KALEIDOSCOPIC

Autorstwa prncch

682K 58.6K 6.7K

Vina tidak pernah menyangka perkataannya tentang laki-laki idaman semasa remaja benar-benar terjadi padanya... Więcej

(1) BERYL
(1A) BERYL
(1B) BERYL
(2) IGNEOUS
(2A) IGNEOUS
(2B) IGNEOUS
(2C) IGNEOUS
(2D) IGNEOUS
(3) IGNORAMUS
(4) OBLIVIOUS
(5) TYRANT
(6) PLETHORA
(6A) PLETHORA
(6B) PLETHORA
(6C) PLETHORA
(6D) PLETHORA
(6E) PLETHORA
(6F) PLETHORA
(6G) PLETHORA
(7) My Big Boss
(8) INCARNATE
(8A) INCARNATE
(8B) INCARNATE
(8C) INCARNATE
(9) DAME
(9A) DAME
(9B) DAME
(9C) DAME
(9D) DAME
(10)BERYL - 2
(10A) BERYL-2
(10B) BERYL-2
(10C) BERYL-2
(11) DREAMS
(11A) DREAMS
(11B) DREAMS
(12) GADAISA
(13) RAIN
(13A) RAIN
(13B) RAIN
(13C) RAIN
ATTENTION
THANKYOU
(14) HERE,LOVE
(14A) HERE, LOVE
(15) NECESSITY
(15A) NECESSITY
(15B) NECESSITY
(15C) NECESSITY
(15D) NECESSITY
(15E) NECESSITY
(16) DAY DREAM
(16B) DAY DREAM
(16C) DAY DREAM
(16D) DAY DREAM
(16E) DAY DREAM
(16F) DAY DREAM
(16G) DAY DREAM
INFO LAPAK BARU
(17) Fool Again
(17A) Fool Again
(17B) Fool Again
[ASKING SESSION] FOOL AGAIN
[ANSWERING]
(18) My Boss and Me
(19) STARLIGHT
(19B) STARLIGHT
(19C) STARLIGHT
(19D) STARLIGHT
(19E) STARLIGHT
(19F) STARLIGHT
(20) Be With You
(20A) Be With You
(20B) BE WITH YOU
(20C) BE WITH YOU
(20D) BE WITH YOU
(21) IF
(21A) IF
(21B) IF
(21C) IF
(21D) IF

(16A) DAY DREAM

5.5K 777 151
Autorstwa prncch

****

"Posisi kita tidak lagi sama. Kau biarkan aku terpaku dalam bayang-bayang sedangkan aku, kubiarkan kau mencintainya begitu dalam." - unknown

***

Alarm bawah sadarku telah berbunyi dengan keras bahwa keadaan saat ini adalah bahaya. Firasatku mulai tidak enak. Jantungku berdebar setiap saat tangan kami ( suamiku dan aku ) bersentuhan. Entahlah. Rasanya aku ingin menyangkalnya tetapi aku tidak bisa. Aku merasakan gelenyar aneh menyelimuti tubuhku.

Gila. Aku benar-benar jatuh cinta pada Dicky!

Aku menepuk pipiku, mencoba mengusir bayangan senyum manis Dicky. Bagaimanapun kami tidak pernah sedekat ini untuk saling membantu seperti membawakan air mineral ketika aku sedang asyik membaca novel di sofa. Perilaku Dicky yang mulai berubah ke arah positive padaku selama beberapa minggu ini hingga membuatku berpikir positive akan hubungan ini juga.

Disatu sisi aku khawatir pada perasaanku sendiri. Akankah ini membahayakan diriku sendiri? Tetapi disisi lain .... Aku mencintainya dan kami adalah sepasang suami istri. Salahkah kami saling belajar mempercayai dan membangun fondasi kuat akan hubungan kami yaitu cinta?

"Lagi mikir apa?" Dicky mengejutkanku hingga membuatku mundur beberapa langkah dengan refleks. Keterkejutanku bertambah berkali-kali lipat saat kurasakan sentuhan di perutku. Aku hampir berteriak sebelum kurasakan jari telunjuk Dicky melekat di bibirku.

"Apa yang sedang kamu lakukan?" aku berbisik dengan nada gemetar. Dicky membalik tubuhku yang semula menghadap permandangan cukup indah dari balkon kamar Dicky di rumah orang tuanya agar menghadapnya.

"Lagi mempelajari kamu." jawabnya dengan ringan sambil mengedipkan sebelah mata. Oh my god.... Tiba-tiba kurasakan tubuhku melemas. Bagaimana bisa Dicky menjadi seromantis ini?

"Belajar dari mana kamu bicara kaya begitu?" aku membalas dengan nada ketus, mencoba menyamarkan kegugupanku.

"Nope. By the way, kamu cantik hari ini."

Tubuhku menegang. Wajahku memerah malu. Oh shit. Ini bukan timing yang tepat untuk menunjukkan perasaanku pada Dicky. Aku mencoba berbalik tetapi Dicky menahanku dan segalanya berjalan begitu cepat, diluar dari perkiraanku.

Dicky menarik daguku dengan lembut dan menciumku. Aku terkejut, tentu saja, sampai tidak percaya jika Dicky, laki-laki TERganteng yang pernah kutemui dan juga merupakan suamiku itu, menciumku dengan mesra. Kurasakan lingkaran tangannya di pinggangku dan aku merasa dengan jelas keintiman kami.

Aku mencoba mendorong Dicky menjauh. Bukannya aku menolak tetapi aku masih belum siap. Aku memang mencintai Dicky tetapi segalanya masih terlalu cepat bagiku. Kedekatan kami yang secara tiba-tiba dalam beberapa minggu belakangan membuatku semakin binggung. Rasanya hubungan kami masih begitu abu-abu walau sebenarnya kami sah secara hukum.

"Dick, stop. Kita ngga harus..." Dicky berhasil membuatku berhenti berkata akan ciumannya. Sepertinya Dicky tidak mau mendengar kata penolakan dariku dan aku pun mulai terbuai. Fucking shit untuk pemikiranku. Aku menjilat ludahku sendiri karena sekarang telah melingkarkan tanganku di lehernya. Kami mulai bercumbu mesra dan Dicky segera membawaku ke ranjang untuk melanjukan misi selanjutnya.

Tatapan Dicky mulai membara penuh gairah dan aku membuka kancing kemeja Dicky tanpa instruksi sama sekali. Ternyata aku juga mulai bergairah dengan Dicky dan menginginkannya. Oh, goodbye with virginity. I need him like hell.

***

Setelah percintaan panas kami, aku mulai menyadari banyak hal, bahwa kami ternyata bisa akrab juga. Kami mulai melakukan banyak hal bersama seperti membaca bersama, berenang bersama, makan malam bersama, menonton bersama sampai mandi bersama. Oh! Memikirkannya membuatku panas seketika.

Aku segera berlari ke dapur untuk mengambil segelas air dingin dari kulkas untuk 'mendinginkan' diriku kemudian tatapanku jatuh pada notes kuning yang tertempel di kulkas.

I must go to office for meeting.

I'll miss you. Have your breakfast!

-Dick-

Tak sadar aku tersenyum membacanya. Dicky membiasakan diri dengan menyebut dirinya sendiri Dick seperti sebutanku padanya selama ini. Entahlah. Bagiku dengan menyebutnya Dick lebih terdengar kebarat-baratan. Entahlah. Above all, laki-laki ini sukses berat membuatku jatuh cinta.

Aku segera menyalakan ponselku untuk menghubungi Dicky tetapi tidak ada jawaban sama sekali. Kutepuk jidatku sambil tersenyum tidak jelas. Bodoh. Dicky sedang rapat. Dia tidak mungkin menjawab panggilanku.

Aku baru saja hendak kembali menonton televisi saat kudengar ponselku berdering. Kuharap itu dari Dicky tetapi bukan orang yang kuharapkan menghubungiku. Nadia. Oh. Aku hampir melupakan sahabatku itu. Kutepis kekecewaanku dan mengangkat panggilannya dengan bahagia.

"Hi!"

"I don't care your hi. Today is 13th june. Have you got your period?" suara itu terdengar menuntut dan sedikit kasar tetapi aku sudah terbiasa. Maklum, sahabatku itu tahu segala hal termasuk percintaan panas kami. Maka tidak aneh jika Nadia menginginkan bayi diantara kami.

Aku menggeleng.

"Nope. Telat mungkin?" aku menebak dan langsung dibalas Nadia dengan tawa bahagia. Aku menyergit binggung tidak mengerti tetapi tidak lama kemudian Nadia menjawab kebinggunganku dengan satu kalimat yang pasti membuat jantungku berdebar kencang.

"You're pregnant! Ayo siap-siap. Kita harus ke dokter kandungan sekarang."

Aku masih tidak bergerak untuk lima menit ke depan. Perasaanku campur aduk antara bahagia dan ketidakpercayaan. Tak sadar aku menempelkan tanganku di perut sambil mengusapnya dengan tangan bergemetar karena bahagia. Am I really pregnant?

***

"Congratulations! You'll be a mother soon."

Kata-kata itu bermain terus di kepalaku. Aku tidak bisa menghilangkannya sama sekali tetapi itu tidak membuatku stress sama sekali. Aku malah merasa bahagia, sangat. Nadia dan aku terus berpelukan dan bersenandung ria sepanjang perjalanan. Bahkan Nadia langsung membelikanku susu ibu hamil dan makanan-makanan yang dibutuhkan ibu hamil lainnya.

Sikap Nadia membuatku tercengang tetapi tak ayal aku memeluknya dengan hangat. Kedua mataku berkaca-kaca.

"Thanks,Nad. Tanpa kamu, aku ngga tahu lagi gimana bisa buat abang kamu nempel samaku." Ujarku. Aku mendapati tawa Nadia yang terdengar sedikit janggal tetapi secepat itu Nadia membuatku melupakan kejanggalan itu dengan ciuman hangat di pipiku.

"Hei,Han. Itu usaha kamu sendiri! It's not me. Kamu pantas mendapatkan abangku. You're worth,Han. Jangan pernah mikir yang engga-engga ya. Ngga baik juga untuk bayi kamu." ujar Nadia khawatir. Aku membalasnya dengan senyum tulus kemudian kami kembali melanjutkan aksi belanja kami.

Kami sedang dalam perjalanan menuju kantor. Aku memang sengaja meminta Nadia agar tidak memberitahu Dicky mengenai kehamilanku karena aku ingin menjadi orang pertama yang memberitahunya. Semula Nadia tidak setuju. Dia menentangku dengan kesal.

"Hei. Tapi abangku perlu tahu juga sekarang, ngga peduli dia lagi meeting or what else!" ujarnya kesal. Beruntung aku berhasil menenangkan adik iparku itu. Akhirnya kami pun telah sampai di kantor. Beberapa orang menyapa kami, beberapa pula menunduk sopan. Argh. Aku menyesali permintaanku agar Dicky memperkenalkanku sebagai istri sah-nya. Buktinya sekarang semua orang melihatku dengan label 'istri boss'.

Menjengkelkan, gerutuku dalam hati. Alhasil aku harus resign karena tidak nyaman akan perlakukan khusus mereka padaku.

"See. Who is coming,brother!" Nadia terdengar lebih antusias dariku. Dicky, yang sedang sibuk berbicara dengan seseorang yang sedang membelakangi kami itu pun, langsung tersenyum. Tetapi mengapa senyum Dicky terlihat berbeda?

Aku menepis pikiran negatifku saat kurasakan pelukan Dicky padaku. Bahkan Dicky tidak enggan mencium pipiku seperti yang telah dia lakukan selama beberapa bulan belakangan.

"Kenapa kemari? Bukannya kamu mau menghabiskan hari dengan membaca novel?" tanya Dicky sambil menyergit. Kemudian laki-laki itu melirik adiknya sambil menggeleng.

"Dan kamu! Jangan bilang kamu bolos kerja hari ini!" ujar Dicky pada Nadia. Nadia tersenyum manis sambil bergelung manja di lengan Dicky bak pasangan serasi membuatku yang melihatnya pun sedikit cemburu. Ugh. Apa-apaan ini? Mengapa aku tiba-tiba menjadi sesentitif ini?

"Abang maklum dong. Semenjak ngga ada Hanna, aku jadi ngga niat kerja. You know aku ngga teman yang benar-benar bisa dijadikan teman di kantor ini." ujar Nadia sedih tetapi tidak berselang lama kemudian Nadia menarikku dengan sangat hati-hati kemudian dengan wajah yang bersinar penuh bahagia, Nadia berkata,"Your wife is pregnant! Congratulations!"

Aku memperhatikan gerak gerik Dicky. Tak sadar jantungku berdebar kencang, takut jikalau Dicky masih belum bisa menerima kehadiran 'sosok' lain dalam kehidupan rumah tangga kami tetapi ternyata reaksi yang kudapatkan jauh dari perkiraanku. Dicky tertawa dan langsung memelukku. Hatiku menghangat. Kulupakan kekesalanku karena pada akhirnya Nadia yang memberitahu perihal kehamilanku pada Dicky.

"You will become a father..." bisikku sambil tersenyum dengan kedua mata berkaca-kaca. Aku merasakan anggukan kepala Dicky di bahuku, aku merasakan remasannya di bahuku yang kuartikan sebagai kebahagiaannya, tetapi entah mengapa aku masih merasa ada yang kurang, seperti sesuatu yang membuatku ... curiga dan takut?

Kemudian tatapanku jatuh pada wanita yang sedari duduk membelakangiku tanpa menyapa kami. Aku menyergit binggung dan menggerakkan daguku ke arah wanita itu saat Dicky melepaskan pelukan kami.

"Siapa?" tanyaku hampir seperti bisikan. Kurasakan tubuh Dicky menegang walau seberapa keras usahanya untuk menyamarkannya dengan senyum yang menurutku semakin aneh.

"My subordinates. Kamu udah makan?" tanya Dicky sambil mengelus pipiku. Aku menjadi malu karena Nadia langsung bersiul. Kusembunyikan kepalaku di dada Dicky dan merasakan degupan jantungnya yang begitu cepat. Bahkan tidak pernah secepat ini dalam percintaan kami. Apakah ini karena Dicky terlalu bahagia akan kehadiran bayi kami?

"Are you happy?" pertanyaan itu keluar begitu saja dari bibirku. Aku tidak bisa menahan diriku agar tidak menatap suamiku. Kudapati mimik wajahnya yang sedikit lebih keras walau ada senyum disana.

"Yes. Ofcourse." jawab Dicky kemudian membawa kami pada perbincangan-perbincangan yang tidak penting. Sesekali kudapati Dicky melirik wanita itu dan begitu pula dengan Nadia. Apa ini hanya perasaanku saja jika sesuatu tidak beres sedang terjadi dan Nadia serta suamiku sedang mencoba menyembunyikan ini?

"Ah. Dunkin donuts mau ngga?!" Nadia menginterupsiku saat aku masih asyik melirik wanita itu. Kemudian tanpa aba-aba, Nadia membawaku keluar dari ruangan Dicky dengan menceritakan banyak hal yang menurutku sangat sangat tidak penting seperti rasa dari dunkin donuts.

Pikiranku berkecambuk. Hatiku bertanya-tanya. Siapa wanita itu?

***

Dicky tidak pulang hari ini.

Aku khawatir setengah mati. Aku tahu jika Dicky sudah dewasa dan bahkan akan menjadi seorang ayah delapan bulan lagi tetapi tetap saja aku mengkhawatirkan Dicky sebab Dicky tidak pernah tidak pulang setelah sekian lama. Mungkin terakhir kali Dicky tidak pulang adalah saat aku tiba-tiba menciumnya yang berakhir jatuh di lantai sekitar empat bulan lalu.

Aku mencoba menghubungi Dicky tetapi tidak tidak ada jawaban sama sekali. Aku mencoba menelepon Nadia, tetapi juga tidak ada jawaban. Begitu pula dengan telepon rumah mertuaku. Aku mengigit bibirku resah. Aku harus tahu dimana Dicky, batinku. Aku mencoba 'membongkar' akun social media suamiku mengingat tidak ada satu pun dari teman-teman Dicky yang kukenal. Miris. Tak sadar aku mengerucutkan bibirku dan berjanji akan meminta Dicky memperkenalkanku pada teman-temannya.

Tetapi aku tidak mendapat satu pun respons. Sial. Aku mengigit kuku jariku dengan khawatir. Bagaimana jika Dicky kecelakaan? Atau jika Dicky dirampok di tengah perjalanan pulang? Tetapi bisa jadi jika Dicky sedang meeting?

Argh. Aku mengusap pipiku, mencoba mengingat kata-kata Nadia serta hasil searching ku yang menganjurkanku sebagai ibu hamil agar tidak banyak pikiran. Kuelus perutku sambil berdoa sepanjang malam itu hingga tidak sadar aku tertidur di meja makan demi menunggu kepulangan Dicky.

Kupikir aku akan terbangun di atas kasur serta mencium wanginya sarapan seperti inginku tetapi tidak ada terjadi apapun. Aku tetap berada di meja makan dengan tubuh yang sakit dan kosong. Tidak ada tanda-tanda Dicky akan pulang serta wanginya makanan.

Kulirik jam dinding yang menunjukan pukul delapan pagi dan segera menghubungi Dicky kembali. Nada sambung diantara kami membuat jantungku berdegup kencang. Aku menghela napas lega saat panggilanku dijawab.

"Hallo...?" bibirku yang telah terbuka hendak memanggil Dicky pun tertahankan begitu mendengar suara itu, suara yang jelas bukan suara Nadia, ibu mertuaku, Nanda (sekertaris Dicky).

"Dengan siapa saya bicara?" tanyaku tanpa sadar

Aku mendengar tawa di seberang sana. Serta samar-samar suara teriakan anak-anak kecil. Aku semakin menyergit sambil mengigit bibirku.

"Siapa ini?!" tak sadar aku mulai berteriak

"Hallo? Seharusnya saya yang tanya ini siapa? Kenapa telepon ke nomor tunangan saya?"

Tunangan? Aku menyergit. Kulirik layar ponselku yang masih dengan jelas tertera nomor my hubby itu. Firasatku mulai tidak enak. Aku tidak mau diam, sesungguhnya, banyak pertanyaan yang ingin kutanyakan tetapi begitu mendengar suara 'cup' seperti ciuman di bibir serta sapaan 'morning' yang begitu familiar bagiku membuat lututku lemas seketika.

"Siapa itu?" aku mendengar suara itu bertanya dengan sang pemilik suara wanita. Kedua mataku berkaca-kaca dan aku menahan diriku agar tidak menangis.

"I don't know babe. Ngga ada nama, hanya nomor." balas wanita itu. Aku tidak lagi sanggup dan langsung mengakhiri panggilan itu. Kurasakan rasa sakit menikam jantungku. Aku ingin menolak kenyataan itu bahkan jikalau bisa aku ingin agar berpura-pura bahwa aku tidak mendengar apa-apa tetapi aku tidak bisa.

Dicky sedang bersama wanita lain.

Kugigit bibirku sambil meneteskan air mata. Tetapi mengapa Dicky bersama wanita lain? Apakah ...... Dicky berselingkuh? Oh Tuhan. Tolong aku.

***

Sebenarnya aku ingin menenangkan diri di rumah orang tuaku selama seharian penuh agar mengurangi kemungkinan bertemu dengan Dicky, tetapi aku tidak bisa. Aku tidak bisa hanya diam. Kuputuskan menunggu Dicky di rumah tetapi Dicky tidak kembali-kembali bahkan setelah seminggu waktu kuberikan.

Semula aku ingin mempercayai kata hatiku bahwa Dicky bisa saja sedang dinas dan sibuk bekerja untuk anak kami tetapi semakin aku ingin mempercayai kata hatiku, semakin besar rasa sakit yang kurasakan.

Kuseka air mataku dan bergegas ke lokasi yang dulu sekali pernah kutempuh, yaitu rumah si janda yang dicintai Dicky dulu. Aku sengaja berkendara sendiri tanpa supir. Jantungku berdegup kencang sepanjang perjalanan. Lagu Nial Horan – This Town tidak bisa menenangkanku sama sekali. Aku mencoba berpikir positive sambil berdoa selama perjalanan.

Dicky tidak mungkin berselingkuh. Dicky mencintaiku dan dia bahagia akan keberadaan bayi kami. Dia....

Tunggu... Dicky ... Dicky bahkan tidak pernah mengucapkan kata cinta padaku selama ini. Oh! God. Aku memukul pipiku berkali-kali, mencoba membuang jauh pikiran itu. Dicky mencintaiku. He loves me! Bukankah cinta tidak perlu pengakuan tetapi pembuktian saja? Dicky telah membuktikannya, akan sikapnya, perhatiannya selama ini.

Aku sengaja memarkir mobilku sedikit lebih jauh agar tidak ada yang menyadari kedatanganku. Langit tidak secerah itu saat aku menuruni mobil. Langkahku hati-hati mengingat masih begitu mudanya usia kandunganku. Aku berjalan mendekat langkah demi langkah. Dari kejauhan rumah itu terlihat sepi tetapi semakin dekat posisiku, aku bisa mendengar tawa anak-anak.

Hatiku sedikit menghangat karena memikirkan bahwa suatu hari di rumah kami juga akan dipenuhi dengan canda tawa anak-anak kami kelak. Buru-buru kuusir pikiranku itu dan mengingatkan diriku akan tujuanku kemari.

Ada yang aneh dari pandanganku. Aku menemukan seorang wanita yang mencoba menahan amarah seorang laki-laki. Tetapi fokusku masih tidak begitu jelas. Kupercepat sedikit langkahku dengan jantung yang berdebar dan kutemukan Nadia serta Dicky disana. Serta seorang wanita yang masih kuingat jelas, si janda yang dicintai Dicky!

"Tega sekali abang memperlakukan Hanna seperti itu!"

Aku segera menyembunyikan diriku di semak-semak. Aku bukan tipikal orang yang gemar mendengar pembicaraan orang lain tetapi entah mengapa untuk kali ini aku merasa perlu melakukannya.

"Nadia, dengar. Bukan berarti aku sayang sama kamu, jadinya kamu bisa perintah perintah aku seperti itu! I did! I did what you want. Aku udah dekati si Hanna, udah have sex sama dia, udah bikin dia hamil! Tapi hanya itu,Nadia. Hanya itu. Aku ngga cinta sama dia!" aku mendengar nada kebencian disana serta kejijikan tetapi aku tidak pernah menyangka bahwa akan mendengar itu dari bibir Dicky. Kedua mataku mulai berkaca-kaca tetapi aku masih ingin mendengar lebih lanjut.

"Tapi bukan itu mau Nadia! Nadia mau abang pisah sama si janda ini! Abang ngga sayang sama papa mama? Dan Hanna? Dia hamil anak kamu!" suara Nadia terdengar kesal dan marah. Kugerakkan kepalaku melirik mereka, dimana si janda itu mencoba menjadi penengah karena kupikir Dicky akan memukul Nadia.

Pukulan itu hampir mengenai sedikit saja lagi tetapi Dicky menahannya. Kudapati wajah memerah Dicky yang ternyata jauh lebih tampan sekarang. Aku mulai bertanya-tanya, kapan Dicky terlihat sesegar itu bahkan saat masih bertengkar dengan Nadia?

"Dengar,Nadia. Anak itu .... Anak dia. Berapa kali aku harus bilang kalau aku ngga cinta dia? Please jangan paksa aku. I have my own lives.. Tolong,nad. Permintaanmu untuk membuat Hanna bahagia dengan mendekati Hanna adalah hal terakhir yang akan aku lakukan untukmu jika berkaitan dengan Hanna."

Aku memejamkan kedua mataku dan tanpa sadar air mataku mulai mengalir. Jadi ... jadi selama ini Dicky hanya ..... hanya ....?

"Kamu kejam,bang! Dia istri kamu! Seharusnya kamu belajar mencintainya!" teriak Nadia

"Tapi aku ngga bisa! Aku ngga bisa mencintai dia. Aku hanya cinta Yessy!!" teriak Dicky

Aku mendengar kefrustasian Dicky, aku merasakannya. Kini hatiku menjadi hancur lebur. Aku mengigit bibirku sambil menengadah keatas, mencoba menahan rasa sakitku tetapi tidak bisa. Aku tetap saja menangis! Dasar laki-laki brengsek! Ternyata selama ini aku tidak hanya lebih dari permainan baginya! Pitty, pitty me!

"Bang,please...."

"Ngga!"

Tanganku bergemetar ketika aku mengeluarkan ponselku. Otakku sama sekali tidak bisa bekerja. Rasanya semua menjadi blank. Aku menyeka air mataku sambil menghubungi Nadia, bukan Dicky. Entahlah. Rasanya aku .... muak, benci pada Dicky tetapi aku tidak bisa membenci Nadia walau sebesar apapun kekecewaanku padanya.

Aku tahu Nadia mencoba sekuat tenaga agar terdengar ceria saat mengangkat panggilanku tetapi itu justru membuatku terlihat semakin menyedihkan. Tak sadar aku menyentuh perutku sambil memejamkan mata. Air mataku mengalir dan kupikir Nadia mendengar tangisanku.

"Kenapa,Han? Kenapa?"

Tak sadar aku menggelengkan kepalaku sambil melirik cincin pernikahan kami. Demi apapun, kenapa aku bisa sebodoh itu dibodohi Dicky? Oh Tuhan. Aku mengusap pipiku sambil menarik napas kuat.

"Nad...." Suaraku terdengar berat dan bergemetar. Kubasahi bibirku dan memfokuskan tatapanku pada mereka yang berada jauh dihadapanku.

"Bisa tolong kamu loudspeaker telfon kamu?" tanyaku. Aku melihat bahwa Nadia melakukan keinginanku tanpa banyak bertanya. Jantungku terasa sakit bak ditusuk-tusuk jarum dan kupikir jika terlihat aku sudah mengalami pedarahan hebat disini.

"Dicky ...." Aku bersumpah jika aku begitu marah begitu menyebutkan nama itu dan juga benci pada diriku sendiri. Kurasakan kemarahan telah mencapai ubun-ubunku. Keinginanku untuk berkata dengan baik pun surut. Ternyata aku tidak mampu untuk berpura-pura tegar.

"Kamu bajingan brengsek." Setelah mengatakan itu pun aku langsung mengakhiri panggilan kami dan menangis tersedu-sedu. Jadi selama ini aku hanya bermimpi akan cinta Dicky yang ternyata tidaklah tulus. Semua kasih sayangnya, perhatiannya... palsu. Pantas aku merasa ada yang aneh, ada firasat burukku saat kami baru ingin memulai hubungan ini.

Karena Dicky tidak cinta denganku! Dasar brengsek. Tidak cinta tapi mau mendekatiku dan have sex denganku seperti perkataannya tadi! Kubanting ponselku kemudian bergegas kembali ke mobil. Aku tidak bisa tinggal diam. Aku harus melakukan sesuatu. Aku tidak boleh membiarkan harga diriku hancur. Dicky harus mendapat balasan akibat melukaiku .... Dan anakku.

Aku bersumpah ... Dicky tidak akan pernah menyentuh anakku! 

****

Voment semakin banyak akan menandakan adanya part selanjutnya hehe

Czytaj Dalej

To Też Polubisz

1.4M 68.5K 69
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
6.4M 331K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...
7.2M 350K 75
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
2.3M 35.1K 48
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...