KALEIDOSCOPIC

Autorstwa prncch

682K 58.6K 6.7K

Vina tidak pernah menyangka perkataannya tentang laki-laki idaman semasa remaja benar-benar terjadi padanya... Więcej

(1) BERYL
(1A) BERYL
(1B) BERYL
(2) IGNEOUS
(2A) IGNEOUS
(2B) IGNEOUS
(2C) IGNEOUS
(2D) IGNEOUS
(3) IGNORAMUS
(4) OBLIVIOUS
(5) TYRANT
(6) PLETHORA
(6A) PLETHORA
(6B) PLETHORA
(6C) PLETHORA
(6D) PLETHORA
(6E) PLETHORA
(6F) PLETHORA
(6G) PLETHORA
(7) My Big Boss
(8) INCARNATE
(8A) INCARNATE
(8B) INCARNATE
(8C) INCARNATE
(9) DAME
(9A) DAME
(9B) DAME
(9C) DAME
(9D) DAME
(10)BERYL - 2
(10A) BERYL-2
(10B) BERYL-2
(10C) BERYL-2
(11) DREAMS
(11A) DREAMS
(11B) DREAMS
(12) GADAISA
(13) RAIN
(13A) RAIN
(13B) RAIN
(13C) RAIN
ATTENTION
THANKYOU
(14) HERE,LOVE
(14A) HERE, LOVE
(15) NECESSITY
(15A) NECESSITY
(15B) NECESSITY
(15C) NECESSITY
(15D) NECESSITY
(15E) NECESSITY
(16) DAY DREAM
(16A) DAY DREAM
(16B) DAY DREAM
(16C) DAY DREAM
(16D) DAY DREAM
(16E) DAY DREAM
(16F) DAY DREAM
(16G) DAY DREAM
INFO LAPAK BARU
(17) Fool Again
(17A) Fool Again
(17B) Fool Again
[ASKING SESSION] FOOL AGAIN
[ANSWERING]
(18) My Boss and Me
(19) STARLIGHT
(19C) STARLIGHT
(19D) STARLIGHT
(19E) STARLIGHT
(19F) STARLIGHT
(20) Be With You
(20A) Be With You
(20B) BE WITH YOU
(20C) BE WITH YOU
(20D) BE WITH YOU
(21) IF
(21A) IF
(21B) IF
(21C) IF
(21D) IF

(19B) STARLIGHT

4.3K 622 96
Autorstwa prncch

AKu bukanlah seseorang yang dapat merubah racun menjadi madu karena aku sadar kisah kira adalah hal tabu yang jauh dari kata restu." - unknown

***

Sekujur tubuhku merinding begitu pesawat landing di Ngurah Rai International Airport. Gadis batinku berteriak 'God! I'm in Indonesia after fourteen years!'. Perasaan bahagia dan haru menguasai perasaanku tetapi aku mencoba menutupi perasaanku di dekat Dama. Dama menghabiskan waktu belasan jam dengan tidur, menonton dan memainkan ponselnya. Dia bahkan tidak menghabiskan satu detik pun hanya untuk melihatku sementara aku hampir mati kebosanan di dalam pesawat. Aku tidak memiliki teman bicara.

Kami sedang menunggu jemputan saat aku tiba-tiba penasaran sampai berapa lamakah kami akan berada di Bali? Aku berniat menanyakannya setelah Dama mengakhiri panggilannya. Hem. Dia bahkan masih saja sibuk saat 'liburan'. Aku memalingkan wajahku sambil memeluk tubuhku sendiri.

Dama tidak memanggilku ketika mobil kami telah tiba. Dia masuk ke dalam mobil tanpa memberitahuku. Beruntung aku menyadarinya tidak lama kemudian. Suasana di dalam mobil benar-benar awkward. Aku mencoba peruntunganku dengan menyuarakan rasa penasaranku

"Berapa lama kita akan berada di sini?" tanyaku

"Satu minggu," jawab Dama singkat

Aku mengangguk mengerti. Dama langsung memalingkan wajahnya setelah itu seolah dia tidak ingin terlibat pembicaraan lagi denganku. Huh. Aku ikut memalingkan wajahku sambil memandang ke luar jendela mobil. Satu minggu? Apa saja yang bisa kami lakukan selama itu? Dama tidak mungkin repot-repot mau mengajakku berjalan-jalan bukan?

"Persiapkan dirimu. Aku akan kembali agak sore nanti," tukas Dama begitu kami meletakkan tas kami di kamar hotel

"Kamu mau ke mana?" tanyaku refleks

Dama terlihat tidak menyukai pertanyaanku. Dia tidak menjawab seperti biasa dan meninggalkanku seorang diri di dalam kamar. Sikap dinginnya membuatku marah dan juga sedih. Aku tidak punya pilihan lain selain menonton siaran televisi. Tiga jam sudah berlalu. Aku benar-benar bosan. Kulirik jam dinding yang baru menunjukkan pukul dua sore. Kuputuskan untuk mengelilingi hotel daripada terkurung di kamar.

Permandangan hotel tidak melebihi waktu dua jam untuk kukagumi. Setelah itu aku kembali merasa hampa. Apakah aku bisa jalan-jalan ke luar hotel? Tetapi aku bahkan tidak punya uang untuk itu. Sial. Seharusnya aku membawa kartu atm ku bersamaku saat menikah dulu. Alhasil aku tidak punya apa-apa sekarang. Apakah papa dan mama puas?! Aku berteriak dalam hati sambil mengusap pipiku dengan frustasi

Secercah ide terlintas ketika aku melewati kolam renang. Kuangkat kepalaku melihat langit yang belum sepenuhnya gelap. Apakah aku masih sempat berenang? Hum. Kuurangkan niatku dengan keras sebelum kembali ke kamar. Dama belum kembali seperti dugaanku. Aku terlalu lelah untuk memikirkan kemungkinan Dama berada.

Kurendam diriku di bathtub sambil memejamkan kedua mataku. Pemikiran 'malam pertama' tiba-tiba mengusikku dengan luar biasa. Dama... akan melakukan seks denganku malam ini. Oh! Dewi batinku bergetar hebat. Wanita seusiaku tentu tidak lagi asing dengan 'seks' (meski aku sendiri belum pernah melakukannya) tetapi aku tidak pernah menduga akan melakukannya bersama Dama yang notabane merupakan suamiku.

Bagaimana kalau aku hamil? Bagaimana Dama akan memperlakukan anak kami? Apakah Dama akan mencintainya? Ataukah dia akan membuangku setelah aku melahirkan satu, dua atau tiga orang anak?

Pikiranku terlalu berkecambuk. Aku tidak berhenti menyalahkan kedua orang tuaku. Aku tidak berhenti menangisi nasib malangku. Mengapa wanita secerdas sepertiku harus berakhir mengenaskan seperti ini? Mengapa aku harus menikah dengan Dama? Mengapa tidak kakak-kakakku saja? Mengapa harus anak bungsu yang harus berkorban demi ekonomi keluarga?

Aku terlalu lama larut dalam pikiranku sampai kurasakan sebuah tangan menyentuh bahuku. Aku terkejut setengah mati menemukan Dama sedang melihatku dengan sorot datar.

"Cari lokasi yang lebih strategis kalau kamu mau bunuh diri," tukas Dama dingin

Sebelah alisku terangkat. Bunuh diri? Hem. Aku belum pernah memikirkan gagasan itu sama sekali. Aku melirik bathtub dan menemukan busa sabunku hampir habis, yang mana tubuhku hampir terekspos seratus persen. Aku langsung menutupi dengan tanganku sambil memalingkan wajahku. Ah, ini memalukan. Aku bahkan tidak berani membuka kedua mataku sebelum Dama pergi.

Aku bergegas membungkus tubuhku dengan pakaianku, yang ternyata tidak mampu menahan suhu tubuhku yang dingin. Shit. Berapa lamakah aku berendam tadi? Bibirku membiru. Aku gemetaran luar biasa. Karena itu aku tidak berani ke luar dari toilet. Aku mencoba memanaskan suhu tubuhku dengan menggosok kedua jemari tanganku dan menempelkan hawa panas itu di leherku

Dama sedang menikmati permandangan di balkon kamar ketika aku ke luar dari kamar mandi. Dinginnya pendingin ruangan membuatku gemetaran. Sial. Sepertinya Dama sengaja mengatur pendingin ruangan agar membuatku kedinginan. Kendati demikian aku mencoba bersikap seolah aku tidak sedingin itu di hadapan Dama

Dama membalikkan badannya pada detik di mana aku duduk di kasur. Dia berjalan mendekatiku. Tatapannya setajam elang. Aku hampir muntah darah karena tatapan itu

"Lepas pakaianmu," tukas Dama

Jantungku bak berhenti berdegup. Apakah .... kita akan melakukannya sekarang?

"Apakah kita akan melakukannya sekarang?" tanyaku refleks

"Lepas pakaianmu,Vina, sebelum aku yang akan merobeknya," jawab Dama dingin

Shit! Dasar laki-laki tidak berperasaan. Aku bahkan belum benar-benar menyiapkan diriku. Sebenarnya aku ingin menolak Dama, aku ingin mengungkapkan ketidaksiapanku dan keinginanku agar menundanya setidaknya sampai beberapa hari ke depan, tetapi Dama dengan tatapannya membuatku mati kutuk. Dia menatapku dengan sorot benci lalu berkata,"aku sudah bayar satu triliyun atas dirimu. Jangan buat aku mengulanginya untuk ketiga kalinya,"

Kodratku sebagai wanita terluka tetapi aku sama sekali tidak punya pilihan lain. Dama benar-benar kejam. Aku mengutuknya dalam hati sambil membuka pakaianku. Tanganku bergemetar. Apa bedanya aku dengan pelacur? Dama benar-benar memperlakukanku seperti pelacur. Aku meringis dalam hati

"Shit!" Dama mengumpat. Dia merobek pakaianku pada detik selanjutnya. Mungkin aku terlalu 'lambat' baginya. Dia menarik leherku sebelum mencium bibirku. Ciumannya yang terkesan kasar dan tidak berperasaan terasa menggetarkan relung hatiku. Itu adalah ciuman pertamaku!

Aku mencoba mendorong Dama tetapi Dama berkekuatan lebih besar dariku itu pun menarik tubuhku agar merapat padanya. Ciumannya turun di leherku sebelum bergerak jauh turun menuju payudaraku. Samar-samar aku mendengar Dama mengerutu. Dia melepas celanaku sebelum memulainya. Selamat datang neraka...

***

Aku menyembunyikan diriku di dalam kamar mandi pasca kegiatan seks kami. Rasanya sakit dan perih, terutama hatiku. Aku merasa hina dan tidak berharga sama sekali. Dama memperlakukanku begitu buruk. Dadaku penuh dengan rasa sakit. Aku seperti kehilangan cara untuk bernapas. Rasanya begitu sesak dan panas hingga tidak sadar aku telah meneteskan air mata. Dama brengsek. Aku benar-benar membenci laki-laki yang sudah memperkosaku. Sial. Aku tidak bisa menghentikan memori beberapa menit yang lalu saat Dama mengambil segalanya dariku. Segalanya terasa sangat sadis.

Aku memejamkan kedua mataku sambil menceburkan kepalaku di westafel sampai pada detik aku berpikir aku akan mati, aku mendapati diriku sendiri mengangkat kepalaku dari westafel yang berisi air. Penampilanku terlihat benar-benar acak-acakan. Aku menunduk dengan pasrah. Perutku tiba-tiba berbunyi. Aku lupa bahwa aku belum makan apapun sejak siang tadi.

Dama terlihat sudah membersihkan dirinya. Aku tidak tahu di mana dia membersihkan diri karena sejak tadi aku menggunakan kamar mandi. Hari mulai gelap. Dama sedang sibuk bekerja sambil sesekali mengotak-atik ponselnya

Aku sendiri dilanda dilemma. Aku benar-benar lapar sampai rasanya hampir mati apalagi setelah kegiatan terkutuk itu tetapi aku malu meminta Dama untuk membelikanku makanan. Apakah ada sebaiknya aku mati kelaparan? Ah, ini bukan waktu yang tepat untuk bunuh diri, pikirku.

Kamar kami berbunyi tepat setelah aku mendekati Dama. Aku mendapati seorang bellboy mengantarkan pada kami beberapa makanan khas Indonesia. Perutku langsung berbunyi keras. Aku mau makan! Tetapi aku cukup malu untuk menanyakannya pada Dama. Harumnya terasa membunuhku. Aku mengigit bibirku dengan resah.

Lima belas menit sudah berlalu tetapi Dama belum mengeluarkan pernyataan apapun. Dia hanya fokus bekerja sampai-sampai aku ingin menendangnya. Persetan dengan egoku! Aku menghampiri Dama dan bertanya,"apakah itu makan malam kita?"

Dama hanya mengangguk tanpa mengeluarkan suara. Itu cukup bagiku. Aku langsung menyantap makanan itu untuk mengisi perutku yang kosong. Dama memesan cukup banyak menurutku dan aku berani menjamin seratus persen bahwa Dama tidak akan memakan makanan yang telah kucicipi. Maksudku, dia tidak pernah ingin makan bersamaku. Rasanya aku seperti parasit baginya. Huh!

Dama bangkit berdiri tepat setelah aku memakan ke sepuluh tusuk sate ayam. Dia mengambil jaketnya lalu meninggalkan kamar tanpa mengucapkan satu patah katapun padaku. Napsu makanku tiba-tiba menguap entah ke mana. Hubungan semacam apakah yang kita miliki? Perasaanku dilanda rasa sedih yang luar biasa saat memikirkannya.

Aku tidak kuasa menahan air mataku begitu memikirkannya. Makanan yang lezat tadi terasa hambar bagiku. Tetapi aku tetap melanjutkan makanku sampai habis. Selain aku tidak boleh menyia-nyiakan makanan, aku juga harus mengisi perutku sebagai antisipasi jika Dama tidak memberiku makan besok.

Dama belum kembali meski jarum jam dinding telah menunjukkan pukul dua dini hari. Ke mana kah laki-laki itu? Okay. Aku memang membenci Dama atas sikapnya baru saja tetapi aku juga sedikit mengkhawatirkan keberadaan Dama. Setidaknya aku masih memiliki sedikit kekhawatiran padanya dibalik kebencianku padanya

Tidurku menjadi gelisah sehingga kuputuskan untuk menonton siaran televisi tetapi pikiranku masih saja kacau. Aku masih gelisah. Meski sebenarnya aku yakin Dama tidak mengalami kecelakaan dan lain sebagiannya, tetapi aku khawatir di manakah tepatnya Dama berada?

Kupikir aku membutuhkan udara segar. Jadi kuputuskan untuk berjalan-jalan di sekitar hotel dengan penampilan yang seadanya. Ternyata di luar dugaanku, keadaan di luar kamar sangat ramai meski hari hampir menunjukkan pukul tiga pagi. Kedua mataku sontak mencari-cari keberadaan Dama

Udara dingin terasa menusuk tulang-tulangku. Aku mulai menyayangkan tidak membawa baju hangat dari London. Aku melihat tanda-tanda keramaian di club yang berada di dalam hotel. Kulirik pakaianku sambil menimang-nimang. Apakah aku pantas masuk di dalam Club dengan pakaian seperti ini? Hum. Kuurungan niatku itu dengan mengubah haluanku ke lapangan yang berada di tengah-tengah hotel

Aku menemukan pesta barbeque yang sedang dilaksanakan di lapangan. Semula aku ingin melewatinya begitu saja tetapi aku tidak sengaja mendapati Dama berada di tengah-tengah itu. Udara semakin dingin tetapi Dama tidak mengenakan jaket yang dia bawa tadi. Hem. Aku melirik sekeliling Dama dengan lebih teliti dan menemukan Vanessha berada di antara mereka. Wanita cantik itu mengenakan jaket hitam Dama.

Aku terkejut dan menjadi speechless. Vanessha berada di Bali juga? Lalu apakah itu semua adalah teman-teman Dama? Dama terlihat tertawa lepas bersama mereka. Dia terlihat sangat nyaman berada di sana hingga rasanya menusuk jantungku

Seseorang menunjuk ke arahku sambil berbisik-bisik. Seketika tawa yang terdengar di telingaku itu pun berhenti. Semua orang dari kumpulan itu melihat ke arahku, tak terkecuali Dama. Shit! Apakah mereka menyadari keberadaanku? Aku bergegas membalikkan tubuhku dan mengambil langkah besar kembali ke kamar

Seseorang menarik tanganku dengan cukup keras sampai aku hampir jatuh. Dama adalah pelakunya. Selalu begitu. Aku cukup terkejut dengan langkah Dama yang begitu cepat

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Dama

"Aku hanya kebetulan lewat," jawabku gugup

"Kalau gitu, bergabung saja dengan kami. Kamu lapar bukan?" tukas Dama sambil menarikku ke dalam kerumunan itu meski aku belum mengiyakannya. Tindakan Dama menyalakan alarm bawah sadarku. Bahaya. Benar-benar bahaya. Entah mengapa aku menyadari bahwa Dama mungkin sudah merencakan sesuatu di otaknya, sesuatu misterius yang menyakitkan.

"Ah, jadi ini istri lo?" tanya seseorang yang menyadari keberadaanku terlebih dahulu tadi

Dama mengangguk tanpa menjawab. Laki-laki itu melepaskanku dan beralih di dekat Vanessha. Wanita itu melirik ke arahku sekali sebelum kembali bercakap-cakap dengan teman-temannya. Aku menduga bahwa dia juga membenciku

"Gimana rasanya jadi istri dari Dama? Pasti menyenangkan yah merebut seorang laki-laki. Sayangnya Dama ngga kebal sama lo. Dia tetap kepincut sama Vanessha, ups." Seorang wanita berambut abu-abu itu menghampiriku. Dia menilai diriku dengan terang-terangan dari atas sampai bawah

"Btw, lo tahu ngga kalau Dama treat kita semua di sini? Dia muak sama lo kali ya, ha ha ha," lanjutnya

Seorang wanita berpakaian cukup seksi dengan rambut pirang menghampiriku. Dia memberiku tatapan mencela sambil menggelengkan kepalanya,"cepetan hamil deh lo supaya Vanessha bisa balik sama Dama. Penganggu banget sih lo. Muka lo aja pas-pas-an,"

Wajahku memerah. Sialan. Ternyata ini adalah tujuan Dama membawaku ke mari. Teman-teman Dama pasti membenciku. Karena itu Dama ingin mereka menyerangku. Aku mengepalkan jemari tanganku dengan marah

"Berapa lo dibayar Dama? Lumayan juga," seorang laki-laki berambut hitam dengan kacamata minusnya menghampiriku. Dia bahkan terang-terangan menelanjangiku melalui tatapan matanya

"Ngga malu elo jual diri elo sama Dama? Ups. Lo pelacur mahal ya, ha ha ha," lanjut wanita berambut pirang itu

Dama tiba-tiba menginterupsi. Dia membawakanku jagung bakar sambil tersenyum padaku dan berkata,"mau?"

God! Aku mau menangis. Aku benar-benar membenci Dama sampai rasanya aku ingin membunuhnya. Bagaimana mungkin Dama masih bisa tersenyum padaku? Memikirkan bagaimana aku akan memiliki 'mini Dama' membuat darahku tersendat di pembuluh darahku. Aku mengangkat tanganku, hendak menampar Dama, sebelum wanita berambut abu-abu itu menahan tanganku

"Tangan murahan elo nggak pantas nyentuh Dama kita. Sadar ngga sih lo itu parasit di hidup Dama?" tukasnya

"Enyah aja deh lo!" lanjut wanita berambut pirang itu

Dama hanya tertawa. Dia melangkah mundur dan memutuskan menyaksikan 'adegan menyenangkan' ini dari jarak dua meter jauhnya dariku. Dua wanita gila itu mulai mencecarku dengan pertanyaan yang kasar. Aku ingin membunuh mereka, pikirku marah. Aku ingin menarik rambut mereka dan mematahkan tulang mereka. Aku ingin membunuh mereka semua. Oh Tuhan! Aku benar-benar malu dan hancur!

"Okay. Okay. Stop guys. Anak orang bakal nangis bentar lagi," Dama melerai kami. Dia berdiri di tengah-tengah kami. Kedua wanita gila itu pergi ke tempat semula mereka setelah Dama menatap mereka

Dama membalikkan badannya melihatku. Dia masih tersenyum manis padaku. Aku memalingkan wajahku sambil mengepalkan tanganku. Aku bersumpah tidak akan pernah memaafkan Dama. Tidak. Tidak akan pernah. Aku benar-benar membencinya.

"Gimana kalau kamu balik ke kamar? Tempat kamu bukan di sini," tukas Dama dingin

"Kamu akan menyesalinya,Dam. Aku bersumpah," brengsek. Aku meninggalkan Dama setelah mengatakan itu. Langkahku terasa tidak pasti. Aku tidak bisa kembali ke kamar apalagi kamar itu mengingatkanku dengan kegiatan menjijikkan itu. Kuputuskan berjalan menuju kolam renang. Kurendam kakiku ke dalam air sambil menengadahkan kepalaku menatap langit Indonesia, hingga aku tidak menyadari bahwa setetes air mata mulai jatuh, disusul dengan isakan tangis pada detik berikutnya

Mengapa Dama begitu kejam padaku? Apa salahku? Bukankah Dama juga yang setuju dengan pernikahan ini? Dia tidak pernah menolaknya sejak semula tetapi dia selalu mempersulitku.

Aku memejamkan mataku sambil merasakan degupan jantungku sendiri di tengah tempat sunyi ini. Semilir angin membuat rambutku bertebrangan. Aku menarik napas pelan setelah isakan tangisku telah berhenti. Jemari tanganku saling bertautan kemudian pada detik berikutnya aku menyuarakan doaku. Tolong tunjukkan jalan padaku untuk menghancurkannya.

***


Czytaj Dalej

To Też Polubisz

294K 1.2K 16
⚠️LAPAK CERITA 1821+ ⚠️ANAK KECIL JAUH-JAUH SANA! ⚠️NO COPY!
2.9M 302K 50
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
3.4M 49.7K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
1.5M 135K 48
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...