Haruka kembali menghampiri Rodin Hauser, shensin keling yang dibopong oleh Tias. Ia tampak terluka cukup parah, Haruka menemukan dua tulang iganya patah.
"Apa kau punya potion?" tanya Haruka.
"Aku punya beberapa," jawab Rodin. Ia mengeluarkan potion dari tas kecil di paha kanannya dan diberikannya pada Haruka.
Haruka menghunuskan wandanya. "Hydroxyapatiter ...," gumamnya mengucap mantra.
Raungan meledak dari mulut Rodin, nafasnya pun tampak menggebu dam berat. Ia tidak menyangka pengobatan Haruka akan sesakit ini. Dari dalam dada, serpihan-serpihan tulang yang patan bergerak dengan sendirinya dan tersusun kembali membentuk tulang utuh. Setelah itu, Haruka menyirami bagian rusuk Rodin yang terluka dengan potion yang ia terima tadi. Cairan merah itu meresap masuk ke dalam tubuh dan mengobatinya dari dalam. Terakhir, Haruka menyirami Rodin dengan mantra cure sebagai penutup pengobatan.
Rasa sakitnya kini sudah mereda dan Rodin pun mulai menstabilkan nafas. Tak lama setelahnya, Pangeran Richard datang menghampiri.
"Hey, kau kulit hitam. Apa kau mengenali dua orang itu?" Yang dimaksud Pangeran tak lain adalah Erix dan Lucius.
Sebenarnya pertanyaan itu lebih cocok diajukan pada Haruka. Namun, katena ego yang tinggi, Pangeran memilih Rodin.
Rodin menggeleng. "Tidak, pangeran."
"Lalu, kenapa kau begitu yakin kalau mereka adalah orang yang kuat?"
"Tidak seperti mahluk lain, kami ras werebeast memiliki insting yang sangat tajam jika ada bahaya yang mendekat. Orang yang bernama Lucius, memiliki senjata aneh yang belum pernah digunakan oleh siapapun di dunia ini, aku melihatnya sendiri saat di pasar. Sedangkan Erix, instingku memaksaku untuk jangan berada di dekatnya. Ia seakan memancarkan aura yang sangat mengerikan. Aku merasakannya saat rapat shensin pagi tadi. Karena itulah aku yakin mereka bukan orang sembarangan," jelas Rodin.
Pangeran Richard diam, ia mencerna apa yang dikatakan shensin kulit hitam itu.
"Dan juga, Pangeran," lanjut Rodin. "Sebelumnya mereka pergi ke Dungeon Rumah Fantasma Amity, dan sekarang mereka sudah di sini. Menurut Anda, apa yang sudah mereka lakukan di dungeon rumah vampire itu?"
Dungeon itu sudah disucikan, namun Pangeran Richard menolak kenyataan itu. Meskipun ia tahu hal itu bisa saja terjadi jika dihubungkan dengan Dungeon Candi Goblin. "Itu hanya asumsimu saja. Kau hanya melebih-lebihkan," ujarnya akhirnya, dan ia meninggalkan Rodin yang masih terbaring memulihkan tubuhnya.
*****
"Apa maksudmu? Kau adalah orang paling dekat denganku. Kau juga satu-satunya orang yang lebih tahu sejauh mana kekuatanku, kemampuanku, daya tahanku, sifat dan pemikiranku. Aku bukanlah seorang pangeran yang harus selalu kau lindungi, Lucius. Sejak kaki kita menginjak dunia ini, jalan hidupku, aku yang tentukan sendiri. Jika aku dalam kesusahan dan masalah, itu adalah tugasmu untuk membantuku. Begitu pula sebaliknya. Kau tidak sekedar pelayanku Lucius, kau juga sahabat terdekatku."
Seketika Lucius membungkuk dalam penuh hormat. "Aku akan melakukannya dengan senang hati, Tuan."
"Baiklah." Erix dan Lucius tiba di tempat tujuan mereka. Monster bertentakel tampak sibuk mengibaskan tentakelnya ke segala arah. "Sekarang, apa yang harus kita lakukan dengan gurita raksasa itu?"
Tatapan kedua mata Erix dan Lucius sekarang tertuju pada sesosok mahluk gurita raksasa. Sebenarnya, mahluk ini tidak bisa di sebut gurita sepenuhnya, karena penampilanya sedikit berbeda dengan gurita pada umumnya.
Mahluk ini memiliki tentakel yang sangat banyak dengan alat penghisapnya berwarna merah. Kepalanya runcing dengan dua sirip disisinya seperti tubuh cumi-cumi. Secara keseluruhan, tubuhnya berwarna putih kekuningan dan bola matanya berupa cahaya kuning pada wilayah muka yang gelap.
Jika ingin mencari mulut, kemungkinan terletak di balik tentakel di bagian bawah tubuhnya. Dengan wujut fisik seperti itu, dipastikan bahwa gurita raksasa ini adalah Kraken. Bos penjaga pintu gua di cabang gua yang lain.
Erix belum melangkah maju, tangannya masih sibuk memegang ponsel pintarnya dan merekam monster tersebut. Ia tersenyum sumringah seperti melihat pertunjukan antraksi hebat yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
Ada empat orang sedang bertarung dengan Kraken ini. Mereka adalah dua orang laki-laki mengenakan heavy armor dengan perisai yang besar, seorang wanita penyihir dan seorang wanita yang bertarung digaris depan dengan pedangnya. Dari rambut kuning kemerahannya yang khas, mereka bisa menebak bahwa wanita itu adalah Selina.
Selain empat orang itu, ada dua orang lagi yang tergeletak tak jauh dari sana. Yang satu laki-laki berzirah samurai dan satunya lagi adalah wanita. Entah kedua orang itu sudah tidak bernyawa atau masih hidup. Namun, sepertinya kelompok Selina terlalu sibuk sehingga mereka tidak sempat memerikasa keadaan kedua orang tak sadarkan diri itu.
Kraken tampaknya sedang bersenang-senang. Ia mengayunkan tentakelnya dengan cepat seperti cambuk untuk menyerang lawannya. Baginya, empat orang yang ia hadapi sekarang tidak lebih dari sekelompok monyet yang sedang menari. Ia benar-benar menikmati waktu bermainnya.
Sebuah cambukkan keras melesat ke arah Selina. Saking cepatnya ayunan tentakel itu, Selina tidak menyadari arah serangan tersebut. Tapi, sebelum tentakel itu menyapu tubuh wanita itu, Lucius muncul dan memotongnya dengan pedang Keluaga Slavius yang ia pegang.
"Kau harus waspada dengan belakangmu, Nona," kata Lucius sambil mengibaskan pedangnya untuk membersihkan darah pada pedang tersebut.
Darah tumpah dari bekas potongan dari tentakel, memberi warna merah pada lantai gua. Kraken meraung kesakitan. Ia menggelepar membabi buta.
"Kau? Apa yang ia lakukan disini?" tanya Selina ketus.
Shensin yang lain kaget dengan kedatangan Erix dan Lucius ini. Seharusnya mereka sudah ditinggal, namun dua orang itu kembali dan membantu. Setidaknya itulah yang mereka pikirkan.
"Sekarang, kami yang ambil alih. Kalian rawat teman kalian yang terluka," kata Erix memberi saran. Ia mengeluarkan katanya dan siap untuk bertarung.
Tidak sengaja Selina melihat pedang yang digunakan Luicius adalah pedangnya. Hal itu membuatnya kesal dan ingin marah. "Aku tidak akan berterima kasih," ujarnya, lalu ia dan ketiga shensin tadi meninggalkan arena pertarungan dan menghampiri dua teman mereka yang terluka.
"Gila! Sombong amat nih cewek," urat kepala Erix berkedut. "SIAPA JUGA YANG BUTUH TERIMAKASIHMU!!"
Kraken sangat marah. Bukan hanya dari rasa sakit yang ia dapat, tapi juga Erix dan Lucius yang telah mengganggu waktu bermainnya.
Dengan cepat ia mengayunkan salah satu tentakelnya untuk menyerang. Namun, Erix menghindari cambukan tentakel tersebut. Serangan pertama gagal, Kraken segera mengayunkan tiga tentakelnya sekaligus untuk menyerang dua monyet di depannya. Lagi-lagi serangan itu dihindari.
Kesal dengan serangannya yang tidak mengenai sasaran. Kraken meloncat tinggi, ia merapatkan semua tentakelnya membentuk bor, lalu meluncur ke bawah tempat di mana Erix sedang berdiri.
Awalnya Erix sedikit terpukau dengan apa yang terjadi. Karena serangan ini pernah ia lihat dalam beberapa video game yang pernah ia mainkan dan kali ini ia melihatnya dengan nyata. Tentu saja kamera perekam pada ponselnya menyala. Namun, Erix tidak sebodoh itu untuk merasakan serangan tersebut. Ia berlari dengan cepat dan meloncat untuk menghindar.
Terjadi dentuman besar saat Kraken
☘____________________________________☘