Berjalan di atas tanah bebatuan dengan sudut pandang tak jauh dari sepuluh meter, Erix dan Haruka terus melangkah.
Sejauh ini, monster yang menghadang mereka masih sama yaitu Mug, jenis Monster Lumpur, lawan yang sangat mudah bagi Erix. Dia menganggap monter-monter itu tak lebih dari rumput ilalang, karena begitu mudahnya untuk dilawan.
Haruka yang tidak tahu harus melakukan apa, memilih dian menyaksikan teknik pedang yang Erix tunjukka. Bukannya tiak mau membantu, tapi karena tidak ada kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya. Semua monster yang menghadang dihabisi temannya tanpa sisa. Ia hanya memungut Dungeon Stone setelah Erix membasmi para monster dan disimpan di tas kecil miliknya.
Hingga sampailah mereka di depan persimpangan lorong. Tiga cabang lorong itu menghentikan langkah mereka.
Erix menatap serius peta yang dia pegang. Alisnya mengkerut, terkadang kepalanya ikut bergoyang mengikuti arah matanya. Dan ia memilih satu jalur pilihannya.
"Kita ambil lorong kanan," kata Erix. Ia dan Haruka kembali melanjutkan perjalanan mereka, menelusuri lorong paling kanan.
Selama perjalanan di lorong ini, Monster Lumpur selalu muncul dan menyerang mereka dengan semprotan lumpur yang lengket dan bau. Dengan gerak cepat, Erix menghindari setiap serangan dan membasmi monster-monster itu dengan mudah.
Semenjak tiba di dunia ini, entah mengapa Erix merasakan tubuhnya jauh lebih ringan, lebih lincah dan lebih gesit dari sebelumnya. Hal itu berdampak ke seluruh gerakannya. Menyerang satu monster, lalu melesat ke monster berikutnya bukanlah urusan yang merepotkan. Dengan kegesitan itu, berapapun lawan menghadang dapat ia kalagkan.
Sekali lagi, langkah mereka terhenti karena ada persimpangan. Erix kembali melihat petanya dan mulai memilih jalur yang tepat.
"Sekarang kita lewat yang tengah," kata Erix yang langsung mengambil langkah.
"Anu... Erix, sebenarnya tujuan kita ke mana? Kau memilih jalan seakan tahu di mana kakakku berada," tanya Haruka membuat Erix berhenti sesaat.
Erix membentang dan menunjukkan peta perkamen yang ia pegang. "Kita akan ke ruang ini," tempat yang Erix tunjuk tertulis 'Ruang Bos'.
"HAAAA...!! K-k-kau serius," Haruka panik bukan kepalang, "Kakakku tidak mungkin masuk ke ruang berbahaya itu sendirian."
"Awalanya aku pikir juga begitu. Tapi coba kau lihat area ruang bos! Di dinding kanan dekat pintu, terdapat celah sempit menuju sebuah ruangan kecil."
"Ini... Save Area. Tempat perlindungan, karena tidak ada satu monster pun yang mau mendekati tempat itu."
"Idenya sederhana. Ia sengaja berlindung di sana untuk beristirahat dan menunggu jika ada sekelompok shensin yang mencoba menantang bos, lalu keluar dan kabur padakesempatan itu. Jaraknya pun cukup aman, hanya sekitar 5 meter dari pintu gua. Sedangkan jika dari tengah ruangan, celah itu cukup jauh sehingga ia bisa dengan mudah masuk ke sana tanpa berhadapan dengan bos dungeon. Tapi sayangnya, tidak ada satu orang pun yang mau membuang nyawanya dengan percuma dan kemungkinan ia terjebak di sana," jelas Erix.
Sebenarnya kesimpulan ini Erix dapat karena sering memainkan gim RPG. Tapi masalanya adalah apakah kakak Haruka memang berada di sana. Jika benar, pasti pemuda itu sekarang sudah sekarat karena tidak makan dan minum selama beberapa hari ini.
"Tapi, tempat itu adalah ruang terdalam dungeon ini, pasti sangat berbahaya," kata Haruka menegaskan. Namun, rasa pilu muncul saat kondisi kakaknya tebersit dalam benak. "Kasihan sekali kau Kak Yura."
Haruka mengerti dan mereka berdua kembali melanjutkan perjalanan.
Monster Lumpur kembali menghadang, namun kali ini mereka bersama Srigala Hitam. Jumlanya mereka sangat banyak membuat kedua anak manusia itu terkepung dengan mudah.
Erix bersiaga dan telah siap dengan katananya, sedangkan sorot matanya mendelik tajam menunggu serangan. Salah satu Srigala Hitam menerkam, disusul dengan Srigala Hitam yang lain. Monster Lumpur tidak diam saja, mereka ikut menyerbu.
Erix menebas setiap monster yang menghampirinya. Meloncat kesana-kemari, bergerak meliuk-liuk cepat, menari sambil memainkan katana-nya dengan indah. Ia bertarung sambil melindungi Haruka. Ayunan, tebasan, tusukan dan sayatan ia gabungkan dengan tariannya yang elegan. Bahkan, terkadang ia menarik Haruka untuk menghindari serangan semprotan lumpur, namun terlihat seperti ajakan untuk ikut menari.
Satu per satu monster-monster tadi tewas. Yang awalnya rombongan, kini tinggal beberapa monster saja. Hingga semuanya habis tak tersisa. Hanyalah Dungeon Stone yang berkilauan mengelilingi mereka di lantai. Haruka melongo tak bergerak. Tercengang dengan tarian pedang yang Erix perlihatkan barusan. Ia terkagum-kagum terpesona.
"Heebaat ...," gumamnya.
"Haruka ... hoy, Haruka." Keterpesonaan Haruka buyar. "Dungeon Stone-nya."
*****
Di sisi lain, Lucius membongkar barang-barang bawaan pada tumpukan tulang-belulang tadi. Tidak hanya kerangka manusia, terdapat pula kerangka-kerangka aneh yang belum Luicus lihat sebelumnya. Mungkin kerangka itu dari makhluk-makhluk fantasi yang belum pernah Lucius temui.
Tidak hanya itu, ia juga mendapatkan koin emas, perhiasan dan sebongkah batu ruby dari hasil penjarahan ini.
Setelah itu, ia mulai berjalan melewati lorong gua yang gelap. Makin ke dalam, lorong gua yang ia telusuri lantainya makin menanjak. Tidak sengaja ia menemukan dua rangka utuh di sisi gua. Ia mengamati setiap sudut rangka itu dengan cahaya obor yang ia pegang. Dua kerangka itu diperkirakan adalah mayat dari dua orang kesatria, terlihat jelas dengan baju zirah yang membalut tubuh mereka. Ia juga menemukan pedang berhiaskan permata. Tak jauh dari sana, ia juga menemukan sebuah busur panah yang berukiran indah, beserta dengan dua anak panahnya.
Tanpa pikir, Lucius langsung melepas zirah yang menyelimuti kedua mayat itu dan segera mengenakannya. Satu zirah yang lain ia simpan di dalam ranselnya. Tak lupa juga ia mengambil pedang dan busur panah tadi.
Lucius kembali melangkah dangan hasil jarahannya. Ia berjalan jauh makin ke dalam. Melewati lorong gelap yang meliuk-liuk. Tidak ada lorong lain atau persimpangan, Lucius hanya terus berjalan mengikuti kemana lorong ini akan membawanya. Hingga ia melihat sebuah ruang yang di terangi pencahayaan di ujung lorong. Lucius segera memadamkan obornya dan mempercepat langkahnya.
Makin dekat ia dengan ruangan itu, semakin jelas ia mendengar suara seseorang. Maka dari itu, ia memperlambat langkahnya supaya tidak menghasilkan senada suara pun. Ia mengendap dan merapat ke dinding gua di sebelah pintu ruang yang bercahaya tadi, dan mengintim kedalam.
"SIAAL!! Di mana? Di mana!?" gerutu suara itu.
Lucius tetap mengintip dari balik pintu. Di sana ia melihat sesosok makhluk sedang membongkar setumpuk kerangka manusia. Mahluk agak kerdil namun kurus, berhidung mancung agak bengkok, bertelinga panjang seperti elf sambil memegang tongkat rod yang ujung tongkat itu adalah sebuah tengkorak kecil. Dua mata pada tengkorak itu memancarkan cahaya merah.
"Goblin? Tidak salah lagi, itu goblin," kata Lucius dalam hati.
"Sial!! Semuanya hanya drop item tidak berguna." Goblin itu kesal, ia pergi meninggalkan setumpuk kerangka yang ia bongkar. Lucius tetap dalam persembunyiannya.
Setelah goblin itu pergi cukup jauh, Lucius keluar dari tempat persembunyiannya, lalu masuk keruang itu dan melihat apa yang di bongkar goblin tadi. Lucius mengeluarkan smartphon-nya dan ia nyalakan. Cahaya dari layar smartphon itu ia gunakan sebagai penerangan.
Lucius menemukan banyak sekali taring srigala di dalam tas kecil, beberapa kulit srigala hitam, tiga botol kaca kecil berisi cairan putih, lima gulung benang putih, dan sebotol potion.
"Mungkin ini yang ia maksut Drop Item," ujar Lucius.
Dalam gim fantasy RPG, Drop Item adalah item atau barang yang dijatuhkan monster setelah dikalahkan. Biasanya Drop item berupa bagian dari monster yang dikalahkan tersebut. Dari informasi ini, Lucius langsung mengambil semua Drop item itu tanpa pikir panjang. Semuanya ia masukkan ke dalam ransel besarnya. Dan untuk pertama kalinya ia mengeluh berat.
Lucius kembali melanjutkan perjalanannya untuk membuntuti si goblin. Ia berjalan pelan, selangkah demi selangkah untuk meminimalkan suara. Berapa saat setelahnya, suara goblin tadi kembali terdengar.
"Akhirnya...!! Akhirnya aku menemukannya."
Lucius tetap bersembunyi dalam gelap sambil memperhatikan gerak-gerik goblin itu.
"Dengan buku ini, aku tidak akan mengikutimu lagi, Jareth. Karena akulah yang akan menjadi raja goblin dan menguasai dunia," kata goblin itu dalam tawanya sambil memegang buku tebal yang ia pegang.
Ia mencoba membuka buku itu, buku tebal dengan sampul berwarna coklat yang berlambangkan hexagram, namun buku itu tidak mau terbuka. Goblin itu sangat kesal, geram, dan meraung marah.
Di tempat persembunyiannya, Lucius sedikit penasaran dengan buku aneh tersebut. Ia mengeluarkan busur panah yang ia temukan tadi, mengeluarkan anak panahnya dengan pelan, lalu membidik si goblin. Dengan mantap ia melepas anak panah tersebut. Anak panah itu melesat cepat, meluncur ke arah goblin yang sedang mengumpat buku tadi. Tapi, goblin itu menyadari bahwa ia sedang di serang. Ia menepis anak panah itu dengan Rod-nya. Buku yang ia pegang pun terlepas.
Serangan Lucius tidak berhenti di situ. Melihat buku incarannya terjatuh, dengan cepat ia menyerang goblin itu dengan pisaunya. Walau bebannya cukup berat, tapi Lucius tetap cepat dalam bergerak.
Saat ini, Luicus menyadari sesuatu yang berbeda pada tubuhnya. Terasa lebih ringat dan cepat. Apapun penyebabnya, Lucius tidak memperdulikannya terlalu jauh. Karena ia sedang fokus pada buku incarannya.
Goblin itu segera meloncat menjauh, menghindari serangan kejutan Lucius. Lalu Lucius bergegas mengambil buku yang membuatnya penasaran tadi.
"Cih, SIAPA KAU!? Seharusnya jalur menuju tempat ini sudah tertutup. Kenapa kau bisa sampai di tempat ini?" tanya Goblin itu sambil teriak.
Lucius diam, ia sibuk dengan buku rampasannya. Memang benar, buku itu tidak mau terbuka. Penutup pada buku itu sangat keras.
"Kembalikan bukuku!" bentak goblin itu.
"Sepertinya buku ini tidak berguna, membukanya saja begitu susah," saut Lucius malas.
"Tidak berguna katamu!" nada bicara goblin ini sangat kasar. "Buku itu adalah kunci keberhasilanku, jadi kembalikan sekarang!"
Lucius menghela nafas. "Hanya orang bodoh yang mengatakan barang berharga pada orang yang akan merampasnya. Lagipula, buku apa ini? Kenapa kau sangat menginginkannya?"
"Buku itu adalah buku sihir, BODOH! Buku itu dapat menambah kemampuan sihirku!"
Lucius sangat kesal dengan nada bicara goblin pemarah itu, lalu ia menyimpan buku itu ke dalam ranselnya. Sengaja membuat goblin itu semakin marah.
"KAMBALIKAN BRENGSEK!!" percikan listrik keluar dari tengkorak di ujung Rod-nya dan melesat ke arah Lucius. Sesaat, Lucius sidikit terkejut dengan serangan sihir barusan. Namun dengan cepat ia meloncat kesamping untuk menghindar, dan berlari menyerang dengan pisaunya.
Lucius yakin kalau serangan yang barusan adalah sihir. Serangan jarak jauh yang cukup merepotkan. Jika ada tuannya di sebelahnya saat ini, pasti tuannya sangat heboh dan sifat keudikannya akan kambuh. Memikirkan hal ini membuat hatinya sedikit geli.
Ayunan pisau Lucius melesat ke arah leher si goblin, tapi goblin itu menunduk menghindarinya. Dari tangannya, keluar bola listrik dan dilemparkannya ke arah Lucius. Sebelum goblin itu melempar bola listrik tadi, dengan tangkas Lucius menendang tangan itu sehingga bola listrik itu terpental dan menghantam dinding gua, terjadi ledakan pada dinding itu. Goblin itu segera meloncat menjauhi Lucius. Lalu, dari mata tengkorak pada rot-nya, memancar sinar laser berwarna merah. Sinar leser itu melesat lurus ke arah Lucius. Pemuda itu segera menunduk menghindari serang, lalu melesat dengan cepat dan menyayat dada si goblin. Darah kental mengalir dari goresan tersebut. Lucius tersenyum miring, meledek si goblin.
Seharusnya Lucius bisa lebih hebat dari itu tapi, beban yang ia bawa memperlambat gerakannya. Dalam beberapa titik, Lucius mampu membuat lawannya kerepotan. Goblin itu terus menyerang dengan sihir petirnya tiada henti dari jauh. Lucius hanya menghindar. Jika ada celah, ia langsung menyerang tanpa ragu.
Pertarungan ini pun berlangsung lama dan merepotkan.
note:
Class adalah sebutan untuk memisahkan kemampuan setiap shensin. Seperti pemain pedang, penyihir, petarung, penyembuh dll.
Shensin adalah sebutan untuk pahlawan yang memasaki dan penaklukan dungeon. Hanya shensin yang terdaftar yang boleh masuk ke dungeon.
Suporter adalah orang yang bukan shensin yang masuk ke dungeon. Apapun yang terjadi padanya, pengurus tidak bertanggung jawab.
______________________________________
Capter 5 selesai....
fuh lumayan...
Untuk pembaca saya ucapkan terima kasih...
Ditunggu kritik dan sarannya...^^
Jangan lupa tinggalkan votenya, supaya saya makin semangat lagi...