KALEIDOSCOPIC

By prncch

682K 58.6K 6.7K

Vina tidak pernah menyangka perkataannya tentang laki-laki idaman semasa remaja benar-benar terjadi padanya... More

(1) BERYL
(1A) BERYL
(1B) BERYL
(2) IGNEOUS
(2A) IGNEOUS
(2B) IGNEOUS
(2C) IGNEOUS
(2D) IGNEOUS
(3) IGNORAMUS
(4) OBLIVIOUS
(5) TYRANT
(6) PLETHORA
(6A) PLETHORA
(6B) PLETHORA
(6C) PLETHORA
(6D) PLETHORA
(6E) PLETHORA
(6F) PLETHORA
(6G) PLETHORA
(7) My Big Boss
(8) INCARNATE
(8A) INCARNATE
(8B) INCARNATE
(8C) INCARNATE
(9) DAME
(9A) DAME
(9B) DAME
(9C) DAME
(9D) DAME
(10)BERYL - 2
(10A) BERYL-2
(10B) BERYL-2
(10C) BERYL-2
(11A) DREAMS
(11B) DREAMS
(12) GADAISA
(13) RAIN
(13A) RAIN
(13B) RAIN
(13C) RAIN
ATTENTION
THANKYOU
(14) HERE,LOVE
(14A) HERE, LOVE
(15) NECESSITY
(15A) NECESSITY
(15B) NECESSITY
(15C) NECESSITY
(15D) NECESSITY
(15E) NECESSITY
(16) DAY DREAM
(16A) DAY DREAM
(16B) DAY DREAM
(16C) DAY DREAM
(16D) DAY DREAM
(16E) DAY DREAM
(16F) DAY DREAM
(16G) DAY DREAM
INFO LAPAK BARU
(17) Fool Again
(17A) Fool Again
(17B) Fool Again
[ASKING SESSION] FOOL AGAIN
[ANSWERING]
(18) My Boss and Me
(19) STARLIGHT
(19B) STARLIGHT
(19C) STARLIGHT
(19D) STARLIGHT
(19E) STARLIGHT
(19F) STARLIGHT
(20) Be With You
(20A) Be With You
(20B) BE WITH YOU
(20C) BE WITH YOU
(20D) BE WITH YOU
(21) IF
(21A) IF
(21B) IF
(21C) IF
(21D) IF

(11) DREAMS

12.5K 655 70
By prncch

***

"Aku tak pernah menghapus kenangan. Yang ku lakukan hanya berusaha terbiasa tanpamu dan menahan tangis." - unknown

***

Semula semua baik-baik saja baik antara dia atau aku. Kami berkomunikasi dengan baik, kami mencoba saling mengerti satu sama lain, saling memahami, saling memiliki dan saling mencintai, namun pada akhirnya sesuatu yang diusahakan akan mencapai suatu titik jenuh. Sama seperti kami.

"Aku ngga setuju kamu diet-diet segala!" teriak Dannis

Sebenarnya aku ingin mencoba memahami. Aku ingin mencoba mengalah tetapi ego-ku sebagai wanita sudah sampai titik terakhir. Aku hanya ingin kurus. Apa salahnya? Bukankah jika aku kurus maka Dannis juga akan bahagia? Dia tidak perlu lagi malu jika membawaku nongkrong bersama teman-temannya. Setidaknya teman-temannya akan mengakui jika aku pantas bersanding dengan laki-laki setampan Dannis.

Aku frustasi. Kedua mataku berkaca-kaca saat melihat Dannis menyondorkan pizza padaku. Aku menepis pizza itu hingga jatuh berceceran di lantai.

"Aku ngga mau!"

Kedua mata Dannis membulat. Laki-laki itu tidak menyangka akan perubahan sang kekasih. Wajah Dannis memerah. Terlihat mengerikan. Aku bergedik ngeri. Tak sadar aku melangkah mundur saat Dannis melangkah mendekat.

"Dinna, kamu ...."

"Dan, aku mau kurus. Please, mengerti aku. Aku malu harus jalan-jalan sama kamu. Kamu begitu tampan dan aku begitu jelek dan gemuk! Apa kata orang? Mereka kira aku santet kamu!"

"Dinna, kamu percaya? Dan mengapa kamu harus dengar kata orang lain?" tanya Dannis melembut. Laki-laki itu menunduk. Ia menyentuh lembut bahu Dinna sambil tersenyum begitu manis.

Aku menggelengkan kepala. Tidak. Tidak. Aku ngga boleh membiarkan ketampanan Dannis mengagalkan niatku untuk diet lagi. Cukup satu tahun lalu Dannis mengiming-iming aku dengan liburan ke Jepang. Nyatanya sepulang dari liburan aku semakin gemuk lima kilo! Bayangkan. Aku stress. Aku ingin kurus. Dan aku mulai putus asa.

"Karena aku ngga mau dibilang ngga pantas sama kamu! Dan, tolong mengerti aku. Aku mau kurus. Aku mau cantik. Bukan hanya si Laura!!" teriak aku mengejutkan Dannis.

Aku tersenyum miris melihat raut wajah Dannis yang berubah seketika. Wajah tampan Dannis mendingin. Aura kemarahan mulai mencuat. Laura memang memiliki pengaruh yang besar dalam hidup Dannis. Bagi Dannis, Laura adalah cahaya hidupnya, sementara aku .... Hanya pelabuhan sementara.

"Ka, kamu ngga sungguh-sungguh 'kan jadian sama cewek kampung itu?!" tanya Laura sambil berkacak pinggang.

Wajah wanita itu semerah tomat. Mau tidak mau Dinna harus mengakui jika hal itu semakin mempercantik Laura, adik tiri Dannis. Dinna sengaja memilih tidak masuk ke dalam kamar Laura dan mendengar pembicaraan mereka. Entah mengapa ada sesuatu dorongan dalam dirinya yang memintanya agar mendengar pembicaraan itu walau dengan cara tidak sopan.

"Memangnya ada yang salah?"

Suara Dannis yang terlampau datar seolah tidak peduli itu membuat Dinna tersenyum. Setidaknya Dannis membelanya dalam keluarganya. Dinna memiringkan wajah,semakin tertarik dengan arah pembicaraan yang membuat jantungnya berdegup kencang.

"Tentu aja! Seharusnya kamu bisa mendapatkan pengganti aku yang jauh lebih baik dariku. Masa kamu pacaran sama cewek kampung seperti itu?!"

Aku menyergit. Apa maksud Laura? Pengganti Laura? Apakah aku tidak salah mendengar?

"Laura ...."

Suara itu membuat aku bergedik ngeri. Entahlah. Hatiku berteriak, seharusnya Dannis marah bukan berkata selembut itu pada adik yang telah menghina kekasihnya. Suara isakan tangis terdengar, membuatku mau tidak mau mengintip ke dalam. Kedua mataku membulat. Rasa sakit menumbuk uli hatiku saat melihat Dannis menarik dagu Laura kemudian mencium bibir Laura dengan lembut.

Tuhan. Bahkan Dannis belum pernah menciumku!

"Jangan menangis ...."

Hatiku sakit melihat sosok Dannis yang begitu berbeda di hadapan Laura. Mereka terlihat begitu rapuh dan saling .... Mencintai. sementara denganku, Dannis tidak pernah bersikap seperti itu. Kami hampir selalu bertengkar dan selalu meminta maaf kemudian. Dannis hanya pernah mengecup keningku dan memelukku saat aku merengek meminta Dannis agar tidak pulang terlalu cepat.

"Maaf. Tapi aku harus pulang. Kamu tentu ngga lupa 'kan kalau adikku pulang dari London hari ini?"

Begitulah kata Dannis waktu itu. Aku tahu dengan jelas. Aku hapal betul sikap laki-laki yang sudah menjadi pacarku. Ia sangat jarang tersenyum apalagi menatapku dengan penuh cinta seperti itu. Tetapi mengapa Dannis memberikan tatapan itu pada Laura?Dan ciuman tadi? Oh Tuhan. Rasanya aku ingin menampar Laura. Kedua tanganku terkepal, mencoba menjadi saksi bisu diantara mereka.

"Pergi kamu! Kamu 'kan maunya sama cewek kampung itu."

Dannis memeluk Laura, menahan Laura sebisa mungkin sambil mengumamkan kata maaf berkali-kali sementara itu Laura mencoba melepaskan diri.

"Laura ..."

"Ngga! Lepas!"

"Laura, dengarkan aku dulu,oke?!"

Dannis hampir berteriak dan Laura akhirnya berhenti mengelak. Sudut mata wanita itu berair. Dannis menyekanya kemudian mengecup kening Laura dengan lembut. Oh! Bahkan cara Dannis mencium Laura dan aku saja berbeda!

"Aku lagi melakukan tantangan yang diberi Bores. Kamu tahu Bores 'kan? Yang pernah naksir kamu itu? Dan ... Dan lagipula aku hanya bermain-main. Mungkin aku ngga akan bisa menemukan yang seperti kamu tetapi setidaknya aku bisa sejenak melupakanmu dengan bermain dengan tantangan itu."

Ketika itu aku hampir jatuh lemas. Bores. Ya aku tahu dia. Dia teman kuliahku yang paling mengesalkan. Dia memang tidak menyukaiku karena dia pernah kepergok ciuman bersama dosen kami olehku.

Aku langsung berbalik badan sambil menutup mulutku. Tubuhku bergetar. Hatiku sakit. Kepercayaanku dikhianati. Bagaimana mungkin Dannis mencintai adiknya sendiri? Dan ... Dan bagaimana bisa aku percaya dengan laki-laki itu?

Aku marah. Aku ingin memutuskan Dannis, namun laki-laki itu datang dengan laku dan tindakan seolah tidak bersalah sama sekali. Ia masih bisa mencium keningku dan membawaku makan, mengengam tanganku dan membawaku pulang ke rumah dengan fortuner miliknya.

"Tidur yang nyenyak ya. Jangan lupa mimpiin aku."

Aku ingin tersenyum. Sungguh. Tetapi aku ngga bisa. Aku kaku dalam pelukan Dannis. Air mataku tumpah. Aku ingin putus tapi aku takut kehilangannya. Oh! Sebenarnya apa mauku sih?

"Aku mencintaimu."

Bisikan Dannis membuatku tersenyum miris. Cinta? Cinta inikah yang laki-laki ini maksud? Bagaimana aku bisa percaya? Dan ... Tunggu. Mengapa jantungku berdegup kencang saat kedua pasang mata kami saling beradu?

"Bolehkah aku menciummu?"

Pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban. Laki-laki itu menciumku. Aku hampir terjerat dalam pesonanya sebelum kedua mataku menangkap sosok Bores di ujung jalan rumahku. Itu mobilnya. Dengan plat nomor BDxxx, aku tahu itu Bores!

Ketika itu aku mengakhiri ciuman itu dan bergegas masuk ke rumah dengan hati yang hancur. Aku memang tidak sempat mengakhiri hubungan kami tetapi setidaknya aku tahu betul jalan mana yang harus aku pilih, yaitu mengikuti arus permainannya entah sampai kapan. Mungkin sampai aku lelah atau sampai aku tidak bisa lagi membedakan mana cinta yang asli dan palsu darinya. Sebab sesungguhnya aku begitu mencintai Dannis. Mungkin memang dia tidak mencintaiku tetapi aku tidak mau kehilangan dia.

Sederhana. Ya ini cukup sederhana bagiku yang mencinta dan dia tidak.

"Kenapa jadi larinya ke Laura? Dengar, aku ngga setuju kamu diet-diet-an. Mengerti kamu?"

Suara Dannis kembali membawaku dalam alam sadar. Kedua mataku berkaca-kaca. Selalu begitu. Dannis selalu marah jika aku menyinggung mengenai Laura. Apa karena Laura sudah bertunangan dengan laki-laki German yang lumayan tampan itu?

"Laura 'kan cantik. Aku ngga." tukasku ketus.

Kening Dannis menyergit. Mungkin dia tidak pernah mengerti tapi aku sudah lelah. Aku sudah capek. Dua tahun hubungan ini terjalani. Aku sudah binggung kemana aku harus melangkah. Kadang aku berpikir, apakah Dannis sengaja tidak membiarkanku diet? Dia pasti akan membanggakan diri dihadapan teman-temannya karena berhasil menghancurkanku.

Aku menepis tangannya kemudian berlalu pergi dengan mengambil tas-ku. Aku hampir menangis lagi saat melihat sandalku yang sengaja kutinggalkan di apartemen Dannis tidak bisa terpakai lagi. Lihat, bahkan kakiku sudah seperti gajah. Menyedihkan.

"Dinna!"

Aku menghiraukan Dannis. Biarin. Aku butuh waktu untuk sendiri. Aku tidak mengerti, mengapa kami bisa bertahan dalam hubungan ini jika kami tidak pernah sejalan? Tidak hanya pola pikir melainkan juga perasaan. Laki-laki itu tidak pernah mencintaiku 'kan? Ah mengapa kini kurasakan hidupku seperti sinetron?

"Dinna. Aku serius. Kamu ngga perlu diet untuk kelihatan cantik. Kamu udah cantik,sayang. Kamu ...."

"Bohong!"

Kedua mataku menajam. Bohong. Laki-laki ini pasti berbohong. Aku dan Laura bak langit dan bumi. Aku tidak cantik. Hanya ayah yang memujiku cantik. Tidak ada laki-laki lain kecuali Dannis. Ya laki-laki ini baru saja membuat terobosan baru. Sayangnya aku tidak percaya pada omongan laki-laki ini. Dia tidak mencintaiku. Ingat 'kan?

"Sayang, aku jujur, aku ...."

"Ka Dannis!"

Teriakan itu mengejutkan kami. Aku menatap Laura dengan sorot tidak percaya sementara itu Laura langsung mengambil tempat di samping Dannis. Napasku tercekat. Aku tidak tahu harus bagaimana bersikap. Logika dan hatiku berteriak putus tetapi aku masih sayang. Bagaimana ini?

"Ka Dannis, nanti malam temani aku ke Jakarta fashion week ya?" pinta Laura manja

Aku menyipitkan mata, mencoba menahan gejolak dalam dada. Sudut hatiku berharap jika Dannis menolak, namun Dannis memang tidak pernah mengerti. Ia mengiyakan padahal dia sudah berjanji akan menemaniku menonton film avenger.

Aku menyeka air mataku yang jatuh. Sakit. Sangat sakit. Inikah yang dia bilang sayang? Seketika aku merasa marah dan kecewa. Kemudian dengan didorongkan oleh dua rasa yang menyatu itu, aku membuka kalung yang diberikan Dannis padaku lalu membuangnya ke lantai sambil berkata,"Putus. Kita putus."

Aku berharap Dannis mengejarku. Aku berharap dia mempertahankan hubungan ini, namun nyatanya bertolak belakang. Dannis bahkan sudah menutup pintunya. Sial. Benar-benar tidak berperasaan. Aku langsung memasuki lift sambil terisak.

Dannis, jadi waktu dua tahun belakangan ini hanyalah sia-sia?

***

Aku terbangun dari mimpi burukku itu. Sudah lima tahun berlalu sejak kejadian itu. Mengapa aku masih terus terbayang Dannis? Hei. Bangun,Din. Laki-laki itu bahkan sudah bertunangan dengan anak kolomerat. Aku tidak berniat mencari tahu. Sungguh. Namun teman-teman kerjaku membeli majalah jakarta dan wajah Dannis hampir mengisi tampilan majalah setiap bulan.

Gadis batinku berteriak keras. Usahaku untuk melupakan Dannis hampir dikatakan sia-sia. Kami memang tidak pernah lagi bertemu. Dia bahkan tidak repot-repot mencariku sejak kejadian itu seolah-olah aku memang tidak berharga sama sekali. Kemudian aku bertanya pada diri sendiri, jika sudah begitu, mengapa pula aku harus mencarinya? Aku adalah wanita dan tidak mau mempermalukan kodratku sebagai wanita.

Sosok manis dan proposional di depan cermin membuatku tersenyum miris. Itu aku. Setelah lima tahun bekerja keras. Dari olahraga tiada henti sampai diet-diet yang membuat siapapun terkejut telah kujalani. Aku berhasil turun 35 kilo. Tapi mengapa aku tidak bahagia? Ini seperti kurang tanpa kehadiran ... Dannis.

Oh! Aku menepuk pipiku berkali-kali. Bangun,Din. Ngga ada guna memikirkan laki-laki brengsek itu lagi.

Aku langsung bergegas mengambil tas-ku kemudian melajukan mobil menuju tempat kerja. Hari ini aku akan menemani managerku. Berhubung karena sekertaris manager sedang tidak bisa hadir karena anaknya sakit sehingga aku ditunjuk langsung oleh managerku.

"Nanti saya hubungin kamu kalau sudah mau berangkat ya." ucap pak Denno, managerku yang belum menikah-nikah. Kabar burung mengatakan jika pak Denno pernah menikah. Istrinya mengkhianatinya dan pada akhirnya meninggal karena bunuh diri. Pak Denno sendiri menjadi trauma akan suatu hubungan. Kini dia lebih memfokuskan diri dengan anak laki-lakinya.

"Siap,pak." jawabku sekenanya

Hari berlalu begitu saja. Hidupku pun tidak berwarna sama sekali. Setiap pagi aku selalu bangun jam lima pagi. Olahraga mengawali hariku. Kemudian bergegas mandi dan berangkat bekerja. Sore harinya aku kembali gym guna mempertahankan tubuh proposionalku sekarang.

"Sayang. Kamu ngga olahraga? Kata kamu ada event. Kok jadi malas?" tukas mama membangunkanku

Aku terperanjat kaget. Dengan sigap aku membersihkan diri kemudian diantar ayah ke jalan surabaya. Sudah banyak orang berkumpul di sana. Setidaknya hampir ribuan menurut perkiraanku. Warna hijau hampir mendominasi. Hari hampir menunjukkan pukul setengah enam tetapi acara masih belum dimulai. Aku mulai merasa bosan.

"Selamat pagi semuanya. Maaf event kali ini sedikit terlambat."

Suara itu!

Aku terlonjak kaget. Jantungku berdegup kencang, masih dilanda rasa terkejut dan tidak percaya. Aku berbalik badan dan langsung menemukan Dannis di sana. Dia begitu tampan. Sungguh. Dengan kaos polo berwarna hijau dan senyum yang manis, ia hampir sempurna. Rasa rindu tiba-tiba menyelip dalam dada.

Apa kabar dia?

Saat aku sedang sibuk dengan lamunanku, suara sorak-sorai tepukan menyadarkanku. Sosok cantik itu bernama Intan. Dia adalah tunangan Dannis. Sebelah alisku terangkat. Jadi kali ini Dannis mengajak tunangannya ke event-event?

Aku tersenyum miris. Mau tidak mau rasa itu tetap menghantam ulu hatiku. Sesaat aku ingin melarikan diri, masih tidak sanggup berada dalam event yang sama dengan Dannis namun logikaku berteriak keras. Memangnya Dannis bisa menemukanku di antara ribuan peserta lari? Dan jikalau Dannis melihatku, apakah mungkin laki-laki itu menyapaku? Dia tidak mencintaiku. Masih ingat 'kan?

Kuputuskan untuk tetap mengikuti event ini sebaik mungkin. Aku memang sendirian saat ini. Beberapa teman-teman seperjuanganku sedang liburan di luar negeri. Maklum, mereka menikahi laki-laki kaya dan tidak perlu bekerja lagi, tidak sepertiku.

Hampir dua jam berlalu. Tidak kusangka aku berlari begitu cepat dan hampir berada di baris-baris yang cukup terdepan, menurutku. Sementara itu para baris terdepan sudah berhenti berlari. Otak cerdasku langsung berteriak agar melangkah mundur. Ada Dannis di sana dan aku masih belum siap menemuinya.

Aku langsung berbalik badan ketika suara Dannis menahanku.

"Hei. Yang memakai topi putih. Mau kemana?"

Itu aku. Dan itu suaranya yang menahanku. Aku tidak tahu bagaimana bersikap. Diantara sedih, kecewa, marah dan rindu. Ketidakpantasan lebih mengambil alih segalanya. Tubuhku menegang saat mendengar Dannis kembali memanggilku. Mengapa? Mengapa harus aku dari sekian banyak peserta,Dan?

Aku memilih menghiraukan Dannis. Aku tidak siap. Maksudku belum siap bertemu dengan Dannis. Aku masih malu dihadapkan akan kenyataan masih single saat ini. Kulangkahkan kakiku pergi dengan cepat. Samar-samar kudengar Dannis memulai pembicaraan dengan para ibu-ibu.

Senyum getir terlukis di sudut bibirku. Dan apa yang kuharapkan? Dia menahanku?

***

Hariku menjadi begitu buruk karena kehadiran Dannis. Aku menjadi tidak fokus bekerja dan ditegur pak Denno berkali-kali. Akhirnya kuputuskan untuk mengambil cuti selama beberapa hari. Sebelum pulang, aku menyempatkan diri browsing di internet. Liburan adalah tujuan utamaku untuk membunuh kegalauan tidak berujung.

Gotcha. Maldives.

"Maldives itu banyakan untuk couple loh,Din. Kamu ngga ... Grogi sendirian di sana?" tanya Meina, teman seperjuanganku yang pada akhirnya bisa kuhubungi

Aku mengigit bibir sambil menghembuskan napas pelan. Aku ingin menyangkal namun tidak bisa. Pulau itu memang indah dan aku ngga peduli. Aku hanya butuh refreshing dan pantai-pantai itu begitu memukauku sejak aku menemukan foto pulau maldives di internet.

"Ngga pa-pa. Siapa tahu pulang bisa dapat bule?" candaku kemudian mengakhiri panggilan itu.

Aku langsung bergegas membeli tiket ke Maldives. Tidak lagi kupikirkan biaya yang perlu kukeluarkan. Aku hanya butuh liburan. Kata itu seperti sudah berdengung di telingaku. Beruntung mama dan papa langsung menyetujui ketika aku mengatakan pergi ke Maldives bersama teman-teman seperjuanganku.

Pesawat Garuda menyambutku dengan hangat. Bussinnes class memukauku. Maklum, aku belum pernah duduk di kelas bisnis. Walau harus mengoceh kantongku, tetapi aku kembali tidak mempermasalahkannya. Jika bisa melupakan Dannis karena ini, apa salahnya? Kali aku bisa menggaet cowok bule disana.

Pemikiran itu membuatku tertawa geli sehingga tidak menyadari jika sepasang mata yang duduk tidak jauh dariku sedang menatapku dengan tajam. Aku baru saja hendak makan jika tidak kudapati kedua mata itu. Mata itu hitam pekat dan itu mata .... Dannis!

Oh dewa. Aku mengerjap tidak percaya. Jantungku berdebar tidak karuan. Aku langsung menunduk dengan jemari yang mulai mendingin. Sial. Mengapa aku ... Kami bisa bertemu? Dan ... Dan mengapa dia melihatku seperti itu? Demi apapun, aku sudah berbeda. Aku tidak lagi gemuk. Aku tidak lagi jelek dan Dannish seharusnya tidak mengenaliku lagi. Tetapi mengapa tatapannya itu membuatku risih?

Aku ingin berteriak namun tidak mampu. Suara bak tertelan di tenggorokan. Niatku memakan pun meluap. Aku memutuskan memalingkan wajah ke luar jendela, berharap jika debaran ini kian lama kian menghilang. Untuk apa aku harus berdebar untuk laki-laki yang sudah mempermainkanku?

"Dinna?"

Tuhan. Suara itu membuatku hampir tenggelam. Sudah kukatakan, aku menghiraukannya. Aku mencoba agar tidak peduli, namun seperti ada suatu dorongan yang tidak kumengerti. Seolah ada magnet yang menyatukan kami. Tapi apa itu? Jelas itu bukan cinta. Kisah kami sudah berakhir lima tahun yang lalu. Laki-laki itu pasti sudah melupakannya juga bukan?

"Dinna."

Kini suara itu terdengar hampir seperti geraman. Aku masih bersikeras agar tidak mendengar. Aku tidak mengerti mengapa suara itu bahkan terlintas di benakku. Aku pasti sudah gila, pikirku dalam hati.

Pesawat akan mengudara dan ini adalah hal yang paling kutakutkan dalam hidupku selain putus cinta. Kedua mataku terpejam dan tangan-tanganku saling mengepal. Aku hampir menangis dan menyesali keputusanku pergi tanpa teman. Aku takut.

Namun semua ketakutanku itu seolah tidak pernah ada saat seseorang mengengam tanganku dan membawaku bersandar di bahunya. Sejenak aku tertegun. Aroma ini mengingatkanku akan seseorang.

Dannis.

Tetapi aku tidak mau berpikir terlalu banyak. Aku hanya mau tenang dan ini cukup membuatku tenang. Barang kali ini adalah mimpi terindahku setelah lima tahun berlalu. Mungkin Tuhan terlalu kasihan padaku sehingga membuatku merasa aman dan nyaman selama sesaat.

Kuputuskan memejamkan mata dan beristirahat dengan tenang. Aku tidak mau bangun. Sungguh. Ini terlalu aman. Dan setelah kurasakan kenyamanan ini terlampau lama dari batas mimpi, hatiku menjadi sakit. Entah mengapa. Air mataku jatuh membasahi pipi dan aku terisak dalam mimpi terindahku.

Dannis ....., gumamku lirih dalam hati.

***

Hallo. updatean cerita baru hehe :D

Saya tahu banyak yang menantikan Beryl tetapi entah mengapa saya tiba-tiba pengen nulis ini. idenya baru aja terlintas tapi langsung saya tuangkan dalam tulisan. semoga suka ya.

Sampai disini saja tau mau next? hihi.

:: Beryl akan saya lanjut kok hehehe( di on hold dlu ya.) ::

Continue Reading

You'll Also Like

1.7M 7.6K 17
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
417K 2.2K 16
Warning ⚠️ 18+ gak suka gak usah baca jangan salpak gxg! Mature! Masturbasi! Gak usah report! Awas buat basah dan ketagihan.
16.9M 750K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
7.2M 350K 75
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...