Gala sangat kesal dengan Riri. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, tapi Riri masih menghalanginya agar tidak pergi. Padahal baku hantam dengan Volker akan dilakukan satu jam lagi.
Sudah berbagai rayuan Gala ajukan agar Riri mengizinkannya pergi tapi tetap saja, yang namanya Riri kalau sudah rewel akan menempeli Gala terus.
"Lepas, Ri," titah Gala.
Riri menggeleng sambil memeluk Gala dari belakang.
"Gue mau kencing, lo mau liat?" Bukannya melepaskan, Riri malah mempererat pelukannya.
"Ikut."
"Gila lo."
"Pokoknya Riri mau ikut!"
"Gue ke kamar mandi Ri, bukan kemana-mana." Frustasi Gala menjambak rambutnya sendiri.
"Pokoknya Riri mau ikut kemanapun Gala pergi!" tuntut Riri dengan pundak yang bergetar.
Gala menghela napas saat merasa punggungnya basah. Pasti Riri menangis.
"Ya udah ayo ikut." Gala berjalan ke kamar mandi dengan Riri yang masih setia bergelayut di belakangnya.
Dan benar saja, Riri tetap tidak melepaskan Gala saat mereka berdua sudah berada di dalam kamar mandi.
Gala menutup pintu, lalu berbalik badan melepaskan pelukan Riri.
"Hadep sana lo, gue mau kencing." Gala mengarahkan pundak Riri untuk menghadap ke pintu kamar mandi. Tidak lupa Gala juga meletakkan kedua tangan Riri untuk menutupi wajahnya. Takut-takut Riri akan mengintip punya Gala, kan Gala jadi enak. Eh!
Posisi mereka saling membelakangi.
"Awas lo ngintip!" ancam Gala.
"Dikit masa ngga boleh," cengir Riri sambil terkekeh. Wajahnya masih tertutup oleh kedua tangan.
"Lama, ih! Aku noleh ya?" goda Riri.
"Diem, Ri, ngga bisa keluar kencing gue denger lo bacot mulu."
"Ih suara apa itu?" heboh Riri saat mendengar suara seperti kran menyala. Padahal itu suara kencing Gala.
"Diem!" kesal Gala.
"Lama. Uda belom?"
Gala berjalan melewati Riri. Meninggalkan Riri di dalam kamar mandi yang masih menutup wajahnya.
Menyadari keheningan di sekitarnya, Riri mulai membuka mata.
"Gala! Kok Riri ditinggal!" histeris Riri.
"Siramin kencing gue, Ri," teriak Gala entah di mana.
"Ih bau, ngga disiram!" dumel Riri sambil menyiram kencing Gala di closet.
"Gala nyebelin!" tawa Gala semakin meledak melihat Riri yang menghampirinya dengan wajah kesal.
"Hahahaha, rasain, salah sendiri rese!"
"Gala nyebelin!"
"Anjrit, sesek dada gue Ri!" pekik Gala saat Riri menindih tubuh Gala yang sedang berbaring di kasur.
"Biarin!" Riri menggeliat di atas tubuh Gala. Kepalanya mendusel mencari posisi yang nyaman.
Tidak tahukah Riri, perlakuannya itu membuat Gala merasa? Ah, sudahlah.
"Ri, diem." Riri malah sengaja menggerakkan tubuhnya.
"Ri diem atau gue bakal perkosa lo!"
Riri mengangkat kepalanya, "Mau dong," cengir Riri menatap Gala di bawahnya.
Gala menghela napas. Oke, sabar Gala. Tahan, Gala, Tahan.
"Sri, berat tubuh lo. Gue bisa mati."
"Riri, Gala! Bukan Sri!" Mau sesering apapun Riri menegur Gala. Ujung-ujungnya Gala pasti akan tetap memanggilnya Sri.
"Elah, sok cakep."
"Emang cakep." Riri lebih mengeratkan tubuhnya pada Gala.
"Jelek."
"Cakep."
"Jelek."
"Yang penting jadi pacarnya Gala."
"Turun, Ri udah jam setengah sepuluh. Ntar gue telat."
"Elus-elus dulu," rengek Riri.
"Apanya?"
"Kepala sama punggung."
"Kirain yang lain." Dengan berat hati. Ralat, dengan senang hati Gala mengelus punggung kecil Riri. Sementara satu tangan lainnya mengelus rambut Riri.
Riri tersenyum. Pipinya menempel pada dada bidang Gala. Ia senang bisa mendengar detak jantung Gala yang terus berirama. Membuat Riri deg-degan juga.
"Gini terus, enak," ucap Riri.
"Ck! Ketagihan ntar gue yang repot."
Riri tidak menjawab. Senyumnya terus merekah menikmati elusan Gala di punggung dan rambutnya. Rasanya sangat nyaman. Riri suka!
"Kenapa gue ngga boleh keluar?"
"Gala mau berantem." Tadi Riri sempat mendengar obrolan Gala dan Ilham di telfon yang membicarakan rencana baku hantamnya dengan Volker.
"Emang."
"Ngga boleh."
"Kenapa? Biasanya lo ngga serewel ini."
"Ngga tau, pokoknya Riri ngga mau Gala keluar malam ini. Ntar kalo Gala berantemnya kalah, Riri jadi janda."
Gala terkekeh lalu menabok pantat Riri. "Sembarangan lo kalo ngomong."
"Makanya jangan."
"Gue keluar bukan mau berantem," bohong Gala. Siapa tahu Riri percaya. Namanya juga usaha. Jadi, coba aja dulu.
"Terus?" jari tangan Riri bergerak membentuk pola-pola abstrak di dada bidang Gala.
"Ya biar lega dikeluarin. Masa ditahan mulu," candanya terkekeh pelan.
"Ih, Gala!"
"Mau jenguk adek Alan yang sakit." Ini memang tidak bohong karena setelah baku hantam selesai, rencananya anak-anak Drax mau menjenguk adik Alan yang tadi sore masuk rumah sakit. Terluka karena tawuran antar pelajar SMP.
"Bohong." Ternyata kali ini Gala gagal.
"Beneran, sayang."
"Emang Alan punya adek?"
"Punya."
"Kok Riri ngga tahu."
"Kan lo ngga terlalu akrab sama Alan."
"Alan orangnya dingin ngga cerewet kaya Gala." Beberapa kali Riri amati Alan orangnya sangat jarang bicara.
"Gue cerewet cuma sama lo doang," jujur Gala. Kenyataannya memang Gala akan cerewet dan banyak bicara saat dengan Riri saja. Kalau dengan orang lain, ya mengobrol seperlunya. Sebenarnya Gala dan Alan sikapnya sebelas duabelas kok.
"Gala jangan keluar ya."
"Udah nggak tahan, Ri."
"Jangan!"
"Udah dibilang enak dikeluarin, bikin lega," ucapnya ambigu.
"Pokoknya Gala tetap di apartemen sama Riri. Riri kan takut sendiri."
"Cuma sebentar, janji."
"Gala kenapa ngga nurut sama Riri?"
"Jangan buat gue emosi lah, Ri. Gue kan cuma mau keluaran bentar. Habis itu balik nenenin lo ampe mampus."
"Nemenin," koreksi Riri.
"Iya, itu maksud gue."
"Gue cuma mau ketemu sama anak-anak Volker, Ri. Setelah itu baru jenguk adiknya Alan. Boleh ya?"
"Mau ngapain sih ketemu sama Volker terus?" Riri menduselkan kepalanya agar lebih nyaman.
"Geli, Sri." Gala menabok pantat Riri.
"Sakit," adunya membuat Gala terkekeh.
"Udah ya elus-elusnya, ntar gue telat." Gala membalikkan badan, hingga sekarang Riri yang ada di bawah Gala.
"Cuma bentaran doang, janji," ucapnya lalu mencium kening Riri lama.
Gala berdiri mebenarkan baju dan memakai jaket jeansnya.
"Mau ngapain ketemu sama Volker?" ulang Riri karena tadi Gala tidak menjawab.
Riri duduk di pinggiran kasur sambil mengamati Gala.
"Mau pengajian bareng." Gala mengambil kunci motor di atas nakas kemudian duduk di samping Riri sembari memakai sepatunya.
"Pengajian bareng?"
"Iya, sayang."
"Tapi pas Gala telfon sama Ilham, Riri dengernya Drax mau berantem sama Volker."
"Salah denger lo." Riri mengangguk.
"Iya mungkin, jadi bener mau pengajian 'kan?"
"Nanya lagi gue sumpel mulut lo," sarkas Gala kesal.
"Tapi kenapa ngga pake peci sama sarung?" tanyanya polos.
Gala menghela napas. Harus ekstra sabar menghadapi pacarnya yang kelewat polos dan bodoh ini.
"Ya kali, ketemu sama musuh mau pengajian, Sri, Sri."
"Baku hantamlah." Sudahlah lebih baik Gala menyerah dan jujur. Capek kalau harus menjawab pertanyaan Riri yang semakin ngawur.
"Tuh kan Gala bohong!" kesal Riri menghentakkan kakinya di lantai.
Gala melihat jam di tangannya. Kurang lima belas menit lagi jam sepuluh. Sejak tadi ponselnya juga terus bergetar. Itu pasti teman-temannya yang menghubungi Gala. Takut-takut Gala tidak datang. Bisa kalah nanti. Kekuatan terbesar Drax kan ada di Gala, Alan Ilham. dan Akbar. Empat orang yang harus ada jika Drax ingin menang.
"Baek-baek lo di sini. Awas lo sampe keluar, apalagi keluyuran."
"Kalo gue balik dan lo ngga ada di sini. Gue potong kaki lo," ancam Gala.
Riri hanya memandang Gala dengan raut wajah cemberut.
"Gue janji cuma bentaran doang."
"Oleh-oleh," pinta Riri.
"Buset! Orang mau tawuran dimintaain oleh-oleh. Lo kira gue mau Study Tour apa?"
"Ya kan pulangnya bisa beli di minimarket. Es krim kek, coklat kek, apa kek. Ngga peka banget."
"Matre." Setelah mengatakan itu Gala pergi meninggalakan Riri yang kesal.
*****
"Dah selesai kelonnya bos? Ampe telfon puluhan kali lo diemin bae?"
Gala terkekeh sambil berjalan menghampiri teman-temannya yang sudah siap tempur.
"Bayi gue rewel," ujarnya lalu menatap Alan.
"Adik lo parah?" Alan mengedikkan bahu.
"Gue juga belom tau."
"Saaloh Lan, adek masuk rumah sakit santai aja lo." Alan menatap Ilham.
"Salah sendiri, dia bandel," jawab Alan cuek.
"Emang adek lo sering ikut tawuran?" tanya Akbar penasaran.
"Ratusan kali, bahkan dari SD."
"Buset keknya adek lo bar-bar bener ya?" Akbar geleng-geleng kagum.
"Bisa nih buat jadi penerus Drax," celetuk Ilham yang dibalas tatapan datar dari Alan.
Brum...brum...brum...
Suara deru motor terdengar memasuki kawasan gedung tua, tempat baku hantam antara Drax dan Volker sebentar lagi.
"Beh cuma itu?" songong Ilham menatap puluhan motor yang datang.
"Cuma itu pantat lo brewok. Itu banyak njir!" sahut Akbar.
Gala tersenyum miring. "Takut kalah lo? Sampe bawa semua pasukan?"
"Anjing. Bacot!" umpat Leon ketua Volker.
Dan baku hantam pun dimulai....
Bugh
Bugh
Bugh
Suara riuh, terikan, umpatan, jeritan semua beradu menjadi satu di gedung tua ini.
Gala mengusap sudut bibirnya yang sedikit terluka. "Mampus lo!" satu tendangan ia berikan di kepala Leon sebagai salam perpisahan dalam tempur malam ini.
"Gimana?"
"Aman bos!" seru Akbar mengacungkan dua jempol pada Gala.
"Tunggu Gal, bentar lagi lo bakal hancur!"
*****
Spam komen kalo kalian suka❤❤❤
Jangan lupa vote juga. Bakal double up!!!
Follow instagram :
@tamarabiliskii
@galaarsenio