TAWS (1) - Anstia

By Dasyalily

2M 296K 10.2K

The Another World Series (1) - Anstia Cerita berdiri sendiri. Dia terbangun dengan tangan mungil dan badan... More

Prolog
1. Putri Terbuang
2. Pangeran
3. Putri Bodoh
4. Raja Iblis
5. Semakin Dekat
6. Benci
8. Titah Raja
9. Putri Ceroboh
10. Kepergian Raja
11. Pangeran Pembenci
12. Anastia
13. Benda Berkilau
14. Luka dan Luka
15. Pembuktian Pertama
16. Raja dan Amarah
17. Pandangan Pertama
18. Jalan
19. Pangeran Pertama
20. Putri yang Ditolak
21. Sepuluh Tahun
22. Putri Janesita
23. Orang Aneh
24. Terjebak
25. Patah
26. Kemah Putri
27. Teman Baru
28. Aku Berbeda
29. Hati yang Beku
30. Cinta Yang Kembali
31. Acara Menginap
32. Petak Umpet
33. Penghuni Baru
34. Rambut Emas
35. Mermaid
36. Sihir
37. Dunia Baru
38. Pertemuan
39. Manis
40. Penjaga
41. Sihir
42. Bertemu Lagi
43. Kembali Bertemu
44. Perjanjian
45. Ikatan
46. Kembali
47. Satu Persatu
48. Petunjuk
49. Perpisahan dan Awal Baru
50. Keingintahuan
51. Perubahan
52. Kejujuran
53. Rahasia
54. Pengakuan
55. Permintaan
56. Mulai Berakhir
57. Semakin Parah
58. Semua Yang Nyata
59. Kertas
60. Terlepas
61. Mereka
62. Dunia Berbeda
63. Keputusan Berat
64. Mulai Berubah
65. Tanda Balik
66. Sudut Pandang
67. Beberapa Hal Yang Tersembunyi
68. Perlajanan
69. Kastil
70. Buku Jalan
71. Halaman Akhir
72. Kemenangan
73. Hubungan Yang Diperbaiki
74. Ketenangan Setelah Badai
75. Akhir Paling Indah
Epilog

7. Penyerangan

46.6K 6.1K 48
By Dasyalily

Sudah seminggu ini Anstia tidsk pernah datang berkunjung ke istana. Selain karena dia tidak dipanggil untuk datang, dia juga tertarik akan buku yang sering sang Raja kirim untuknya saat tau jika Anstia suka membaca walau umurnya masih sangat muda.

Anstia duduk di kursi yang merupakan tempatnya saat sedang bersantai ditaman. Kursi dimana dia dulu bertemu dengan si abu-abu.

Ini masih pukul tiga sore, seharusnya sekarang dia sudah minum susu yang biasanya dibuatkan oleh sang pengasuh. Tapi tadi Ester pergi ke kota untuk membeli bahan makanan, dia tunggu sajalah.

Toh, dia masih memiliki bahan bacaan agar tidak bosan.

Sring!

Mata Anstia membesar, matanya menatap kedepan dengan tatapan tidak terbaca. Dia dapat merasakan perih pada pipinya. Bahkan merasakan ada yang mengalir disana.

Saat menemukan kesadarannya, Anstia berlari menuju istana utama. Beberapa kali terjatuh dan hampir dikenai oleh panah yang berasak dari beberapa orang berbaju hitam yang Anstia tidak tau siapa namun menyerangnya.

Anstia tersandung kakinya sendiri saat sampai di halaman istana, satu panah terakhir menggores kakinya membuatnya berdiri dengan terseok berlari masuk kedalam istana.

"Ayah.."

Anstia memanggil pelan, berlari menuju kamar sang Ayah. Membuka pintu dengan kasar, namun ia tidak menemukan sang Ayah.

"Ayah.." Kepala Anstia pusing, sangat pusing. Dia jatuh terduduk dengan kepala berkunang.

Tes..

Anstia menyentuh hidungnya yang mengeluarkan darah, kepalanya semakin pening.

"Yang Mulia!" Hanya itu yang dia dengar sebelum semua terasa dingin dan gelap.

***

Raja Astevia duduk dengan mata menatap dingin kearah perdana menteri yang menjelaskan beberapa wilayah Kerajaan Ambertia yang semakin besar karena banyak Kerajaan yang menyerah dan memilih memberikan Kerajaan mereka daripada berperang melawan Ambertia yang di kenal bengis dalam menghabisi musuh.

"Sepertinya bagian selatan harus kita luaskan lagi, kita harus membuatnya seimbang." Pangeran keempat, selaku penasehat Raja bersuara. "Dengan kekuatan kita sekarang, kita bisa mendapatkan beberapa kota diselatan. Kota diselatan juga dikenal dengan penghasil berlian yang melimpah."

Berkilau. Pikiran Astevia langsung tertuju pada gadis kecil yang sudah seminggu ini tidak ia temui. Dia terlalu sibuk karena adanya pemberontakan di daerah yang telah ia rebut.

"Turunkan pasukan, Pangeran ketiga yang akan bertanggung jawab." Pangeran Sylvester mengangguk, lagipula dia sangat menyukai medan perang dan teriakan kemenangan. Dia tidak akan kalah.

"Yang Mulia Raja, mohon maaf." Kepala penjaga istana membungkuk, menunduk dengan takut. "Mohon ampun Yang Mulia!"

Dengan tenang, Raja Astevia menatap kepala Penjaga istana yang terlihat gemetaran. "Ada apa?"

"Ampun Yang Mulia, te-terjadi penyerangan di mansion, Pu-putri Anstia berada dikamar anda dengan keadaan sekarat." Kepala penjaga istana membungkuk dengan seluruh tubuh gemetar karena tidak mendengar suara keluar dari mulut sang Raja atau siapapun yang ada di tempat itu. Mati, batin si Kepala penjaga.

Pandangan mata sang Raja sempat kosong, dia bangkit dan berjalan dengan agak tergesa menuju kamarnya.

Gebrakan kuat membuat beberapa tabib yang menangani Putri Anstia menoleh dengan kaget.

"Ada apa ini?" Aura dingin dengan mata menusuk menatap satu persatu orang yang ada disana. Matanya terhenti pada gadis kecil yang terbaring di atas tempat tidur dengan nafas bagai habis lari maraton. Cepat dan tidak beraturan. Wajah pucat dengan bulir-bulir keringat.

"Hormat kami Yang Mulia." Ada total tiga tabib yang menangani namun tidak satupun mampu menangani apa yang terjadi pada sang Putri.

Astevia berjalan mendekat menodorong salah satu tabib dengan tenaga yang secara tidak sengaja mengeluarkan sedikit sihirnya yang membuat ketiga tabib itu terhempas karena kekuatan sang Raja.

Astevia menatap Anstia yang terlihat bernafas semakin tidak teratur. Menatap wajah sang Putri yang terdapat luka, sang Raja menyentuh luka itu.

Giginya bergemelutuk, sihir. Ada sihir  jahat yang berada di tubuh Putrinya. Karena itu keadaannya parah.

"Aku bisa menyembuhkannya." Para Pangeran yang berada di tempat itu bahkan tidak menyadari kehadiran seorang anak laki-laki dengan jubah hitam. Sedangkan sang Raja bersikap tenang, dia sudah merasakan kehadiran itu sejak tadi.

Sang Raja menatap dengan tatapan menusuknya. "Siap-siap kepalamu terpisah dari tubuhmu jika dia tidak selamat." Kata penuh penekanan itu sedikit membuat si penyihir takut. Tapi dia tetap mengangguk.

"Jika aku bisa, berikan aku posisi di Kerajaan ini." Si penyihir kecil menatap sang Raja yang mengangguk.

***

Siapa itu?

Berkilau!

Mata Anstia menatap seorang wanita yang tersenyum dengan sebuah berlian besar di tangannya. Sangat berkilau?

"Anstia.."

Anstia seketika membuka matanya, nafasnya memburu dia bahkan langsung terduduk karena mimpi itu.

"Kau sadar juga." Anstia menoleh, mengerutkan kening. Saat menemukan jawaban yang ia cari, Anstia menunjuk laki-laki itu.

"Kau penyihir kecil itu!" Anstia menunjuk dengan balasan wajah masam dari si penyihir.

"Sudah aku bilang, ini bukan ukuran tubuh normalku! Dan berhenti memanggikku penyihir kecil! Aku benci itu!"

"Tapi kau memang tampak masih kecil, bahkan tampak seusiaku." Anstia menatap si penyihir kecil yang bermuka masam. "Tunggu, bukannya aku diserang?"

Si penyihir kecil mengangguk, memakan apel yang sebenarnya sejak tadi telah dimakan oleh si penyihir.

"Yap, dan kau sudah seminggu tidak bangun."

"Se-seminggu..?" Anstia menatap si penyihir sedikit tidak percaya.

"Hu'um, jika saja aku tidak membantumu mungkin kau hanya tinggal nama."

"Bukan aku hanya terluka kecil?" Anstia ingat jika dia hanya tergores di pipi dan kaki, masa iya luka kecil seperti itu membuatnya tidak bangun hingga seminggu, bahkan hampir mati.

"Memang hanya perlu luka kecil, jika luka besar mungkin kau sudah mati di tempat," dengan santai si penyihir menetap Anstia yang masih terlihat kebingungan. "Mereka memberikan mantra sihir hitam di setiap busur yang di tembakan, tergores saja sudah dapat membunuh. Dan kau bahkan mendapatkan dua luka sekaligus. Untung saja kau bangun, jika tidak mungkin aku sudah dieksekusi oleh Ayahmu."

"Ayahku?" Anstia menatap si penyihir. "Ah, Raja Astevia?"

"Memang kau punya Ayah lain?" Si penyihir menatap Anstia aneh. "Aku menghabiskan hampir seluruh energiku untuk menyembuhkanmu. Kau harus berterimakasih padaku."

"Ayahku pasti sudah memberikanmu imbalan." Anstia menolak.

Si penyihir mengangguk. "Pintar juga," tertawa kecil. "Ayahmu terlihat sangat sayang padamu."

"Hah?" Anstia menatap tidak mengerti.

"Seminggu ini dia selalu menjagamu, bahkan dia mengancam jika kau tidak terbangun dia akan memisahkan kepala dari tubuhku. Itu juga yang dia ucapkan saat aku hendak menyembuhkanmu."

"Dia hanya khawatir."

"Saking khawatirnya dia hampir membunuh semua orang. Bahkan para Pangeran tidak ada yang berani berbicara pada sang Raja. Bahkan Raja sendiri yang mengeksekusi para penjahat yang ternyata adalah pemberontak dari beberapa daerah yang baru ditaklukkan oleh Kerajaan Ambertia."

"Dia.. Membunuh orang?"

"Itu bukti jika dia menyayangimu." Anstia menatap si penyihir. "Oh iya, namaku Yasa."

"Yasa? Nama yang lucu." Anstia terkekeh geli.

"Kau lihat saja aku. Sangat imutkan?" Yasa memperagakan beberapa gerakan imut dengan wajah datar yang membuat Anstia tertawa.

"Yang Mulia Raja Astevia tiba!"

. . .

Update guyssssss....

Continue Reading

You'll Also Like

5.1M 816K 81
Di Garda Nasional Angkatan Darat, sejak usia 18 tahun Ziana telah berjuang untuk Negaranya. Ziana telah berperang beberapa kali demi menegakkan kedau...
1.2M 104K 51
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝟏) 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘣𝘺 𝘸𝘪𝘥𝘺𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪0506 ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ⚠ �...
340K 34.6K 60
[High Fantasy-Bukan Transmigrasi] Amora, putri dari seorang Marquess yang merasa jika hidupnya selalu di beda-bedakan dengan sang adik. Apakah ini se...
4.3M 545K 83
[Bukan Novel Terjemahan - END] #9 in Fantasi !!! #1 in Fantasy !!! #1 in Romansa !!! Potongan memori yang terakhir dia ingat adalah ketika matanya me...