KALEIDOSCOPIC

By prncch

682K 58.6K 6.7K

Vina tidak pernah menyangka perkataannya tentang laki-laki idaman semasa remaja benar-benar terjadi padanya... More

(1) BERYL
(1A) BERYL
(1B) BERYL
(2) IGNEOUS
(2A) IGNEOUS
(2B) IGNEOUS
(2C) IGNEOUS
(2D) IGNEOUS
(3) IGNORAMUS
(4) OBLIVIOUS
(5) TYRANT
(6) PLETHORA
(6A) PLETHORA
(6B) PLETHORA
(6C) PLETHORA
(6D) PLETHORA
(6E) PLETHORA
(6F) PLETHORA
(6G) PLETHORA
(7) My Big Boss
(8) INCARNATE
(8A) INCARNATE
(8B) INCARNATE
(8C) INCARNATE
(9) DAME
(9A) DAME
(9B) DAME
(9C) DAME
(9D) DAME
(10)BERYL - 2
(10A) BERYL-2
(10B) BERYL-2
(10C) BERYL-2
(11) DREAMS
(11A) DREAMS
(11B) DREAMS
(12) GADAISA
(13) RAIN
(13A) RAIN
(13B) RAIN
(13C) RAIN
ATTENTION
THANKYOU
(14) HERE,LOVE
(14A) HERE, LOVE
(15) NECESSITY
(15A) NECESSITY
(15B) NECESSITY
(15C) NECESSITY
(15D) NECESSITY
(15E) NECESSITY
(16) DAY DREAM
(16A) DAY DREAM
(16B) DAY DREAM
(16C) DAY DREAM
(16D) DAY DREAM
(16E) DAY DREAM
(16F) DAY DREAM
(16G) DAY DREAM
INFO LAPAK BARU
(17) Fool Again
(17A) Fool Again
(17B) Fool Again
[ASKING SESSION] FOOL AGAIN
[ANSWERING]
(18) My Boss and Me
(19) STARLIGHT
(19B) STARLIGHT
(19C) STARLIGHT
(19D) STARLIGHT
(19F) STARLIGHT
(20) Be With You
(20A) Be With You
(20B) BE WITH YOU
(20C) BE WITH YOU
(20D) BE WITH YOU
(21) IF
(21A) IF
(21B) IF
(21C) IF
(21D) IF

(19E) STARLIGHT

5.7K 818 245
By prncch

"Aku bukan tabir mimp indah yang kamu inginkan di setiap malam. Aku hanya pemantra agar kamu tercegah dari mimpi kelam" - unknown

***

Dua garis merah yang tercetak dengan begitu jelas dari test pack yang kugengam membuat sekujur tubuhku lemas. Aku hamil? Tidak. Tidak. Aku menggelengkan kepalaku dengan tegas. Kukeluarkan lima test pack baru yang kubeli dan mengulangi pengujian dari urineku. Aku tidak boleh hamil. Aku tidak boleh hamil, aku mengulangi kata itu setidaknya sampai seratus kali tetapi hasilnya tetap sama. Dua garis merah itu tercetak dengan begitu jelas hingga rasanya mencekikku. Aku hamil? Aku mengacak rambutku dengan frustasi. Mengapa aku bisa hamil hanya dalam sekali masa percobaan? Oh Tuhan! Aku merasakan beban berat menimpa sekujur tubuhku

Aku mendengar ketukan dari balik pintu kamar mandi yang sedang kumasuki. Sial! Dama belum pergi ke kantor? Aku merutuki diriku sebelum membuang enam buah test pack ke dalam kloset

"Vina?"

Aku menyisir rambutku dengan jemari tanganku. Jantungku berdebar tidak karuan. Aku merasakan kegelisahan luar biasa. Tenang,Vin. Tenang! Aku mencoba menguatkan diriku sendiri sambil menghembuskan napas kuat. Tangan Dama hampir menyentuh kepalaku pada detik aku membuka pintu kamar mandi. Dia memakai pakaian yang formal seperti biasa. Tatapannya masih dingin bahkan lebih dingin empat kali lipat sejak kami kembali dari Bali. Aku menduga Dama sedang betengkar dengan Vanessha

"Gimana hasilnya?" tanya Dama terdengar tergesa-gesa. Aku terkejut luar biasa tetapi aku mencoba menyamarkannya sebisa mungkin. Aku tahu arah pembicaraan Dama tetapi aku tidak mengerti bagaimana caranya Dama tahu aku membeli test pack? Apakah Dama meminta seseorang membuntutiku?

"Apa maksudmu?" tanyaku berpura-pura tidak mengerti arah pembicaraan Dama

"Kamu tahu maksudku,Vina. Jangan membuatku mengulanginya," Dama memberiku tatapan tajam yang terasa menusuk relung hatiku. Shit! Aku mengepalkan kedua jemari tanganku sambil berkata,"negatif. Aku belum hamil,"

"Mana test pack nya?"

Sial. Dama tidak mudah tertipu. Aku gugup memikirkan alasan yang tepat. Dama bisa membaca gerak-gerikku dengan baik. Dia menyipikan sebelah matanya menatapku. Tatapannya jatuh pada kloset

"Jangan bilang kamu membuangnya?" tanyanya curiga

"Aku tidak mungkin membuangnya, aku hanya...., tidak sengaja menjatuhkannya di kloset saat kamu mengetuk pintu dengan buru-buru," jawabku gugup

Dama memijit pelipis kepalanya. Dia melirik jam tangan yang terpasang di tangan kirinya sebelum beralih melihat ke arahku. Sepertinya dia sedang terburu-buru. Dama mendorongku agar memberi jalan padanya. Gawat! Dama berniat mengecek test pack yang sudah kubuang ke dalam kloset. Mendadak aku dilanda kegelisahan luar biasa. Apakah test pack nya sudah hancur atau belum?

Aku mencoba menghalangi Dama. Aku berhasil memosisikan diriku tepat di depan kloset sebelum Dama berhasil melihatnya. Dama terlihat kesal. Aku harus mengangkat kepalaku agar bisa menatap Dama

"Apa yang coba kamu tutupi? Apakah kamu berbohong?" tanya Dama sebelum aku berhasil mengemukakan pendapatku

"Aku tidak berbohong!" jawabku dengan memberi sedikit tekanan pada suaraku

Dama memalingkan wajahnya dariku. Dia melonggarkan dasi yang ia kenakan lalu kembali menatapku dengan tajam. Sorot matanya menunjukkan kecurigaan luar biasa padaku. Aku bahkan merasakannya dengan keras hingga rasanya seolah Dama sedang meremukkan tulang-tulangku melalui tatapan tajamnya. Ponsel Dama berdering. Aku mendengar Dama mengumpat

"Kita akan membahasnya nanti malam," tukas Dama sebelum berjalan meninggalkanku. Aku mendengar Dama berbicara menggunakan bahasa asing dengan seseorang sebelum Dama benar-benar meninggalkan apartemen kami

Aku mengelus dadaku sedikit lebih lega. Aku baru akan menempelkan bokongku di sofa sebelum aku kembali teringat dengan keadaanku yang sedang hamil. Oh My God! Aku mengigit bibirku dengan gelisah. Keringat dingin membasahi rambutku. Di saat semua ibu-ibu berteriak bahagia dan berkata,"Thankyou GOD! I'm pregnant!", aku malah meratapi nasib burukku sambil mengacak rambutku dengan frustasi dan bertanya,"Kenapa aku hamil? Aku tidak mau hamil!"

Aku tidak bisa mencari tahu bagaimana caranya untuk mengugurkan kandunganku karena aku tidak memiliki akses internet sama sekali. Selain itu, aku tidak memiliki uang untuk mengugurkan kandunganku. Aku berteriak frustasi sambil berjalan mondar-mandir. Shit! Apakah ini artinya aku akan menjadi mesin anak bagi Dama? Bagaimana kalau Dama menginginkan anak kedua, ketiga dan seterusnya? Oh tidak! Aku mengigit kuku jariku dengan gelisah

Hari telah gelap ketika aku membuka kedua mataku. Aku tertidur sedari tadi. Hum. Aku sedang merenggangkan otot-otot tubuhku saat kudengar pintu apartemen terbuka. Alarmku langsung berbunyi dengan keras. Dama sudah pulang? Kulirik jam dinding yang telah menunjukkan pukul tujuh malam. Shit! Aku tidur selama itu?!

Aku langsung berlari ke toilet. Samar-samar aku mendengar derap langkah Dama yang tidak jauh beda mengerikan dari malaikat pencabut nyawa. Aku mengigit bibirku dengan gelisah. Dama pasti akan menanyaiku perihal kehamilanku. Lantas apa yang harus kujawab? Aku memang sudah menyangkal sekali di pagi hari tetapi aku khawatir aku tidak sanggup menyangkalnya lagi jika Dama terus menerus mendesakku

Aku terkejut setengah mati ketika pintu kamar mandi terbuka. Gosh! Apakah aku lupa menguncinya? Dama berjalan mendekatiku. Tatapannya tidak berhenti di perutku. Aku menjadi risih hingga menutup perutku dengan tanganku

"Sudah berapa bulan?" tanya Dama berhenti tepat di hadapanku

"Aku bukan dokter," jawabku sambil berpura-pura mengambil pasta gigi. Bagaimanapun aku harus terlihat sedang bersih-bersih bukan melarikan diri dari Dama. Dama mengambil pasta gigi dari tanganku lalu menarik tanganku ke luar dari kamar mandi

Aku mengerutkan keningku kesal. Kuhentakkan tangan Dama dengan kesal sambil berkata,"apa-apaan sih kamu?!"

"Kita ke dokter kandungan sekarang," Dama memberiku tatapan maut yang seolah mengatakan 'kamu akan mati kalau menolaknya' tetapi rupanya tatapan itu tidak cukup menakutiku. Aku lebih mengkhawatirkan pandangan orang-orang kalau tahu Dama adalah suamiku. Bagaimana kalau teman-teman SMA kami melihat kami ke dokter kandungan? Meski Dama adalah suamiku tetapi rasanya tetap saja aneh sekali jika berita ini tersebar dan lagipula kami tidak benar-benar menjadi 'suami-istri' selama ini. Aku menggelengkan kepalaku dengan refleks

"Kenapa aku harus pergi bersamamu? Kamu cukup memberiku uang. Aku akan pergi sendiri,"

"Lalu kamu akan mengugurkan anak itu? Apakah kamu pikir aku cukup mudah untuk kamu bohongi? Tidak,Vina. Kita akan pergi bersama baik kamu setuju atau tidak. Itu adalah anakku,"

Jantungku bergemetar. Anakku? Apakah aku tidak keliru mendengar Dama menyebut anak dalam kandunganku adalah anaknya? Aku pasti bermimpi, pikirku keliru. Aku menggelengkan kepalaku sekali lagi. Kemudian pada detik berikutnya Dama telah membawaku ke dalam mobilnya. Sial. Dama benar-benar keras kepala

"Apakah aku perlu memakaikan seat belt untukmu?" Dama menyindirku. Aku tidak memiliki tenaga lanjut untuk melawan Dama. Jadi aku memakai seat belt sesuai keinginan Dama. Perasaanku menjadi campur aduk. Aku tidak pernah membayangkan diriku akan mengunjungi dokter kandungan bersama Dama apalagi Dama menyebut 'anakku' dengan nada yang membuat semua wanita berbunga-bunga. Pada detik ini aku ingin ketidakmustahilan terjadi dalam hidupku. Aku ingin tidak hamil. Apakah aku kejam? Hem.

Dama berhasil menyita perhatian berlebihan di rumah sakit. Aku sudah menduganya sejak kami dalam perjalanan. Dama terlalu kelihatan mencolok dengan pakaian kerjanya yang formal, terutama wajahnya yang tampan. Orang-orang mungkin bertanya alasanku berjalan bersisian dengan Dama. Aku benar-benar tidak sebanding dengan Dama. Tunggu, jika diingat-ingat, ini adalah kali pertama kami berjalan 'bersama' di London. Oh! Aku benar-benar tidak nyaman dengan perhatian orang-orang di rumah sakit jadi kuputuskan diriku untuk memelankan laju langkahku

"Apa lagi sekarang?" Dama menghentikan langkahnya. Dia melihatku dengan sorot tidak percaya. Sial. Ternyata Dama menyadari langkahku yang melambat. Aku tidak punya pilihan lain selain menyejajarkan langkahku dengan Dama lagi. Jika tidak, mungkin Dama akan mengamuk

Dama mengambil jarak beberapa kursi dari tempatku duduk. Ternyata Dama juga merasakan ketidaknyamanan yang kurasakan. Aku memalingkan wajahku dan menemukan seorang wanita yang sedang hamil tua. Laki-laki disampingnya yang kuduga merupakan suaminya mencium perut besarnya beberapa kali. Tiba-tiba aku dilanda kecemburuan yang tidak seharusnya. Aku memalingkan wajahku tepat ketika mereka melihatku

Sebelah alisku terangkat menemukan betapa Dama banyak dikenali oleh orang-orang. Kali ini adalah kali ke empat seorang wanita cantik menyapa Dama. Alarmku berbunyi dengan keras. Aku harus memberi jarak yang kentara di antara kami. Kalau tidak maka orang-orang akan menyadari bahwa aku datang bersama Dama. Sialnya mungkin mereka akan mulai menyebarkan informasi tentang kemungkinan Dama menghamili seorang wanita. Meski aku merupakan istri Dama tetapi tetap saja menjadi ajang gossip bersama Dama bukanlah ide yang bagus

Aku baru akan menempelkan bokongku di sisi yang berlawanan dari Dama saat aku menyadari Dama sedang berjalan ke arahku. Aku menyergit tidak mengerti. Mengapa Dama mengikutiku ke mari? Bukankah dia juga merasakan ketidaknyamanan seperti yang kurasakan?

"Kenapa kamu pergi?" tanya Dama terdengar kesal

"Lalu apakah aku harus tetap di sana dan membiarkan gossip menyebar?" balasku jujur

Dama tidak menjawab tetapi dia mengambil posisi tepat di sampingku. Bahu kami bersentuhan beberapa kali. Itu benar-benar membuatku frustasi. Aku tidak pernah duduk sedekat ini dengan Dama! Aku berniat menjauhkan diriku saat namaku tiba-tiba dipanggil oleh suster. Oh! Dewi batinku berteriak keras. Aku mulai gugup

"Hi,Dam! Apa yang membuat kamu ...." dokter Dimitri menghentikan ucapannya saat dia menyadari kehadiranku. Dia melihat Dama dan aku dengan bergantian. Dia menunjukkan kebinggungan luar biasa. Mungkin dokter itu sedikit terkejut menemukan Dama keceplosan menghamili seseorang tetapi rupanya dokter Dimitri tidak ingin mengungkit hal itu di hadapanku. Dia mempersilahkanku untuk duduk dengan senyum yang lebar

Dokter Dimitri mengatakan bahwa kandunganku masih sangat lemah karena itu dia memberiku beberapa obat penguat janin padaku. Aku sedikit bersyukur karena rupanya tidak semua teman Dama itu adalah brengsek. Dama tidak mengeluarkan suara apapun selama proses pemeriksaan. Kupikir dia mungkin menyesal telah menghamiliku

Kami sedang dalam perjalanan pulang saat aku tiba-tiba merasa lapar. Shit! Aku memalingkan wajahku dengan malu karena perutku berbunyi dengan cukup keras. Aku mendengar Dama mendengus karena itu

"Bukankah kita akan pulang?" tanyaku saat Dama melewati alur kembali ke apartemen

"Kita makan malam dulu," jawab Dama singkat

Makan malam? Aku mengulangi dua kata itu di dalam hatiku. Baik. Ini adalah kali kedua Dama mengajakku makan. Apakah Dama 'memerdulikan' anak dalam kandunganku? Hum. Aku mencoba mengusir pemikiran tolol itu selama perjalanan kami. Dama membawaku ke salah satu restoran bintang lima

Dama memesan makanan seperti biasanya. Aku terkejut tetapi tidak berani mengeluarkan pendapatku saat makanan pesanan Dama telah datang. Dama memesan makanan lezat yang membuatku meneteskan air liur. Ini tidak seperti Dama yang selama ini 'menyiksa' ku. Aku binggung dan tidak tahu apakah sebaiknya aku memakannya?

"Makanlah sebelum dingin," Dama mendorong sepiring steak yang sudah ia potong ke hadapanku. Dia memberiku tatapan tajam ketika kedua pasang mata kami beradu. Apakah Dama tahu apa yang sedang kupikirkan? Ah bodoh amat! Aku menyerah menahan godaan makanan. Jadi kuputuskan untuk memakannya saja

Dama tidak mengeluarkan satu patah katapun sejak kami menginjakkan kaki ke dalam restoran hingga pulang. Perasaanku menjadi tidak tenang. Aku menjadi takut merasakan sedikit perubahan Dama. Apa yang Dama inginkan? Mengapa dia berbuat baik padaku?

"Aku ingin bertanya," aku memutuskan untuk mengemukakan isi hatiku ketika mobil Dama berhenti di tengah lampu merah. Dama hanya melihatku sekilas sebelum kembali menatap lurus ke depan. Aku meremas tanganku dengan gelisah. Kemudian aku mendapat sedikit pencerahan. Baik. Mungkin Dama hanya kebetulan sedang lapar. Restoran bintang lima tidak menyajikan makanan murah yang tidak enak. Selain itu, Dama hanya kesal melihat tanganku bergemetar setiap kali memotong steak di dekatnya. Karena itu Dama membantuku. Okay. Hanya itu,Vina, hanya itu. Aku tidak boleh terlalu over memikirkannya, putusku sebelum menghentikan pembicaraan itu

Aku terkejut melihat dua orang wanita paruh baya sedang berada di kamar ketika kami sampai di apartemen. Mereka terlihat sedang bersih-bersih. Sontak aku melihat Dama. Dia mengangkat bahu membalasku

"Mereka adalah asisten baru di rumah. Mereka yang akan memasak dan bersih-bersih. Mulai hari ini kamar kamu ada di sebelah kamar aku. Karena sedang musim dingin, jangan lupa menyalakan pemanas ruangan," Dama mengatakannya dengan cepat namun tegas hingga membuatku terbenggong-benggong

"Kenapa kamu mempekerjakan asisten rumah tangga? Aku terbiasa memasak dan bersih-bersih sendiri," balasku binggung

"Karena kamu lagi hamil," jawab Dama singkat. Dia meninggalkanku setelah mengatakan itu, sementara aku yang masih tidak percaya dengan pendengaranku itu hanya berdiri terbenggong-benggong. Satu-satunya spekulasi yang muncul di benakku adalah kemungkinan Dama yang mencintai anak dalam kandunganku. Apakah itu mungkin? Bagaimana dia bisa mencintai anak dalam kandunganku kalau saja dia benci denganku?

Sebenarnya aku tidak ingin memikirkan masalah itu tetapi hal itu benar-benar mengangguku setiap hari. Aku menjadi tidak berkonsenterasi. Pikiranku terus menerus stuck pada Dama. Dama yang 'jahat' telah menjelma menjadi Dama yang 'baik'. Segelas jus dan berbagai macam sarapan telah tersedia di atas meja setiap kali aku bangun. Dua asisten rumah tangga selalu siap siaga dan membersihkan rumah setiap kali aku ingin melakukannya bahkan asisten pribadi Dama selalu membawaku ke spa setiap minggu dan yang paling tidak terduga adalah Dama bahkan memberiku uang bulanan yang bernilai cukup besar. Meski Dama masih sering memberiku tatapan tajamnya, tetapi dia sering membelikanku makanan setiap malam atau weekend

Perasaanku menjadi meragu. Kebencian yang kurasakan kian menipis. Ini tidak boleh terjadi! Aku tahu aku sudah harus waspada. Aku tidak bisa terus menerus menyamankan diri dengan perbuatan baik Dama atau aku harus gigit jari kalau saja semua ini hanya permainan belaka

Dama sedang sibuk dengan tablet nya ketika aku menghampirinya di ruang kerjanya. Aku tidak perlu mengeluarkan suaraku agar Dama melihatku, karena dia langsung mengangkat kepalanya melihatku begitu aku berdiri tepat di hadapannya

"Ada yang ingin kamu bicarakan denganku?" tanya Dama

Aku mengangguk tegas

"Aku ingin tahu alasan kamu memperlakukanku dengan baik selama beberapa bulan terakhir," jawabku jujur

Sebelah alis Dama terangkat. Dia meletakkan tablet nya di atas meja sementara dia menunjukkan ketertarikan dengan topik pembicaraan ini seolah-olah dia telah menunggu pembahasan ini sejak dulu

"Apakah kamu tidak suka?" tanya Dama tanpa memutuskan kontak matanya dariku. Lidahku terasa berat untuk menjawab pertanyaan Dama. Apakah aku tidak suka? Yang benar saja! Wanita mana yang tidak suka diperlakukan sebaik itu, diberi uang, tidak perlu mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan mendapat fasilitas luar biasa? Aku harus mengakui bahwa aku suka dengan itu tetapi aku tidak bisa menyangkal perasaan burukku tentang ini. Mengapa aku harus menerima semua itu dari Dama? Aku khawatir Dama sedang merencanakan sesuatu yang buruk padaku tetapi aku tidak berani mengatakan itu secara langsung. Aku khawatir Dama mengetahui kekhawatiranku

"Apakah karena aku hamil?" tanyaku

Dama tertawa membalasku. Dia pun menjawab,"Jadi, apakah kamu berpikir karena aku mencintaimu?"

Dama brengsek! Aku mencoba mengontrol raut wajahku di hadapan Dama

"Mau sampai kapan kamu memperlakukanku seperti ini?"

"Tentu saja sampai kamu melahirkan. Apakah kamu berharap aku akan terus memberikan fasilitas itu padamu? Aku sudah membayar mahal atas dirimu,Vina,"

"Aku tahu. Kamu tidak perlu terus menerus mengulang perkataan itu," brengsek

"Lalu? Apa yang harus kukatakan denganmu? Aku tidak benar-benar memiliki topik pembicaraan yang pantas denganmu,"

Dama memutar kursinya tanpa memutuskan kontak matanya denganku. Aku sudah muak dengan sikap Dama. Kupalingkan wajahku sambil mengepalkan jemari tanganku. Pada detik berikutnya aku mendengar suara printer. Apakah Dama sedang bekerja? Hem. Kubalikkan tubuhku dan bersiap untuk keluar dari ruangan Dama sebelum Dama kembali memanggil namaku

Dia menyerahkan beberapa lembar kertas padaku. Aku menerimanya dengan binggung

"Apakah kamu meng-upgrade kontrak lagi?" tanyaku tidak percaya

Dama mengangguk membenarkan lalu menjawab,"aku mengubah dan menambah beberapa poin,"

"Apakah kamu selalu mengubah dan menambah apapun sesuka hatimu?" tanyaku kesal

"Tentu saja. Karena aku sudah membayar mahal untuk itu," jawab Dama dingin

Aku mengambil perubahan itu tanpa berniat untuk benar-benar membacanya. Dama mengingatkanku untuk membacanya. Firasatku buruk. Aku memutuskan membacanya dulu. Mulanya poin-poin itu hanya sebatas aktivitasku tetapi aku menemukan beberapa poin mencurigakan. Ternyata Dama menambahkan beberapa poin penting, yaitu aku tidak boleh bertemu dengan bayiku sendiri. Kemudian Dama akan mengirimku kembali ke Indonesia dan mengurus perusahaan mereka di sana. Alih-alih mengurus anak

"Aku tidak diperbolehkan menemui anakku? Apa-apaan ini?"

"Apakah kamu keberatan?"

"Tentu saja. Aku yang mengandung anakku. Bagaimana mungkin aku tidak diperbolehkan menemuinya?"

"Kamu hanya mesin,Vina. Aku akan segera menikahi Vanessha. Anakku hanya boleh memanggil Vanessha sebagai ibu. Kamu ... tidak sama sekali,"

Aku mendengus tidak percaya. Kodratku sebagai wanita benar-benar hancur. Dama brengsek. Aku benar-benar keliru berpikir Dama telah berubah. Dia bahkan menjadi lebih kejam. Aku sudah menduga itu. Dama tidak benar-benar bersikap baik padaku. Kedua mataku berkaca-kaca dengan refleks. Meski aku tidak bisa menerima kenyataanku hamil sejak awal, tetapi bayi ini tetap saja bayiku. Bagaimana mungkin seorang ibu mampu memisahkan diri dari anak kandungnya sendiri selain kematian yang memisahkan?

"Egois sekali kamu menyebut bayiku hanya anak kamu. Apakah kamu pikir pacar kamu itu bisa menyayangi bayi ini? Apakah kamu...,"

"Jangan berbicara omong kosong. Aku mengenal Vanessha jauh lebih baik dari kamu. Selain itu, kamu tidak berada di posisi bisa tawar-menawar denganku,"

Aku menggelengkan kepalaku tidak percaya. Kedua mataku menangkap poin selanjutnya yang berisi bahwa Dama boleh meniduriku lagi sewaktu-waktu kalau dia menginginkan anak selanjutnya. Shit! Dama benar-benar setan. Aku merobek kertas itu tepat di hadapan Dama

"Aku tidak pernah menyetujui perubahan ini. Uang satu triliyun kamu itu tidak bisa ditukarkan dengan anak yang lahir dari rahimku!" tolakku dengan tegas

"Apakah kamu pikir aku menjadi lunak hanya karena aku memperlakukanmu sedikit lebih baik? Kamu tidak sedang berada dalam posisi bisa menolaknya,Vina. Semua itu adalah keharusan. Aku sudah membayar mahal untuk itu. Kembalikan uangku dulu kalau kamu mau menolaknya," balas Dama dingin

Aku menahan sekeras mungkin keinginanku untuk menampar Dama sementara laki-laki itu meninggalkanku sendirian di ruangannya yang dingin. Aku mengigit bibirku dengan resah. Aku harus memikirkan cara untuk terlepas dari masalah ini. Tunggu. Apakah aku harus mengancam Dama menggunakan bayiku? Oh Tuhan! Aku mengelus perutku dengan tangan gemetar. Memikirkan diriku yang harus pisah dengan bayiku membuatku frustasi berat

Langkah pertama yang kulakukan adalah melakukan semua hal yang Dama larang yaitu membersihkan rumah sendiri. Aku mulai mencuci pakaian dan memasak sendiri. Selain itu, aku menolak dibawa ke spa oleh asisten pribadi Dama. Aku benar-benar berniat membangkang. Aku sengaja membuat keributan di tengah malam entah itu mencuci ulang piring yang telah bersih atau menyapu

Tindakanku berhasil menarik perhatian Dama. Aku mendapati rahangnya mengeras ketika mendekatiku. Kupasang raut wajahku yang paling datar

"Apakah kamu sedang mencoba melawanku?" tanya Dama terdengar kesal

"Omong kosong apa yang sedang kamu bicarakan?" balasku acuh sambil berjalan melewati Dama. Dia menarik lenganku hingga menghadapnya. Aku menemukan kemarahan di mata Dama ketika bertanya,"berapa kilo kamu kurusan? Kamu berniat membunuh bayiku?"

"Apakah kamu punya rahim menampung bayi ini? Kamu berbicara seolah-olah bayi ini hanya milik kamu seorang," dasar kejam. Aku mengepalkan jemari tanganku dengan marah

"Berhenti membuat kericuhan, hm? Aku bahkan sudah membayar mahal dua asisten itu hanya untuk mengawasi kamu!" tukas Dama mengetatkan gengamannya pada lenganku. Rasanya sakit tetapi aku tidak ingin Dama mengetahuinya

Kuangkat daguku tinggi-tinggi lalu membalas,"aku tidak meminta kamu melakukannya untukku!"

"Aku tidak melakukannya untukmu,Vina, aku melakukannya untuk bayi di dalam kandunganmu itu!" Dama marah. Bagus. Aku berhasil membuat Dama marah

"Kita adalah satu paket. Ketika kamu melakukannya untuk bayi ini, berarti kamu melakukannya untukku juga. Aku meragukan cintamu pada bayi ini. Bagaimana kamu bisa sangat mencintainya sementara kamu sangat membenciku?"

"Apakah kamu ingin berkata bahwa aku mencintai kamu dan...."

"Aku ragu berapa nilai bayi ini bagimu? Kamu terbiasa membagi-bagi nilai seseorang dalam hidup kamu! Aku akan menceritakan betapa buruknya ayah yang akan dia miliki. Kamu tidak lebih dari seorang monster,Dama, aku membencimu,"

"Aku tidak peduli perasaanmu padaku. Yang harus kamu lakukan adalah menjaga bayi itu agar sehat. Jadi, hentikan sikapmu itu sebelum aku bertindak lebih jauh. Aku sudah warning kamu,"

Dama melepaskan tanganku dengan kasar tetapi dia tidak meninggalkan dapur. Aku menjadi kesal sendiri karena aku juga sudah kehilangan cara untuk mengubah jalan pikiran Dama. Bahkan kupikir hatinya tidak akan tergerak meski aku mati sekalipun. Jantungku membara. Aku terlalu frustasi hingga merasa tidak puas sebelum aku melempari Dama dengan air dapur

Dama terkejut. Wajahnya memerah. Aku terlalu takut Dama akan menampariku meski sebenarnya ini adalah jalan terakhir yang bisa kulakukan yaitu membuat Dama semarah mungkin lalu mengusirku ke luar dari apartemen ini

Aku bergegas menarik diriku menjauh dari dapur. Aku baru akan menutup pintu kamarku saat Dama menahannya dengan tangannya. Kekuatannya yang besar sama sekali tidak ada tandingannya. Dia mengunci pintu kamarku dengan tatapan mengerikan. Aku menelan ludahku dengan sulit. Shit! Apakah aku benar-benar kelewatan tadi? Ah, aku membangun macan yang sedang tidur

Kupikir Dama akan menamparku, mengusirku atau bahkan yang terburuknya adalah menyiksaku tetapi Dama tidak bereaksi meski aku telah menunggu selama lima menit. Dia hanya berdiri melihatku dengan tatapan tajamnya. Dia terlihat sedang berpikir keras. Kediaman Dama justru lebih mengerikan lima kali lipat karena aku tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan

Firasatku memburuk ketika Dama berjalan mendekatiku. Aku tahu bahwa aku seharusnya mencari jalan keluar terbaik tetapi Dama benar-benar melumpuhkanku melalui tatapannya. Dia berhenti melangkah tepat ketika kakinya menabrak kakiku. Aku baru akan membuka bibirku ketika Dama menempelkan bibirnya di bibirku

Dama mencium bibirku! Laki-laki itu menarik pinggangku mendekat hingga perutku menempel perutnya. Dia menahan kedua tanganku yang ingin memberontak hanya menggunakan satu tangannya. Tiba-tiba aku menjadi down. Bayangan Dama meniduriku membuatku gila. Aku kembali teringat saat Dama memintaku membuka bajuku dan bagaimana dia meniduriku membuatku menangis. Sial. Dama brengsek. Aku mencoba mendorong Dama tetapi dia selalu punya cara menahanku. Dia bahkan mendudukiku di kasur tanpa menghentikan ciuman itu. God! Aku tidak mampu mengingat itu terus. Tubuhku bergemetar di bawah Dama. Wajahku memucat

Dama baru menghentikan ciuman itu ketika merasakan sesuatu 'tidak beres' terjadi padaku. Aku sudah dipenuhi air mata ketika kedua pasang mata kami beradu. Sumpah, aku tidak pernah menyangka reaksiku akan seperti ini jika Dama menciumku. Ini bahkan lebih buruk dari kenyataanku hamil. Ternyata Dama benar-benar menyisakan ingatan yang benar-benar buruk di otakku

Aku tidak tahu mengapa Dama menyeka air mataku padahal dia lah satu-satunya orang yang menjadikanku seperti ini. Aku terlalu marah tetapi aku tidak memiliki tenaga melawan Dama. Perubahan emosi mendadak ini membuatku malu dengan diriku sendiri. Aku malu karena Dama tahu dia berhasil meninggalkan bekas mendalam padaku. Dia berhasil melukaiku. Tidak. Dia berhasil melukaiku dan anakku

"Aku akan melakukan ini lagi kalau kamu melawanku,Vina. Jadi, bijaksanalah," gumam Dama

Aku berpura-pura tidak mendengarnya. Aku menulikan telinga dan membutakan mataku dari Dama hingga Dama meninggalkan kamarku. Tangisku pecah ketika itu. Bahu naik turun. Aku tidak bisa menahan emosiku barang kali sedetik saja jika itu adalah mengenang masa lalu 'itu'. Kurebahkan tubuhku di kasur sambil menutup wajahku.

Vina.... kamu kenapa?!

***

Napsu makanku menghilang keesokkan harinya. Aku hanya minum susu di pagi hari lalu menghabiskan hariku di kamar. Aku terus menerus mengingat kejadian menjijikkan itu meski seberapa besar usahaku untuk melupakannya. Aku benar-benar tidak bisa melupakan itu!

Aku berniat untuk mendinginkan pikiranku dengan jalan-jalan saat Dama tiba-tiba masuk ke dalam ruanganku. Kepalaku refleks melirik jam dinding yang baru menunjukkan pukul dua sore. Mengapa Dama pulang kerja secepat ini?

"Kamu ngga makan lagi? Kamu benar-benar mau membunuh bayi kita?!" teriak Dama kesal

Kata kita yang disebut Dama membuat jantungku nyeri. Aku tidak kuasa menatap Dama jadi kuputuskan untuk berbaring dengan menutupi sekujur tubuhku dengan selimut. Aku tidak tahu bahwa dua asisten itu benar-benar cekatan dalam kegiatan lapor melapor pada Dama. Dama menarik selimutku dengan kesal. Aku belum pernah melihat Dama semarah itu sepanjang hidupku tinggal satu atap dengannya. Kedua matanya berapi-api. Aku kembali menarik selimut yang Dama ambil dari tanganku dengan niatan menyelimuti tubuhku lagi. Kali ini Dama membuang selimutku ke dalam keranjang pakaian kotor. Dia membuka pintu lebar-lebar lalu berkata,"aku mempersilahkan kamu untuk makan,Tuan Putri,"

"Aku tidak mau makan," jawabku singkat

"Apakah kamu gila? Yang makan bukan hanya kamu!" tukas Dama setengah menjerit

Aku terlalu terkejut hingga mengelus perutku dengan refleks. Dasar tidak berperasaan. Bagaimana bisa dia berteriak di hadapan anaknya sendiri? Aku terlalu malas untuk berbicara dengan Dama jadi kuposisikan tubuhku berbaring membelakangi Dama. Sikapku itu membuat Dama marah besar. Dia menarik tubuhku agar bangkit sementara aku melihat Dama melepaskan beberapa kancing pakaiannya

"Aku tidak peduli kalau kamu mau makan atau tidak tetapi aku peduli dengan bayi dalam kandunganmu," tukas Dama dingin

Aku tidak berani melihat wajah Dama. Entah mengapa rasanya begitu menyakiti hatiku. Aku merasa seolah sedang dicekik sampai kehabisan napas oleh Dama. Kemudian naluriku untuk melukai Dama begitu kental. Aku melangkah mendekati dapur lalu membuang semua makanan sehat yang sudah dimasak dua asisten rumah tangga di hadapan Dama

"Vina! Kamu!" Dama kehabisan akal. Laki-laki itu memijit pelipis kepalanya sebelum menarikku. Kedua tangannya meremas bahuku. Dia harus menunduk karena aku benar-benar tidak ingin melihat Dama. Aku sibuk menghindari diri dari tatapan Dama

"Apakah kamu mau kucium lagi?" tanya Dama terasa menusuk relung hatiku. Rasanya jantungku kejepit. Aku tidak kuasa menahan diri untuk tidak meneteskan air mataku lagi. Sial. Kenapa aku menjadi begitu cenggeng?! Aku mencoba mendorong tangan Dama dari bahuku tetapi dia tetap mengulangi hal yang sama

"Vina!"

Dama menjerit. Aku terkejut lagi. Kupaksakan diriku menatap Dama. Lalu pada detik berikutnya aku menyesali perbuatanku karena aku tidak bisa bergerak dari tatapan intimidasi Dama. Dama mengunci tatapan kami. Tatapan yang sama yang memaksaku membuka pakaianku. Tatapan yang sama yang meniduriku tanpa perasaan. Dia lah orang yang sudah melukai harga diriku

"Dama, tolong hentikan ini. Aku ingin beristirahat," ujarku lemah

"Tidak sebelum kamu makan," balas Dama

"Tidak bisakah kamu membiarkanku hari ini tanpa beradu mulut denganmu? Aku capek harus melihatmu dan terus menerus teringat uang satu triliyunmu. Aku lelah,Dam. Jadi tolong," aku mencoba mendorong Dama tetapi tubuhnya yang keras membuatku takut. Aku menahan napasku saat Dama mendekatkan wajahnya ke wajahku secara tiba-tiba. Kedekatan ini membuatku gemetar. Tak sadar aku mengengam erat kursi yang berada tepat di belakangku

"Apakah aku benar-benar perlu menciummu supaya kamu makan? Apakah kamu benar-benar serendah itu?" tanya Dama menusuk jantungku

Aku meneteskan air mata tidak percaya. Satu-satunya orang yang membuatku 'rendah' hanya Dama seorang diri. Aku masih tidak percaya bahwa aku mengandung anak dari laki-laki brengsek ini

"Aku akan lebih tidak bisa makan kalau kamu menciumku lagi. Silahkan saja mencobanya tetapi jangan menyesal setelah itu," aku baru selesai mengatakannya ketika Dama benar-benar menciumku lagi. Kedua mataku terbelalak. Aku menampar Dama dengan keras setelah Dama menghentikan ciuman itu

"Brengsek!"

"Aku tidak peduli. Sekarang, kita makan!"

Dama berencana membawaku keluar tetapi aku terjatuh sebelum Dama benar-benar membawaku keluar. Kursi yang menjadi satu-satunya penahanku juga ikut terjatuh. Dama terlihat terkejut. Dia langsung mengangkatku bangkit tetapi aku menolaknya dengan tegas

"Aku tidak mau makan,Dama! Aku tidak mau!" tolakku

Dama terlihat sama frustasinya denganku. Dia mengacak rambutnya yang rapi dengan satu tarikan napas kuat, lalu dia berjongkok tepat di hadapanku dan berkata,"apa yang bisa kulakukan untuk membuatmu makan?"

"Pergi... hanya dengan pergi dari hadapanku, pikiranku, dari hidupku,Dama. Aku membencimu. Aku benar-benar membencimu sampai rasanya sakit hanya melihatmu. Kenapa aku harus mengandung anakmu? Kenapa aku selalu menjadi alasan di balik uang satu triliyun kamu itu? Aku benci kamu,Dama, aku ...." aku hampir kehabisan napas mengatakan itu. Aku benar-benar kehilangan arah. Aku membutuhkan rangkulan seseorang untuk menenangkanku sampai Dama menarik tubuhku dengan lembut ke dalam pelukannya. Sekujur tubuhku bergemetar merasakan pelukan kali pertama yang Dama berikan padaku. Rasanya sakit namun menenangkan

Aku membenci kenyataan ini. Dama tidak pantas mendapatkan posisi di hatiku. Aku mencoba mengingatkanku lagi dengan itu. Tangisku pecah ketika Dama mengelus punggungku dengan lembut. Apakah ini hanya fiktif? Mengapa rasanya begitu nyata?

Dama menyeka air mataku ketika aku melepaskan diri darinya. Tatapan kami kembali beradu. Aku tidak tahu bagaimana cara Dama menenangkanku dari pelukannya tetapi tatapannya tetap saja melukaiku. Aku memalingkan wajahku sambil berkata,"aku tidak butuh belas kasihan kamu,"

Aku sedang bersiap bangkit ketika Dama tiba-tiba menahan pergelangan tanganku. Sebenarnya aku ingin mengacuhkannya. Aku ingin memberi Dama sumpah serapah yang belum pernah dia dengar keluar dari mulutku tetapi semuanya musnah begitu Dama bangkit berdiri dan memosisikannya di hadapanku tanpa melepaskan sentuhannya di pergelangan tanganku

"Mari kita rombak kontraknya," tukas Dama

Aku mendengus tidak percaya

"Kamu bahkan baru merombaknya semalam. Mau seberapa besar kerugian yang harus kuterima lagi darimu?" tanyaku frustasi

"Kali ini aku berjanji itu tidak akan merugikanmu lagi,"

Aku memberi Dama tatapan benciku padanya yang seolah mengatakan 'mari kita berhenti bermain-main'. Aku hendak masuk ke dalam kamarku sebelum Dama mengambil langkah besar agar berdiri tepat di hadapanku. Dia terlihat ragu-ragu. Aku belum pernah melihat Dama seragu itu. Dama menatapku setelah ragu-ragu dengan sesuatu di otaknya. Aku memutar kedua mataku dengan kesal

"Asal kamu mau makan .... aku akan memperbaharui kontrak. Aku ..... akan mengijinkanmu bertemu dengan bayi dan kita ... akan mendiskusikan perubahan kontrak bersama-sama," tukas Dama membuatku terkejut. Apakah aku tidak keliru mendengarnya? Dama mengijinkanku bertemu dengan baby?

Oh! Aku meneteskan air mataku pada detik Dama meninggalkanku. Aku terlalu bahagia sampai tidak bisa berkata apapun. Sementara di sudut ruangan aku mendengar Dama sedang menghubungi restoran terdekat dan memesan makanan dalam jumlah yang banyak. Jantungku berdegup kencang ketika kedua pasang mata kami kembali beradu. Keraguan mencekam jantungku dengan keras. Apakah aku bisa mempercayai Dama?

***

150+++ comments will update very soon!

Next part is the end of this cerbung.

Jangan baper apakah ini happy / sad ending :)

Happy reading guys!

Continue Reading

You'll Also Like

879K 81.2K 52
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
373K 20.4K 28
Mature Content ❗❗❗ Lima tahun seorang Kaia habiskan hidupnya sebagai pekerja malam di Las Vegas. Bukan tanpa alasan, ayahnya sendiri menjualnya kepad...
1.1M 106K 27
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...
549K 3.1K 24
Warning ⚠️ 18+ gak suka gak usah baca jangan salpak gxg! Mature! Masturbasi! Gak usah report! Awas buat basah dan ketagihan.