja mesennya es teh," lanjutnya melirik es teh milik Gala. Kan tidak adil. Masa Gala minum es teh tapi Riri malah dipesankan teh hangat.

"Ck, udah jangan bawel. Masih untung lo gue pesenin minuman."

Merasa tersindir, karena memang dirinya tidak ikut membayar makanan ini dan tentu pasti Gala yang akan membayar semuanya. Riri hanya mengangguk mengiyakan. "Iya-iya maaf. Riri tahu kok, ini semua pesennya juga pake uang Gala, jadi Riri ngga boleh cerewet hehe...." cengir Riri dengan mata yang berkaca-kaca. Namun sebisa mungkin ia menahan genangan air mata itu agar tidak jatuh ke pipinya.

Deg.

Kenapa Gala jadi merasa tersentil dengan ucapan Riri barusan? Bukan begitu maksud Gala. Gala tadi hanya bercanda. Tahu sendiri kan bagaimana ceplas ceplosnya mulut Gala. Gala tidak pernah mempermasalahkan soal uang.

Sebenarnya Gala hanya tidak ingin Riri minum es teh malam-malam begini. Apalagi udara malam ini sangat dingin. Riri bisa sakit kalau minum es. Tubuh Riri itu lemah. Sangat mudah terserang penyakit. Meski hanya sekedar masuk angin, demam, ataupun batuk pilek tiba-tiba. Tetap saja Gala akan khawatir nantinya.

"Jangan pake sambel!" Gala memukul pelan tangan Riri yang hendak mengambil sambel untuk baksonya.

"Riri pengen makan pedes, ih."

"Ck, dibilang ngga usah. Bawel amat lo. Ntar perut lo sakit."

Mata Riri yang memang sudah berkaca-kaca sejak tadi akhirnya menumpahkan air mata. Riri mengusap pipinya kasar. "Huaaa....Riri pengen baksonya pake sambel..."

Gala menghembuskan napas pasrah. Masalahnya, posisi mereka saat ini sedang ada di keramaian. Tepatnya di pinggir jalan yang dilewati oleh banyak orang. Kalau Gala tetap kekeuh tidak memperbolehkan Riri makan bakso pakai sambal. Bisa semakin runyam keadaannya. Nanti dikiranya Gala bapak yang jahat pada anaknya. Kan tidak lucu kalau Gala digebukin warga cuma gara-gara melarang Riri makan bakso pakai sambal.

"Ya udah ya udah, sana kasih sambel. Gitu doang nangis, elah," kata Gala mengalah. Daripada Riri nangis semakin kencang lebih baik ia perbolehkan saja.

"Nih, nih, sambelnya. Tuang semua juga ngga papa. Biar meletus tuh perut lo karena kebanyakan sambel." Gala menyodorkan tempat sambal ke hadapan Riri. "Kalo perut lo sakit jangan ngrengek ke gue."

Sebelum meracik bakso miliknya dengan perintilan-perintilan seperti saos, kecap, sambal ataupun cuka. Gala hanya diam, memerhatikan Riri yang sedang menambahkan beberapa sendok sambal ke mangkuk baksonya. Gala benar-benar membiarkan. Tidak melarang Riri, berapapun sambal yang gadis itu ambil. Gala terus mengamati. Menunggu reaksi Riri setelah ini.

Asal tahu saja, Riri itu bukan tipe cewek yang suka makan pedas sebenarnya. Makan sambal dikit, keringatnya sudah mengucur ke seluruh wajah. Kena sambal sedikit bisa-bisa langsung sakit perut. Tapi entahlah kenapa malam ini gadis itu sangat kekeuh ingin menambahkan banyak sambal ke baksonya.

"Huhhh hahhhhh...." Wajah Riri tampak memerah dengan keringat yang sudah membasahi seluruh permukaan wajah. Padahal baru mencoba satu sendok kuah bakso. Tapi sudah begini. Bagaimana kalau makan satu mangkuk itu. Bisa-bisa mulutnya meledak karena kepanasan.

"Pedeessss...." gumam Riri sembari mengipasi mulutnya yang terasa panas menggunakan telapak tangan.

Gala tersenyum puas. Sudah ia duga akan begini akhirnya. "Gimana? Enak, hm?"

Riri menggeleng. "Pedeeessss....huhhh...haaahhh..."

"Abisin dong, katanya mau makan pedes," sindir Gala membuat Riri menggeleng cepat.

"Ngga mau, udah Riri ngga mau makan ini." Riri menggeser mangkuk baksonya sembari menutup mulut menggunakan telapak tangan.

"Makan, Ri. Ngga boleh buang-buang makanan."

Riri menggeleng cepat. "Ngga mau, ngga mauuu..."

"Ck, udah gue bilang dari tadi. Bocil itu ngga usah sok-sokan makan bakso pake sambel. Masih aja bandel," omel Gala kemudian menggeser mangkuk bakso miliknya ke hadapan Riri. "Nih, makan punya gue. Untung punya gue masih suci kaya bayi. Belom gue kasih apa-apa."

Sebenarnya tadi Gala memang sengaja membiarkan baksonya tanpa apa-apa. Agar, saat Riri kepedasan dengan baksonya seperti sekarang. Gala bisa menukar dengan miliknya.

"Terus Gala makan apa?"

"Makan lo!" gas Gala.

Riri mencebikan bibir bawahnya. "Ih, masa mau makan Riri."

"Gue makan punya lo aja. Kalo gue kepedesan biar gue pesen yang baru," kata Gala mengalah. "Lagian bocil kaya lo pake sok-sokan banget mau makan pedes."

Gala mulai mencoba kuah bakso punya Riri. Disuapan pertama, kedua, ketiga, oke. Tidak ada masalah. Tapi disuapan keempat....

"Anjir, pedes banget. Lo kasih berapa sendok sih?" panik Gala menyeruput es teh untuk menghilangkan rasa panas di mulutnya.

Riri nyengir kuda. "Tadi Riri kasih sepuluh sendok hehe..."

"Haha hehe haha hehe doang," sewot Gala. "Tidi Riri kisih sipilih sindik hihi. Kaya kunti lo nyengir mulu."

"Kan tadi Riri pengen makan pedes."

"Nyenyenye..."

"Ih, Gala!" kesal Riri dengan ekspresi meledek Gala yang terlihat sangat menjengkelkan.

"Tadi beneran lo kasih sepuluh sendok?" tanya Gala memastikan. Riri mengangguk. Memang tadi ia memberi sepuluh sendok sambal pada baksonya.

"Ck, pantes pedes banget kaya congor tetangga," decak Gala membuat Riri terkekeh. Karena ekspresi kesal Gala saat ini berubah jadi lucu.

"Gue pesen lagi yang baru." Gala berdiri untuk memesan satu mangkuk bakso lagi. Namun sayang, baksonya sudah habis. Dan dua mangkuk tadi adalah porsi terakhir.

"Habis ya?"

Gala mengangguk. "Iya. Udah ngga papa. Lo makan aja. Gue ntar gampang."

Riri menggeser duduknya lebih dekat dengan Gala. "Makan berdua aja."

"Ngga usah, Sri. Kaya orang miskin aja satu mangkuk berdua."

Hm, sekalinya mulut mercon ya tetep aja mercon. Pedes banget kalau ngomong.

"Kaya di film-film tuh romantis kalo makan satu mangkuk atau satu piring berdua."

"Bedain, itu film bukan kenyataan. Kalo di kehidupan nyata, terus ada cowok yang ngajak makan tapi cuma pesen satu porsi, bilang kalau mau makan berdua biar romantis. Halah itu bullshit. Bilang aja kere."

Dasar ngga bisa diajak romantis!

"Jahat ih mulutnya."

"Udah ah, makan baksonya. Keburu dingin. Gacor mulu, heran."

Sambil menunggu Riri makan. Gala bermain game di ponsel. Sampai tiba-tiba sesuatu mengenai matanya.

"Ya tuhan, lo ngga bisa makan yang cantik gitu?!" heran Gala saat mengetahui yang terciprat ke matanya adalah kuah bakso Riri.

Riri cemberut. "Kan Riri ngga bisa motong baksonya, keras banget."

"Ck, iya keras kaya anu."

"Anu apa?"

"Meja," jawab Gala asal. Gala mematikan game nya dan meletakkan ponsel di saku jaket. "Sini, sini, gue suapin aja. Lo makan sendiri sampe masha and the bear punya cucu juga ngga bakal beres."

Gala merebut mangkuk bakso Riri. Sedangkan Riri hanya diam menurut. Kalau masalah seperti ini Gala memang benar dan Riri tidak bisa membantah. Dengan telaten cowok itu mulai menyuapi Riri. Sebelum ia mengarahkan sendok ke mulut mungil Riri. Gala selalu memastikan kalau baksonya tidak panas.

Bisa dibayangkan, 'kan? Mereka itu lebih cocok jadi bapak dan anak daripada jadi sepasang kekasih.

"Nantwi riwri mau bweli permen yaa..." ucap Riri sembari mengunyah bakso.

Gala berdecak. Gadis yang satu ini selalu kebiasaan kalau makan pasti sambil bicara. "Makan dulu, baru ngomong."

Riri mengangguk patuh. "He'em."

"Bentar-bentar," cegah Gala saat Riri hendak meminum teh hangat miliknya.

Riri mengernyit bingung. "Kenapa?"

Tanpa menjawab. Gala mengambil teh hangat yang Riri pegang. Kemudian meletakkan telapak tangannya di gelas teh hangat itu. Tujuannya adalah untuk mengecek apakah tehnya terlalu panas atau sedang-sedang saja. Gala hanya ingin memastikan kalau teh yang akan Riri minum aman. Tidak akan membuat lidah Riri melepuh.

"Masih panas," kata Gala meniupi teh milik Riri pelan-pelan. Setelah dirasa aman untuk Riri minum. Gala mengarahkan teh itu ke mulut Riri. "Nih minum."

"Ck, udah diem tangannya." Gala memukul tangan Riri yang hendak mengambil alih gelas teh yang Gala pegang.

Gala memegangi gelas itu hingga Riri meneguk habis teh hangatnya.

"Kenyanggg...."

"Iyalah, habis makan semangkuk bakso sama minum segelas teh. Ya kali lo ngga kenyang," kata Gala menanggapi. Ia mengambil tisu kemudian mengelap mulut Riri sangat telaten. "Udah gitu gratis lagi."

"Kenapa sih? Gala ngga ikhlas? Ya udah besok kalo sekolah Riri ganti uangnya."

"Ngga."

"Ngga apa? Gala dari tadi ngeungkit-ungkit masalah uang terus. Gala bilang aja berapa, ntar Riri minta ke papa."

Gala berdecak tidak suka. "Ck, apaan sih."

Cowok itu berdiri. Setelah membayar pada bapak-bapak penjual bakso, Gala beranjak ke motornya. Tanpa memedulikan Riri yang mengejarnya dan terus menggerutu tidak jelas.

"Nyebelin. Main tinggal-tinggal aja."

"Buru!" seru Gala menoleh ke belakang. "Lo mau nginep di situ?"

"Ini kan masih jalan. Marah-marah mulu, ih."

Gala mengulurkan helm pada Riri. "Pake helmnya."

"Iya," angguk Riri dengan muka ditekuk, jengkel. Siapa yang ngga jengkel coba? Sikap Gala malam ini sangat menyebalkan. Mau jadi pacar, mau jadi mantan. Tetap saja sama, Gala galaknya minta ampun.

"Dipake di kepala. Jangan dipantat."

"Tauuu...ih."

Hening. Itu yang terjadi di antara mereka berdua saat perjalanan ke apartemen Gala. Baik Riri maupun Gala, keduanya tidak ada yang membuka suara untuk memulai pembicaraan. Keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Riri yang sibuk mengingat-ingat kata-kata pedas Gala yang berputar di kepalanya. Sedangkan Gala yang sibuk fokus menatap padatnya jalanan di malam hari.

Mata Gala menyorot dua motor di belakang dari kaca spion. Sepertinya dua motor itu mengikutinya sejak tadi. Karena curiga, Gala memelankan laju motornya. Gala ingin mengetahui apakah dua motor itu akan menyalip atau ikut memelankan laju motornya. Dan dugaan Gala benar, ternyata dua motor itu justru ikut memelankan laju motornya.

"Anjing," umpat Gala pelan.

Gala yakin dua motor itu pasti anak Volker. Siapa lagi musuhnya kalo bukan geng motor yang sekarang dipimpin oleh Bima itu.

"Gala jangan ngebut. Riri takuutt..."

"Ngga papa, lo pegangan yang bener. Setelah lampu merah di depan gue bakal lebih ngebut lagi."

"Kenapa?" heran Riri. Pasalnya saat bersama Riri seperti sekarang, Gala tidak pernah melajukan motornya sengebut ini.

"Ada orang jahat yang ikutin kita," jelas Gala seadanya.

Penasaran. Riri menoleh ke belakang. Dan benar, dua motor di belakang masih mengikuti mereka.

"Galaa...takuut..." Riri mengeratkan pelukannya saat Gala semakin menambah kecepatan.

"Bangsat!" umpat Gala saat motornya hampir bersentuhan dengan badan truk.

Tidak peduli dengan Riri yang menjerit ketakutan karena Gala semakin ugal-ugalan. Gala tetap fokus menatap jalanan di depannya. Sambil sesekali matanya menyorot dua motor itu dari kaca spion.

"Hei!" teriak salah satunya. Dua motor itu berhasil menghimpit motor Gala. Sekarang posisinya motor Gala ada di tengah-tengah. Tepatnya, di antara dua motor anak Volker yang sejak tadi mengejarnya.

"Apa mau lo anjeng!" seru Gala emosi.

Tanpa banyak kata. Salah satu di antara mereka menendang motor Gala. Relfeks Gala meraih tangan Riri kemudian memegangnya lebih erat. Berkali-kali mereka mencoba membuat Gala terjatuh dari motornya. Namun, untungnya Gala lihai dalam menjaga keseimbangan.

Saat ada kesempatan untuk keluar dari himpitan dua motor itu. Gala langsung menancap gas motornya dengan kecepatan luar biasa. Tujuannya hanya satu, sebisa mungkin lepas dari kejaran musuhnya. Bukannya Gala takut atau bagaimana. Yang ia pikirkan saat ini adalah Riri. Posisinya ia sedang bersama Riri. Akan bahaya kalau Gala meladeni mereka. Kalau Gala sedang sendiri sih, beda lagi ceritanya. Mungkin dua anak Volker itu akan Gala habisi sekarang juga.

"Gala takuuttt...." heboh Riri.

"Ngga papa sayang." Gala mengusap-usap punggung tangan Riri yang masih melingkari perutnya dengan erat.

Deg.

Riri diam. Ah, kenapa panggilan itu membuat Riri jadi salah tingkah. Pipi chubby nya bersemu merah. Dasar baperan.

"Anjir capek gue," keluh Gala saat mereka berhasil sampai apartemen dengan selamat.

Riri menyusul langkah Gala. "Mereka itu siapa? Kenapa ngejar kita?"

"Begal," bohong Gala. Ia tidak mau membuat Riri ketakutan. Apalagi sampai kepikiran kalau sampai tahu jika yang mengejar mereka tadi adalah musuh-musuh Gala.

"Padahal motor mereka bagus, masa mau begal motor Gala sih?!" gumam Riri seraya mengikuti Gala yang sudah masuk ke apartemennya.

"Udah jangan pikirin itu." Gala melepas jaket. Berjalan menuju dapur untuk mengambil minuman.

Gala melirik Riri yang tengah terduduk di sofa. "Lo mau dibuatin susu sekarang atau nanti?"

"Emang susu Riri masih ada di sini?"

Gala bergumam pelan. "Ck, ambigu nyet." Kemudian berteriak dari arah dapur. "Ada! Mau dibikin sekarang ngga?"

"Iyaaa..." balas Riri ikut berteriak.

"Lo bersih-bersih badan sana," titah Gala yang masih sibuk membuatkan Riri segelas susu stroberi. Sayangnya tidak ada jawaban dari Riri.

Gala membawa susu di tangannya. Menatap Riri yang justru rebahan di sofa dengan mata terpejam sempurna. "Buset malah ngebo. Sana, Sri!"

Riri membuka mata. "Kemana?"

"Cuci muka, cuci kaki, cuci tangan sekalian cuciin baju gue juga boleh." Gala terkekeh pelan sembari menegakkan tubuh Riri agar tidak berbaring. "Kalo lo ngga ke kamar mandi, ngga gue kasih nih susu. Gue minum sendiri," ancam Gala.

Riri mengucek-kucek matanya malas. Ia sudah mengantuk sekarang. Sangat malas jika harus pergi ke kamar mandi. Nanti kalo wajahnya kena air pasti ngantuknya akan hilang.

"Ih, kenapa ngga kamar mandinya aja sih yang nyamperin Riri?! Kenapa harus Riri yang nyamperin kamar mandi coba?" gerutu Riri tidak jelas.

"Manja banget tuh kamar mandi. Ngga mau gerak," lanjutnya jengkel.

Gala geleng-geleng heran. Pacarnya, eh mantannya ini waras ngga sih?

"Bego, udah ah sana jangan ngelantur." Satu kaki Gala terangkat untuk mendorong pantat Riri. Riri yang baru berdiri dengan nyawa belum terkumpul sempurna, hampir saja terjungkal ke depan.

Gala ini emang benar-benar no have akhlak. Kalau Riri benar-benar terjungkal ke depan hanya karena pantatnya didorong oleh Gala, 'kan jatuhnya ngga estetik.

*****

Setelah membersihkan badan dan meminum susu yang Gala buatkan. Riri benar-benar terlelap sekarang. Tentu saja dengan posisi tidur yang tidak estetik.

Kedua kaki terbuka lebar. Dengan satu tangan yang ia angkat ke atas kepala. Sementara satu tangannya lagi terangkat ke atas dahi. Ditambah bibir yang sedikit terbuka, menganga. Sudah bisa dibayangkan? Bagaimana tidur cantiknya seorang Sri?

Gala yang melihatnya hanya terkekeh pelan. Ia membenarkan posisi selimut Riri yang acak-acakan.

Duduk di pinggir kasur. Tangan Gala terulur untuk mengusap-usap rambut pendek Riri. Sambil sesekali tangannya membelai lembut pipi chubby yang sudah lama tidak ia elus-elus.

Jangan ditanyakan lagi. Sudah pasti Gala sangat merindukan kebersamaannya dengan Riri seperti dulu. Semua memori-memori indah itu seakan tersimpan dengan baik di kepalanya. Dan akan berputar otomatis saat Gala merindukan gadis ini.

Cup

Gala mencium kening Riri lama. Menyalurkan rasa sayang, cinta, rindu dan segala penyesalan atas semua masalah yang terjadi saat ini.

"Sori ya, gue belom bisa nepatin janji gue sama bunda. Buat bikin lo bahagia terus." Entah kenapa kedua mata Gala mendadak berkaca-kaca. Mengingat semua memori-memori indahnya bersama Desi dan Riri. Sederhana, namun bahagianya luar biasa.

Gala mendongak. Menatap langit-langit kamarnya. Sekaligus untuk menahan air mata agar tidak terjatuh. "Nyatanya gue masih sering bikin lo nangis....maaf...maafin gue..."

Tes.

Satu, dua buliran bening tidak lagi mampu Gala bendung. Air matanya jatuh begitu saja. Dengan rasa sesak di dadanya yang luar biasa. "Kenapa susah banget buat lo bahagia sih?"

Gala mengusap pipinya dengan kaos bagian bahu. "Gue ngga pengen banyak kok. Gue cuma pengen hidup tenang sama lo aja. Udah itu doang. Kenapa susah banget? Selalu aja ada masalah yang buat kita harus menjauh kaya sekarang."

Menghela napas. Gala tersenyum getir. "Kadang gue sampe mikir buat berhenti dari Drax, agar lo bisa aman sama gue. Tapi ngga segampang itu. Gue ngga boleh egois. Gue ngga mau jadi pengecut yang ninggalin anggota lainnya saat sedang ada masalah kaya gini. Ketua macam apa gue, kalo sampe kaya gitu..."

"Sebagai ketua sekaligus yang buat Drax ada, tanggung jawab gue ngga main-main. Nasib mereka ada di gue, Ri. Maaf kalo sekarang gue harus ninggalin lo dulu. Ini juga demi keselamatan lo."

"Gue cuma ngga mau nyawa lo terancam cuma karena sering bareng-bareng sama gue. Gue ini buronan mereka," jelas Gala. Mata berair nya sibuk meneliti setiap inchi wajah cantik Riri yang terlihat damai saat tertidur. "Gue bakal hancur kalo sampe lo kenapa-napa. Jujur....gue ngga bisa hidup tanpa lo..."

Gala terkekeh dengan air mata yang semakin deras mengalir di pipinya. Tolong, biarkan untuk malam ini saja Gala menjadi cowok cengeng. "Anjir, kenapa gue bisa ngomong sealay ini," ujarnya dengan tangan yang sibuk mengelap pipinya.

Gala mendekatkan wajahnya ke Riri. Ia berbicara tepat di telinga Riri. "Ri, lo itu segalanya buat gue. Ngga ada yang lebih penting buat gue selain lo. Bahkan gue selalu menepatkan posisi diri gue setelah lo. Intinya lo lebih penting dari diri gue sendiri. Gue bisa pergi dari dunia ini dan ninggalin lo selamanya. Tapi....gue ngga bisa liat lo pergi dan ninggalin gue selamanya."

Cup

Gala mencium pelipis Riri lembut. Kemudian beralih ke bibir ranum gadis itu.

Cup

Tidak lebih. Gala hanya menempelkannya lama. Menikmati desiran-desiran lembut di dadanya yang membuatnya begitu nyaman.

Mengangkat kepala. Gala mengusap pipi Riri lembut. "Sori kalo omongan gue tadi bikin lo sakit hati. Apapun itu, gue cuma bercanda, Ri. Demi Tuhan gue ngga ada buat nyinggung perasaan lo. Gue paham gue kelewatan dan buat lo tersinggung sampai ngga nyaman."

"Maafin gue."

Cup

Gala mencium bibir Riri kembali. Namun kali ini hanya sekilas. "Good night my baby girl. I love you."

Melihat jam di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul satu pagi. Gala segera memakai jaket dan menyambar kunci motornya. Ia harus pergi untuk menemui seseorang sekarang juga.

*****

Gimana rasanya setelah baca part ini? Kesel? Baper atau campur aduk ngga bisa dijelasin?

Pesan buat Gala?

Pesan buat Riri?

Atau titip salam ke siapa gitu?

Spam komen yang banyak untuk part selanjutnya!!!!

Jangan lupa follow Instagram :

@tamarabiliskii

@galaarsenio
@serinakalila
@alan.aileen
@ilhamgumilar1
@akbar_azzaidan
@erlangaileen

Lagi gemes banget sama foto-foto nya Sri





Continue Reading

You'll Also Like

8.9M 939K 72
[Tersedia di gramedia dan toko buku online] @cloudbookspublishing [FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Tentang perjodohan, perjuangan, dan beda keyakinan. ...
2.7M 126K 30
Kehidupan Vanessa berubah semenjak ia bertemu dengan Jonatan, si badboy yang notabene ketua geng SMA Bina Bangsa. Namun bagaimana kehidupannya kini s...
2.4K 258 8
[Bersambung] Aku.. Hanya malaikat kecil yang tersesat.. Dunia ini.. Hanya malaikat kecil yang mencari kakaknya Namaku y/n, aku turun ke dunia ini unt...
27.4M 2.4M 70
Heaven Higher Favian. Namanya berartikan surga, tampangnya juga sangat surgawi. Tapi sial, kelakuannya tak mencerminkan sebagai penghuni surga. Cowo...