"Cuma bunga matahari segitu. Gue bisa kali nanem sendiri sekebon."
"Kalo perlu sepanjang jalan dari apartemen gue ke sekolah gue tanemin bunga matahari, matabulan, matatahun atau mata apa kek!" dumel Gala.
Akbar dan Ilham saling lirik sembari mencomot gorengan dan bakso buatan mbok.
"Mbok ini keras banget kaya anu!" protes Ilham mengangkat satu bakwan. Menunjukkannya pada mbok. Tapi mbok hanya membalasnya dengan kekehan.
Akbar menoyor kepala Ilham. "Ambigu njir!"
"Temen lo ngapa sih? Ngomel mulu dari tadi," Ilham memerhatikan Gala yang masih mendumel tentang bunga matahari. Semakin lama dumelan Gala semakin tidak jelas.
Bahkan Alan, cowok yang duduk di samping Gala itu malah lebih memilih menyibukkan diri dengan ponselnya daripada menanggapi dumelan Gala.
"Kata Alan, kemaren si bos mergokin Riri jalan sama cowok ke taman bunga matahari," bisik Akbar.
"Cowok? Yang ketemu gue di minimarket? Yang kata Alan kemaren namanya Danis, Danis, itu?"
Akbar mengangguk. Tanpa sadar Akbar menyendok sambel padahal ia ingin menyendok kuah bakso. "Terus pas si bos cari tau, katanya kemaren Riri bolos sekolah. Demi jalan sama tuh cowok! Anjay ngga tuh!"
"Anjir! Mulut gue! Huuu! Haaa! Huuu! Haaaa!" teriak Akbar kepedasan.
Ilham terkekeh sambil memegangi perutnya yang kram. Salah sendiri gosip. Mau makan tapi ngga lihat dulu apa yang ia masukkan ke mulut. Alhasil sekarang Akbar mendapat karma.
"Bego njir! Bisa-bisanya lo salah nyendok!" pekik Ilham heboh. Tawa nyaringnya masih menggelegar di seluruh penjuru WBS.
"Makanya jangan gosip!" cibir Alan.
"Ck, cuma bunga matahari doang. Gue bisa kali kasih bunga bulan, bintang, awan. Kalo perlu bumi! Bumi nih! Bumi!" Gala mulai mendumel lagi.
"Menurut lo bagus mana bunga matahari sama bunga bulan?" tanya Gala. Dagunya terangkat. Mata tajamnya menyorot Akbar dan Ilham.
"Kayanya udah ngga waras," bisik Ilham di telinga Akbar.
Akbar mengangguk setuju. Sepertinya memang Gala sudah tidak waras. Lagipula sejak kapan ada bunga bulan?
Sejak Gala cemburu melihat Riri jalan sama Danis dan berujung Gala yang gengsi menghampiri Riri duluan?
"Bos, gue boleh kasih saran ngga?"
Dagu Gala terangkat, "Apa?" tanyanya pada Akbar.
"Mending lo samperin Riri sekarang di kelasnya. Sumpah gue ngga tega liat lo gini. Ngedumel tentang bunga matahari doang dari tadi."
"Lo ngusir gue?"
Ilham ikut menyahut, "Bukan gitu bos maksud Akbar. Masalahnya dari tadi lo di sini ngga ngapa-ngapain! Cuma ngedumel doang. Mending lo samperin Riri. Minta maaf, terus baikan. Udah kan, selesai?"
"Gue? Nyamperin dia? Dih ogah!" sungut Gala menggebu-gebu.
"Lah? Kan lo cowok! Masa Riri yang nyamperin lo duluan? Ngga bakal lah!"
"Dia yang salah!" kekeuh Gala tetap pada pendiriannya yang tidak mau menghampiri Riri duluan. Gala merasa tidak bersalah. Jadi yang harusnya minta maaf duluan itu Riri. Riri harusnya mencari Gala dan menjelaskan semua.
Tapi ini apa? Riri bahkan sejak kemarin tidak mencoba menghubungi Gala.
Apa Gala lupa kemaren sempat membentak Riri? Hingga gadis itu enggan menghubungi Gala terlebih dahulu.
"Ck, susah bicara sama orang cemburuan dan egois," decak Ilham.
"Siapa yang lo maksud?" tanya Gala melotot. Pasti sindirin Ilham tadi untuk dirinya.
"Itu si hari anak kelas sebelah!" balas Ilham asal.
Gala mengacak-acak rambutnya kasar. "Gue benci sama bunga matahari!" ucapnya emosi.
"Gue ada saran terakhir."
Gala, Ilham dan Akbar menoleh serempak ke Alan. Akhirnya cowok dingin itu mau membuka suara juga.
Dari tatapan bingung mereka seolah bertanya pada Alan. Apa?
"Lebih baik, lo periksa ke RSJ aja, Gal," Alan menjeda ucapannya.
"Gue pikir otak lo sedikit geser, gara-gara terlalu...cemburu," imbuh Alan.
Memangnya Gala gila?
Akbar dan Ilham saling tatap dengan mata membulat. Alan ternyata...berani juga.
Sedetik kemudian tawa Akbar dan Ilham pecah.
Gala? Jangan tanya lagi. Sudah pasti dia murka mendengar saran Alan yang terlalu anti mainstream.
"CUMA BUNGA MATAHARI DOANG?! GUE JABANIN BUNGA HIDUNGHARI, ALISHARI, BIBIRHARI! KALO PERLU IBUNYA HARI SEKALIAN!"
*****
"Ri, kenapa sih diem mulu?"
Riri menatap Nenda, "Riri bingung Nen, Nen."
"Bingung harus milih Gala atau Danis?" sahut Choline.
"Ih! Choli! Bukan gitu! Riri bingung mau nyamperin Gala dulu atau nunggu Gala nyamperin Riri."
"Lagian, Lin, lo mah ada-ada aja. Riri kan tadi udah bilang kalo Danis cuma Riri anggep sebagai kakaknya bukan lebih," bela Nenda memprotes pertanyaan Choline.
Riri bertopang dagu, "Masa cuma gara-gara masalah sepele. Gala jadi diemin Riri tiga hari. Besok bunda pulang. Kalo bunda tau, Riri berantem sama Gala. Pasti Riri yang dimarahin."
"Emang susah kalo menantu udah klop sama camer," Choline menjeda ucapannya.
"Apapun masalahnya, pasti yang dibela malah calon menantunya," sambung Choline mengedikkan bahu.
"Ke kantin yuk?" ajak Nenda.
Mendengar ajakan Nenda. Riri menggeleng cepat. "Ngga mau! Pasti di kantin ada Gala! Riri sebel kalo harus liat wajah Gala."
"Tadi katanya kangen?"
"Labil emang," cibir Choline menghela napasnya dalam. Kalau Gala dan Riri sudah bertengkar hingga perang dingin seperti ini pasti sikap Riri akan lebih sensitif.
"Lo mau nitip aja?"
Riri menggeleng.
"Ya udah gue sama Nenda ke kantin, lo di kelas aja?"
Riri menggeleng lagi.
"Terus gimana, Ri?" tanya Choline gemas.
Riri menggeleng ketiga kalinya.
Tolong kasih tau Choline di mana kameranya. Choline tidak kuat. Ingin melambaikan tangan saja!
"Ri," panggil Nenda dan Riri hanya membalasnya dengan bergumam tidak jelas.
"Kamu maunya gimana?"
"Riri mau Gala..." sudut bibir Riri melengkung ke bawah. Seperti dugaan Nenda dan Choline. Hal ini pasti akan terjadi. Riri menangis memeluk Nenda yang berdiri di depannya.
Sudah biasa.
"Ck, emang kaya emak sama anak, cocok banget," decak Choline menatap Nenda dan Riri.
*****
Brakk
Choline menggebrak meja kantin yang ditempati Gala dan teman-temannya. Sejak tadi Choline sudah menahan emosinya. Tapi ternyata sikap Gala semakin membuat Choline geram.
Di kelas Riri menangis karena Gala. Eh ternyata cowok yang ditangisi sahabatnya itu malah asyik bercanda dengan cewek lain.
"Maksud lo apa?" Gala berdiri. Belom ada emosi yang menyertai pertanyaannya. Gala masih biasa saja. Menghargai Choline sebagai seorang cewek yang tidak boleh ia kasari.
"Lo tanya maksud gue? Lo di sini bisa ketawa-ketawa sama dia," tunjuk Choline pada Sintia. "Sedangkan di kelas, Riri nangisin lo, Gal!"
Nenda berujar untuk menenangkan Choline. "Udah, Lin."
"Lo nyuruh gue udahan? Sementara gue liat dengan mata kepala gue kalo pacar sahabat gue haha hihi di sini. Sementara Riri nangis-nangis sampe ngga mau makan?!"
"Gue ngga bisa diem aja, Nen!"
"Lin, maksud gue, jangan bikin keributan. Riri malah sedih kalo tau lo berantem sama Gala."
"Mau lo apa?" sewot Gala menatap Choline.
Mata Choline memincing. Tersenyum sinis. Choline berujar, "Lo punya otak ngga sih?! Lo itu cowok, udah tau Riri itu rapuh! Ngga bisa kalo dikasarin. Lo kemaren malah bentak-bentak dan sekarang punya niat buat minta maaf ke Riri aja, engga!"
Gala terkekeh sinis, "Ngapain gue minta maaf? Gue ngga salah!"
"Jelas-jelas lo salah!"
"Salah dari mananya? Sahabat lo tuh jalan sama cowok dibelakang gue! Lo kira gue ngga tau kelakuan busuk dia?" bentak Gala
"Gal," Alan memperingati. Karena suara Gala yang semakin meninggi.
"Temuin Riri sekarang, Gal. Biar lo ngga salah paham soal Dan..."
"Bahkan kalian udah tau, soal dia!" potong Gala cepat.
"Gal, Riri cuma pengen lo nyamperin dia. Setelah itu pasti Riri jelasin semuanya," kata Nenda lembut. Ia tahu Gala orang yang gampang tersulut emosi. Maka dari itu Nenda tidak mau menyiram api dengan api.
"Gue ngga peduli!" jawab Gala cepat.
Saat Choline hendak mengejar Gala yang pergi dari kantin. Nenda melarang Choline. Sepertinya Gala butuh waktu untuk berpikir.
"Ngga usah, Lin. Biarin dia mikir," cegah Nenda.
"Nenda, mau duduk dulu?" tanya Ilham. Seperti biasa Nenda melengos tanpa menjawab.
*****
Spam komen kalo kalian suka❤❤❤ Biar ngga jadi sider.
Jangan lupa vote juga. Semakin banyak yang like semakin cepet updatenya!
Follow instagram :
@tamarabiliskii
@galaarsenio