KALEIDOSCOPIC

By prncch

683K 58.6K 6.7K

Vina tidak pernah menyangka perkataannya tentang laki-laki idaman semasa remaja benar-benar terjadi padanya... More

(1) BERYL
(1A) BERYL
(1B) BERYL
(2) IGNEOUS
(2A) IGNEOUS
(2B) IGNEOUS
(2C) IGNEOUS
(2D) IGNEOUS
(3) IGNORAMUS
(4) OBLIVIOUS
(5) TYRANT
(6) PLETHORA
(6A) PLETHORA
(6B) PLETHORA
(6C) PLETHORA
(6D) PLETHORA
(6E) PLETHORA
(6F) PLETHORA
(6G) PLETHORA
(7) My Big Boss
(8) INCARNATE
(8A) INCARNATE
(8B) INCARNATE
(8C) INCARNATE
(9) DAME
(9A) DAME
(9B) DAME
(9C) DAME
(9D) DAME
(10)BERYL - 2
(10A) BERYL-2
(10B) BERYL-2
(10C) BERYL-2
(11) DREAMS
(11A) DREAMS
(11B) DREAMS
(12) GADAISA
(13) RAIN
(13A) RAIN
(13B) RAIN
(13C) RAIN
ATTENTION
THANKYOU
(14) HERE,LOVE
(14A) HERE, LOVE
(15) NECESSITY
(15A) NECESSITY
(15B) NECESSITY
(15C) NECESSITY
(15D) NECESSITY
(15E) NECESSITY
(16) DAY DREAM
(16A) DAY DREAM
(16B) DAY DREAM
(16C) DAY DREAM
(16E) DAY DREAM
(16F) DAY DREAM
(16G) DAY DREAM
INFO LAPAK BARU
(17) Fool Again
(17A) Fool Again
(17B) Fool Again
[ASKING SESSION] FOOL AGAIN
[ANSWERING]
(18) My Boss and Me
(19) STARLIGHT
(19B) STARLIGHT
(19C) STARLIGHT
(19D) STARLIGHT
(19E) STARLIGHT
(19F) STARLIGHT
(20) Be With You
(20A) Be With You
(20B) BE WITH YOU
(20C) BE WITH YOU
(20D) BE WITH YOU
(21) IF
(21A) IF
(21B) IF
(21C) IF
(21D) IF

(16D) DAY DREAM

5K 757 77
By prncch

****

"Sang rembulan mampu menggantikan kedudukan sang matahari namun di dalam hati ini peranmu tak akan pernah tergantikan." - unknown.

***

Ternyata seharian bersama dengan Dicky di rumah bukan ide yang buruk. Maksudku, bukannya aku menikmati 'kebersamaan' kami di rumah. Toh, laki-laki itu tidak turun dari kamarnya sama sekali. Kami juga tidak terlibat dalam percakapan sama sekali sampai malam datang. Papa dan mama mertuaku juga sudah kembali. Aku merasa lega sepenuhnya karena tidak lagi 'berdua' – maksudku bertiga dengan anakku – di rumah.

Mama mertuaku memesan pizza serta nasi gurih kesukaan papa mertuaku di jalan sudirman tetapi entah mengapa aku tidak bernapsu makan sama sekali. Setiap kali aku mencoba makan, setiap kali itu pula aku memuntahkannya.

"Sayang, kamu kok mual? Ngga biasanya loh. Mau ke dokter?" tanya mama mertuaku menghampiriku di westafel. Aku menggeleng sebagai jawaban. Tidak sengaja aku menoleh ke belakang dan menemukan Dicky disana – di meja makan- sedang menatapku juga. Oh My God. Aku langsung kembali ke kamar Nadia karena takut. Entahlah. Perasaan macam apa sebenarnya ini? Seperti ketakutan jika Dicky akan memarahiku yang asyik mual sedari tadi atau tatapan kesalnya? Enthlah. Aku mencoba membuang perasaan anehku dengan membaca novel.

Pintu kamarku terbuka. Aku membalikkan badanku menghadap Nadia tetapi bukan Nadia yang kudapati melainkan Dicky. Aku langsung memalingkan wajahku dan mulai memikirkan seribu cara untuk melarikan diri.

"Ini bisa meredakan mualmu." Dicky berhasil menghentikan langkahku untuk turun dari ranjang dengan segelas jahe hangat dalam gengamannya yang terulur padaku. Aku tahu bahwa Dicky menginginkanku untuk mengambil minuman itu dari tangannya tetapi entah mengapa aku tetap saja merasa takut. Aku bahkan tidak berani menatap matanya. Huh. Apakah ini terjadi setelah aku tahu dia menyelamatkan hidup kami? Oh Tuhan. Kepalaku menjadi berat. Aku memutuskan mengabaikan minuman itu. Aku tidak akan pernah tergoda dengan segelas jahe hangat. Sudah cukup rasa sakit yang dia tolerkan padaku selama ini.

"Hanna, minum!" suara Dicky terdengar menuntut. Dia mengejarku dan menutup aksesku ke kamar mandi seperti biasa.

"Ngga mau." balasku dingin, masih tidak berani menatap langsung wajahnya. Samar-samar kudengar tarikan napasnya yang kini semakin mendekat padaku. Dia menarik daguku dengan lembut, tidak seperti selama ini yang dia lakukan padaku. Tidak. Aku menutup kedua mataku, benar-benar tidak mau melihat wajahnya tetapi aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak membuka kedua mataku setelah tiga menit berlalu.

"Hanna, aku hanya mau kamu minum. Hanya itu." Dicky berbicara dengan begitu lembut dengan kedua mata yang langsung menghadapku. Sontak kedua mataku langsung berkaca-kaca, seperti ingin menangis. Demi apapun, kenapa kedua mata itu membuatku seperti lupa akan keberadaanku? Seperti aku ingin bersandar pada pemilik mata itu dan meresap habis mata nan teduh itu hanya untukku? Gila. Aku benar-benar sudah kacau.

"Kenapa?" tanyaku mencoba menahan nada suaraku agar tidak terdengar gemetar.

"Kenapa kamu membawakannya untukku? Kamu ngga pernah seperti itu dulu." Aku mengulangi pertanyaanku dengan setegas mungkin yang kubisa. Dicky meletakkan gelas itu di meja belajar Nadia yang berada tepat di belakangnya kemudian meraih tanganku. Dengan kecepatan seribu, aku menepis tangannya.

"Aku mau kamu tahu kalau kondisiku yang sedang hamil ini tidak butuh belas kasihanmu. Aku bisa mengurus diriku dan bayiku sendiri. Ini bukan anakmu. Jadi tolong, kumohon kamu...." Perkataanku tertelan akan ciumannya. Pupil mataku membesar. Aku terkejut setengah mati akan ciuman mendadak ini. Kucoba mendorong Dicky tetapi tidak bisa. Dicky malah memperdalam ciuman kami saat aku membuka bibirku, untuk berteriak.

Aku mulai pasrah dalam ciumannya yang menurutku sangat tidak berperasaan sama sekali, seperti selama ini yang selalu ia lakukan padaku. Tak sadar aku meneteskan air mata kemudian segalanya berjalan dengan begitu cepat. Dicky mendudukkanku di meja belajar Nadia kemudian menciumku air mataku yang jatuh. Aku terkejut setengah mati sampai rasanya jantungku hampir copot. Aku bahkan menahan napasku saat Dicky mencium mataku. Oh My God! Mimpi apa aku semalam?!

"Dicky, aku ...."

"Stt... let me kiss you first." Dicky 'menghajarku' dengan ciuman lembutnya setelah itu. Aku meleleh dalam kelembutannya. Jantungku berdegup sangat kencang. Dicky tidak pernah menciumku seperti ini seolah dia memang mencintaiku, seolah kita memang ditakdirkan bersama. Tetapi bayangan Dicky bersama janda itu membuatku sedih. Kemudian kilasan memori Dicky mempermainkanku, menyetubuhiku tanpa cinta membuatku semakin sakit hati.

"Kamu ngga berhak cium-cium aku seperti .....!" aku mendorong Dicky dengan kuat. Kupastikan wajahku telah memerah tetapi aku tidak boleh lemah seperti ini. Aku tidak mau ditindas Dicky! Aku tidak mau dirinya sesuka hati menciumku tanpa cinta!

"Kasih aku kesempatan." Dicky menyela perkataanku. Dia meremas bahuku dan sedikit menunduk agar bersejajar denganku walaupun aku sudah duduk di atas meja. Kedua matanya membuatku takut tidak sanggup bertahan dengan pertahananku. Aku takut gugur sebelum bertarung. Tidak. Tidak. Kupalingkan wajahku tetapi Dicky sigap meletakkan jemarinya di pipiku.

"Aku mau kita memulainya dari awal. Kita akan hidup bersama dengan anak kita." ujarnya membuatku terkejut. Perasaanku berkecambuk. Ada kebahagiaan disana tetapi ... bagaimana aku bisa mempercayai Dicky? Setiap perkataannya dan perbuatannya padaku selama ini hanya main-main. Dia tidak pernah serius denganku. Dia terlampau mencintai janda itu!

"Jangan bercanda!" balasku

"Apakah aku terlihat seperti becanda?" balasnya serius. Kali ini aku menatapnya dengan sangat serius. Aku mencoba 'membacanya' melalui kedua matanya, melalui raut wajahnya, tetapi aku bahkan tidak mampu 'membacanya' sama sekali. Aku sama sekali tidak mengenalnya. Miris. Air mataku jatuh dan dia menyekanya dengan lembut.

"Maaf untuk perbuatan yang lalu-lalu. Ijinkan aku membalut luka yang telah kutolerkan padamu. Kita bisa memulai kehidupan yang baru." ujar Dicky hampir saja terdengar sangat serius bagiku jika saja ingatanku akan caranya menamparku, memarahiku, mengacuhkanku tidak terbayang saat ini. Dicky hendak menyeka air mataku yang jatuh lagi. Aku mundur dan menyeka air mataku sendiri.

"Jangan pernah membiasakan diriku dengan perlakuan manismu yang berujung jebakan. Sejak dulu, kita tidak saling mengenal. Jadi, mari kita teruskan untuk kedepannya." balasku kemudian menggeser bokongku dari meja belajar Nadia.

"Hanna. Aku serius kali ini. Aku benar-benar ingin memperbaiki kesalahanku." Dicky menarik tanganku. Aku menggelengkan kepalaku sambil menunjuk jantungnya. Aku menekan-nekan tepat jantungnya berada dengan air mata yang jatuh dan Dicky tidak bergerak sama sekali.

"Kuserahkan seluruh kepercayaanku kepadamu, kuberikan segalanya dan sekarang kamu menuntutku agar mempercayaimu lagi? Dick, kita benar-benar ngga cocok! Kita ..." Aku sempat memberi jeda akan perkataanku selanjutnya. Kugigit bibirku kemudian melanjutkan,"Kita memang harus cerai."

"Ngga!" Aku tertawa lirih. Jika ini merupakan salah satu taktik Dicky dengan berprilaku demikian, aku tidak akan pernah percaya lagi. Tepatnya, aku tidak mau percaya pada Dicky. Dicky pandai bersandiwara. Aku mencoba menekankan kata itu di dalam hatiku.

"Tolong akhiri ini." Ujarku kemudian hendak berbalik tetapi Dicky menahan jariku yang menunjuk jantungnya tadi. Sorot mata dan wajahnya membuatku ingin menangis. Mengapa sandiwara Dicky terlihat begitu nyata seolah dia memang begitu menyukaiku? Oh! aku harus sadar diri.

"Kami sudah putus. Munafik kalau aku bilang aku tidak mencintainya lagi hanya dalam kurun waktu beberapa minggu. Aku masih mencintainya, sangat. Tapi aku ingin kamu disini bersamaku. Kumohon. Ajari aku mencintaimu, buat aku melupakannya." Nada memohon Dicky terasa menyayat jantungku tetapi kedua matanya yang berkaca-kaca membuatku lebih kesulitan bernapas. Aku sedih melihatnya seperti ini! Oh. Tolol. Kenapa aku harus sedih melihatnya seperti ini? Bahkan dia pun tidak sedih melihatku terluka. Dia tidak peduli denganku! Yang dia pedulikan hanya dirinya sendiri!

"Kumohon ..... ajari aku mencintaimu dan anak kita. Kumohon...."

Air mataku jatuh mendengar kata 'anak kita' terucap dari bibirnya. Bukan karena aku terharu melainkan sedih. Bahkan untuk mencintai anaknya sendiri pun harus kuajari? Tidakkah kita langsung mencintai darah daging kita sendiri?

Ini karena dia ngga cinta sama kamu,bodoh!

Aku menarik tanganku yang mulai mendingin. Aku ingin menangis kencang sekarang tetapi tidak dihadapan Dicky. Aku menggeleng. Tidak butuh waktu lama bagiku untuk mengambil keputusan. Aku tidak bisa memberikan hatiku untuk dilukai lagi. Aku tidak bisa melukai bayiku lebih dalam lagi dan aku tidak yakin bisa mengajari Dicky agar mencintaiku karena ....

"Andai kamu tahu bahwa cinta itu tidak bisa diajari. Cinta itu datang sendiri. Tidak. Kamu salah orang. Aku bukan guru yang bisa mengajarimu. Aku hanya seorang ibu yang tidak akan membuatmu melukai anakku lagi." balasku dengan air mata yang mengalir.

"Kamu tidak perlu merasa bersalah. I'm okay become single parent. Aku sudah terbiasa sekarang dan aku benar-benar tidak butuh kamu untuk mencintaiku. Aku bukan ngemis cinta kamu." sambungku kemudian berjalan meninggalkannya. Tidak lupa aku mengambil cardiganku. Kupikir aku akan bermalam di rumah salah satu teman dekatku saja atau di hotel. Aku tidak sanggup menahan isakan tangisku di rumah ini. 

***

update! Ngga terasa udah sepuluh hari aja terlewatkan hahaha..

Voment yang banyak ya! kira2 berapa BAB lagi y utk tamat ehehhe

Memang blm waktunya tetapi author duluan ucapin SELAMAT HARI LAHIR PANCASILA. semoga generasi muda kini bisa semakin maju membanggakan Indonesia. Happy wednesday!

Continue Reading

You'll Also Like

541K 4.3K 24
GUYSSS VOTE DONGG 😭😭😭 cerita ini versi cool boy yang panjang ya guysss Be wise lapak 21+ Gavin Wijaya adalah seseorang yang sangat tertutup, ora...
2.3M 105K 47
⚠️ Jangan menormalisasi kekerasan di kehidupan nyata. _______ Luna Nanda Bintang. Gadis itu harus mendapatkan tekanan dari seniornya di kampus. Xavie...
1.4M 110K 35
"Aku benar-benar akan membunuhmu jika kau berani mengajukan perceraian lagi. Kita akan mati bersama dan akan kekal di neraka bersama," bisik Lucifer...
406K 9.6K 61
bagaimana kalau hidup kamu yang awal nya bahagia dengan pekerjaan itu, malahan menjadi petaka untuk kamu sendiri. Pernikahan paksa akibat sebuah jeba...