KALEIDOSCOPIC

By prncch

682K 58.6K 6.7K

Vina tidak pernah menyangka perkataannya tentang laki-laki idaman semasa remaja benar-benar terjadi padanya... More

(1) BERYL
(1A) BERYL
(1B) BERYL
(2) IGNEOUS
(2A) IGNEOUS
(2B) IGNEOUS
(2C) IGNEOUS
(2D) IGNEOUS
(3) IGNORAMUS
(4) OBLIVIOUS
(5) TYRANT
(6) PLETHORA
(6A) PLETHORA
(6B) PLETHORA
(6C) PLETHORA
(6D) PLETHORA
(6E) PLETHORA
(6F) PLETHORA
(6G) PLETHORA
(7) My Big Boss
(8) INCARNATE
(8A) INCARNATE
(8B) INCARNATE
(8C) INCARNATE
(9) DAME
(9A) DAME
(9B) DAME
(9C) DAME
(10)BERYL - 2
(10A) BERYL-2
(10B) BERYL-2
(10C) BERYL-2
(11) DREAMS
(11A) DREAMS
(11B) DREAMS
(12) GADAISA
(13) RAIN
(13A) RAIN
(13B) RAIN
(13C) RAIN
ATTENTION
THANKYOU
(14) HERE,LOVE
(14A) HERE, LOVE
(15) NECESSITY
(15A) NECESSITY
(15B) NECESSITY
(15C) NECESSITY
(15D) NECESSITY
(15E) NECESSITY
(16) DAY DREAM
(16A) DAY DREAM
(16B) DAY DREAM
(16C) DAY DREAM
(16D) DAY DREAM
(16E) DAY DREAM
(16F) DAY DREAM
(16G) DAY DREAM
INFO LAPAK BARU
(17) Fool Again
(17A) Fool Again
(17B) Fool Again
[ASKING SESSION] FOOL AGAIN
[ANSWERING]
(18) My Boss and Me
(19) STARLIGHT
(19B) STARLIGHT
(19C) STARLIGHT
(19D) STARLIGHT
(19E) STARLIGHT
(19F) STARLIGHT
(20) Be With You
(20A) Be With You
(20B) BE WITH YOU
(20C) BE WITH YOU
(20D) BE WITH YOU
(21) IF
(21A) IF
(21B) IF
(21C) IF
(21D) IF

(9D) DAME

7.9K 661 59
By prncch

****

"Jangan memancingku untuk datang jika akhirnya kau paksaku pulang. Jangan biarkan rasa ini semakin dalam jika harapanku kau buat kelam." - unknown

***

Tika mengira ia sudah mati. Kegelapan benar-benar mengerogotinya sampai kedua matanya terbuka, ia malah menemukan sosok Tito di sana, menatapnya dengan tatapan kosong.

"Tika, kamu sudah sadar?!" tukas Tito berlari mendekati Tika. Ia pun menunduk, mencium kening Tika sambil menghela napas lega.

Tika menegang di tempat. Kepalanya masih terasa berdenyut apalagi keadaan tubuhnya sedang tidak fit, dan kehadiran Tito menambah sesak hatinya,meremas jantung. Tito memeluknya? Mencium keningnya? Meminta maaf? Apakah Ia salah?

"Aku janji... aku janji tidak akan meninggalkanmu lagi. Aku janji."

Bisikan lirih itu menghantam ulu hati Tika, membuat air mata Tika mengalir. Tak sadar ia menggelengkan kepala. Tidak. Tidak. Janji yang diucapkan Tito terakhir kali itu membuat Tika benar-benar tidak lagi dapat percaya pada laki-laki itu, apalagi setelah kejadian tadi dimana laki-laki itu memperkosanya, melakukan segala hal sesuai kehendaknya sendiri. Oh Tuhan. Tika menjerit dalam hati. Tak sadar tubuhnya merinding.

Tika mendorong tubuhnya mundur sambil memalingkan wajahnya dari Tito. Raut wajahnya mendingin walau air mata itu masih dapat terlihat dari sudut mata Tika.

"Keluar kamu." Tukas Tika dingin

Tito membulatkan matanya tidak percaya. Ia menggelengkan kepalanya, bersikeras agar tidak kemana-mana. Ia harus menjaga wanita ini. Entah sejak kapan. Entah bagaimana, Entah apapun itu yang merasuki dirinya... ia menjadi begitu takut. Demi Tuhan, Ia tidak pernah merasakan ketakutan seperti ini dan kejadian Tika pingsan tadi benar-benar membuatnya hampir mati.

Kamu masih mencintainya. Kamu masih cinta!

Kata itu bergolak dalam benak Tito. Enggan 'tuk ia akui namun tidak dapat ia pungkiri jika ia memang masih mencintai wanita ini. Ia masih begitu menginginkannya. Semua sikap kasarnya hanya merupakan benteng pertahanannya agar menghindari Tika, agar memberi batasan keras diantara mereka.

Tapi itu gagal. Gagal total.

"Maaf. Maaf,Tik. Aku..."

"Cukup!"

Teriak Tika. Kedua matanya berkaca-kaca akan panggilan itu. Tuhan. Kata itu, cara panggilan itu, kelembutan itu kembali terdengar dari suara Tito dan hal itu tidak bisa Tika biarkan begitu saja. Ia lebih baik memilih mati daripada harus menerima laki-laki yang sudah berlaku kasar padanya, yang sudah berkhianat darinya bahkan memiliki anak dari hasil pengkhianatan itu.. Jika pernah terjadi... maka tidak memungkinkan jika ada kedua kalinya dan Tika tidak mau. Ia tidak mau!

"Keluar. Saya bilang keluar! Keluar kamu!" teriak Tika sambil menunjuk ke arah pintu.

Bibir Tito terbuka, hendak menegur, namun raut wajah sedih Tika, terutama raut kelelahan dan tubuhnya yang kian mengurus itu meremas jantung Tito membuat Tito pun mengalah pada keadaan. Ia pun mengangguk lirih kemudian berjalan keluar tanpa banyak berkata, sementara itu Tika yang baru ditinggalkan Tito itu pun terpaku di tempatnya.

Air mata Tika masih mengalir, namun Ia tidak lagi terisak. Entah karena dirinya yang telah terbiasa atau karena pintu hatinya sudah tertutup untuk laki-laki itu. Dan jikalau hal itu benar-benar terjadi, siapa yang rugi?

Tidak ada. Tidak ada sama sekali. Karena sudah sejak awal hanya dirinya yang menderita kesakitan ini. Hanya dirinya.

Ketika itu Tika pun memejamkan kedua matanya, membiarkan air matanya terus mengalir dalam keheningan sampai ia kembali terlelap dengan satu harapan, andai ia mati maka ia bisa hidup lebih bahagia tanpa laki-laki itu. andai... andai.

***

"Apa lagi yang kamu lakukan pada Tika?!" tanya mama marah saat Tito kembali ke rumah untuk beristirahat sebentar dan membersihkan diri.

Langkah Tito tertahankan. Ia menoleh, menatap mama nya dengan sorot kelelahan. Setelah menunggu berjam-jam di depan kamar inap Tika diiringi dengan kelebat masa lalu dan rasa bersalah yang kian lama kian menyesakkan dada, Tito benar-benar merasa lelah. Ia butuh istirahat.

"Tito!" teriak mama saat Tito berjalan mendahuluinya

Tito menarik napas pelan kemudian berbalik, membalas tatapan mama nya dengan tatapan memohon.

"Ma. Bisa ngga ma jangan bicarakan hal itu sekarang? Tito capek,ma. Butuh istirahat." Ucap Tito lembut

"Kamu kira mama tidak tahu perbuatanmu semalam? Kamu melakukan apa dengan Tika? Kamu melukainya lagi?" tanya mama menuntut. Ia menahan langkah Tito sambil menatap Tito dengan tajam.

Tito memejamkan kedua matanya, mencoba untuk bersabar sementara dadanya mulai terasa memanas. Oh! Ia benar-benar membutuhkan istirahat. Rasanya kepalanya hampir pecah mendengar penuturan mama yang selalu menyalahkannya. Kepalanya terasa berdenyut saat mama mengoncang tangan Tito.

"Ma. Tito ngga melukai Tika. Tito hanya ingin melindunginya. Tito ..."

"Bohong!" tukas mama menyela. Mama menyipitkan kedua matanya sambil melipat tangan di dada. Kepalanya terangkat, menatap putranya yang jauh lebih tinggi darinya.

"Katakan yang sebenarnya pada mama! Kamu baru lakukan apa dengan Tika? Kamu ngga tahu kalau Tika begitu juga karena keluarga kita? Karena pengorbanannya? Karena kamu? Kalau saja kamu ngga berbuat kasar pada Tika, Tika pasti tidak stress dan masuk rumah sakit.. Seharusnya kamu itu bertanggung jawab bukan melarikan diri! Keluarga kita tidak pernah mengajarkan penerus-penerusnya menjadi pengecut dan karena kamu...."

"Ma!" teriak Tito frustasi mengejutkan mama, membuat mama mundur beberapa langkah. Kedua wajah Tito memerah. Ia membalas tatapan mama dengan kedua mata berkabut marah.

"Ya. Aku tahu dia begitu karena aku. Semua karena aku! Tapi siapa coba yang butuh penerus?! Siapa?! Siapa ma?! Mama kan?!" teriak Tito marah. Kepalanya menggeleng. Ia menarik napas kuat sambil mengusap wajahnya. Langkahnya ke sana ke mari. Ia menggeram kemudian menatap mama nya dengan rahang mengeras.

"Sebenarnya anak mama itu siapa sih? Aku atau Tika? Aku sedang mencoba,ma! Aku sedang mencoba!! Mengapa tidak ada satu pun dari kalian yang mengerti aku? Aku dipaksa menikahi wanita yang tidak kucintai! Untuk menghamilinya! Ma, aku manusia, bisa mencintai akan kebiasaan dan melupakan karena berpisah. Mama ngga pernah mengerti aku!!" sambung Tito dengan kedua mata memerah. Napasnya mulai berat. Rasanya Ia ingin menangis. Oh Tuhan. Bukan karena ia yang lemah. Bukan karena ia yang keras kepala, bukan karena ia yang sedih, tapi karena ia sudah lelah. Ia benar-benar butuh beristirahat.

"Kamu....Tito. Kamu benar-benar.... Mama butuh penerus. Ya memang. Tapi kamu berjanji akan selalu mencintai Tika. Dimana janjimu itu?!" tukas mama dengan kedua mata berkaca-kaca.

Tito mengusap wajahnya sekali lagi. Ia menggeram sambil menghembuskan napas kuat kemudian memutuskan meninggalkan mama dengan kedua mata berkaca-kaca mama.

Sesampainya Tito di dalam kamar, Ia merebahkan tubuhnya di sana, memejamkan kedua matanya sambil memijit pelipis kepalanya. Ia bahkan tidak berniat mengambil ponselnya yang berdering walau ponselnya hanya berada beberapa jengkal di samping tubuhnya. Ia benar-benar butuh beristirahat, kata-kata itu berteriak keras, memerintah dirinya secara otomatis untuk tidur.

Sementara itu di seberang sana, Tiya mengerutkan kening sambil melihat ponselnya. Sudah sepuluh kali Ia menghubungi suaminya namun selama itu pula Tito tidak menjawab panggilannya. Tiya menghembuskan napas pelan, mencoba berpikir positif. Ia pun menundukkan kepalanya, menatap perutnya sambil mengusapnya dengan lembut.

Sabar ya sayang.Sebentar lagi ... sebentar lagi papa kamu akan kembali bersama kita dan hidup bahagia sebagaimana adanya, gumam Tiya percaya dalam hati

***

Pagi harinya mama memaksa Tito bangun dan menemaninya ke rumah sakit untuk menjenguk Tika. Tito menurut. Setelah membersihkan diri, ia pun mengendarai mobilnya menuju rumah sakit. Sesampainya suara tawa Tika terdengar, menghentikan langkah Tito ketika itu. Dadanya terasa memanas, perpaduan rasa hangat dan perih yang menjalar. Oh Tuhan. Sudah berapa lama ia tidak mendengar tawa itu? Mengapa kini Ia seolah merasa begitu ... tenang mendengar tawa itu?

Tito membasahi bibirnya. Ia memelankan langkahnya memasuki kamar tersebut. Kedua matanya terpaku saat menemukan Tika sedang tertawa bersama seorang dokter muda. Tak sadar raut wajah Tito mengeras. Ia pun melangkah mendekat kemudian melingkarkan tangannya di bahu Tika. Hal itu sontak mengejutkan Tika. Bibirnya terbuka, hendak menegur, namun begitu didapatinya Tito di sana, membalas tatapan dokter Gail dengan tatapan tajam,Tika mengurungkan niatnya. Ia melepaskan lingkaran tangan Tito dengan hati-hati. Dihiraukannya tatapan tajam menusuk Tito padanya sambil mencoba menguatkan diri sendiri dalam hati.

"Untuk apa kamu data..."

Perkataan Tika tertahankan saat melihat mama di sana. Raut wajah Tika pun menjadi berseri-seri. Ia menyapa mama kemudian menyalami mama dengan sopan.

"Mama ngga sibuk datang pagi-pagi? Bukannya mama biasanya setiap hari kamis ada arisan ya?" Tanya Tika sopan

"Menantu mama lebih penting dari apapun." Tukas mama setengah menyindir akan kehadiran dokter Gail yang menurutnya sedang mencoba mendekati Tika.

"Terima kasih,mama." Balas Tika lembut. Kedua matanya berkaca-kaca tanpa Ia sadari. Ia menghembuskan napas kuat berkali-kali, mencoba mengumpulkan mentalnya, kemudian meminta dokter Gail ke luar terlebih dahulu.

"Siapa dia?" tanya Tito sesaat setelah dokter Gail keluar.

"Apakah itu urusanmu?" tanya Tika tanpa bisa membendung rasa sakit hatinya

Tito menggeram. Rahangnya mengeras. Tak sadar langkahnya mendekat. Ia menunduk, menyejajarkan posisi mereka kemudian berkata dengan tatapan mata tajam.

"Aku suamimu jika kamu tidak lupa. Apakah perlu kuingatkan kamu dengan caraku sendiri siapa aku?"

Tika bergedik ngeri dalam hati. Tubuhnya otomatis mundur. Ia menggelengkan kepalanya sambil bangkit berdiri. Tidak. Tidak. Jangan pernah menyalahkan dirinya. Ia hanya sudah terlalu lelah akan drama ini. Ia terlalu lelah akan kebohongan, akan pengkhianatan, akan kepura-puraan ini semua.

"Aku bukan lagi istrimu. Kamu sendiri yang berkata seperti itu bukan?" tanya Tika menantang

"Kamu...." Geram Tito

"Kenapa? Kenapa kamu harus marah? Bukankah memang inilah kenyataannya? Kita memang tidak bisa bersama." Sambung Tika dingin. Seberusaha mungkin Ia mencoba memasang raut wajah dingin. Ia tidak boleh lagi terlihat lemah di hadapan Tito. Sementara itu Tito tersenyum miris. Ia mengangguk-angguk mengerti kemudian menatap Tika dengan dalam.

"Semua itu karena dokter itu 'kan?" tebak Tito mengejutkan Tika, namun beruntung Ia mampu mengendalikan dirinya secepat mungkin. Alarm bawah sadarnya langsung bekerja keras. Ini waktunya yang tepat. Laki-laki itu pasti sedang menantikan Tika mengatakan hal semacam itu dihadapan mama nya. Ya pasti.

"Kalau bukan dia, apakah aku masih bisa hidup?" tukas Tika jujur. Dokter Gail memang merupakan salah satu dokter yang selalu menangani Tika. Tika tidak munafik untuk mengakui ketampanan dokter Gail. Dokter itu pula selalu menunjukkan tanda-tanda tertarik pada Tika. Bukan karena dia tukang nikung, hanya saja dokter Gail tidak pernah melihat sosok laki-laki datang menjenguk Tika selama setahun. Karena itu dokter Gail mulai gencar mendekati Tika dan satu hal yang paling terpenting bahwa dokter itu menerima Tika apa adanya, menerima kondisinya yang tidak bisa hamil dan hampir lumpuh bukan seperti Tito.

Hal itu mau tak mau menggores luka hati Tika. Tika menelan ludahnya dengan susah payah. Dibalasnya tatapan Tito dengan tatapan terluka sambil berkata,"Disaat ada laki-laki lain yang mampu membantuku bangkit berdiri, yang mampu menolongku, menerimaku apa adanya, apa lagi yang harus ku tuntut disaat suami sendiri saja sedang bersenang-senang dengan wanita lain?"

"Tika...." Bisik lirih mama. Ia berjalan mendekat kemudian menyentuh lengan Tika. Tatapannya memohon. Kepala mama menggeleng.

"Jangan begini. Mama mohon. Tito begini juga karena mama. Mama yang memintanya menikah. Kamu salahkan mama saja. Jangan salahkan Tito. Ya?" pinta mama sambil meneteskan air mata

Tika tahu mama menangis tapi ia mencoba dengan sekeras mungkin agar tidak menatap mama karena ia tahu air mata orang tua akan mengagalkannya untuk berpisah dengan Tito. Tika mencoba bertahan pada posisinya. Ia mencoba mengangkat kepalanya ke atas, mencoba membalas tatapan Tito dengan kedinginan yang pernah Tito berikan padanya dan menemukan dirinya terluka di sana.

Bayangan romansa manis di antara mereka, bayangan saat laki-laki itu menyentuhnya, menciumnya, membuat Tika merinding. Oh Tuhan. Ia pasti serendah itu sekarang di hadapan Tito.

"Mencintai dan dicintai adalah mimpi semua orang tak terkecuali aku. Saat dia mampu mencintai wanita lain, berarti cintanya tidak sebesar itu padaku, karena jika dia mencinta, dia akan mempertahankan, bukan menyerah pada keadaan. Sederhana. Selalu sederhana. Jadi lebih baik kita bercerai." Tukas Tika datar

Mama menggelengkan kepala. Ia hendak memprotes namun Tika tidak memberi kesempatan itu pada mama sama sekali. Ia menggelengkan kepalanya sambil memberi jarak di antara mereka.

"Jika bisa hidup tanpaku selama setahun maka yakinlah dia bisa hidup tanpaku selamanya. Ma, aku minta maaf. Tapi pernikahan ini memang sudah berada di ujung tanduk. Kita tidak lagi sejalan. Bahagianya bukan lagi bahagiaku. Aku juga bisa sakit hati,ma." Tukas Tika menatap sang mama. Air mata mama meneteskan air mata Tika juga. Ia mengigit bibirnya dan masih mencoba untuk kuat sekali lagi dan lagi.

"Maafkan aku." Gumam Tika kemudian menarik paksa jarum infus tersebut kemudian melangkah pergi tanpa menatap Tito sama sekali.

Mengapa laki-laki itu tidak menggamuk? Mengapa dia tidak memprotes sama sekali?

Tolol. Tentu karena dia sudah tidak mencintaimu.

Hal itu mau tidak mau membuat Tika tersenyum getir. Ia pun langsung meninggalkan ruangan itu. langkahnya terhenti saat menemukan dokter Gail di sana. Dokter itu bersandar di dinding dengan tatapan jauh ke depan dan setelah menyadari keberadaan Tika, ia pun mengukir seulas senyum manis. Ia melangkah mendekat dan menyeka air mata Tika.

"Semua akan baik-baik saja." bisik dokter Gail sambil membawa Tika ke dalam pelukannya. Tidak ia hiraukan desas-desus yang mungkin akan muncul. Ia hanya butuh melindungi wanita ini dan hal itu begitu mutlak, jauh lebih penting dari apapun termasuk pekerjaannya.

"Terima kasih,dok. Terima kasih." Bisik lirih Tika sambil terisak sementara itu dokter Gail langsung membawa Tika ke dalam ruangannya. Tatapan yang teduh nan dalam dan lembut itu menghipnotis Tika. Ia pun menurut saja saat dokter Gail membawanya.

"Kita harus mengobati tanganmu yang berdarah itu. Setelah itu aku janji kamu boleh nangis sepuasnya di sini, di bahuku." Ucap dokter Gail sambil tersenyum hangat, melelehkan Tika. Pada saat itu pun Tika mengangguk setuju dengan wajah memerah, tidak menyadari jika sepasang mata itu sedang menatapnya dengan kedua mata berkaca-kaca dan setelah tampak belakang Tika tidak lagi terlihat, air mata Tito jatuh membasahi pipi.

Rasanya ia ingin menarik Tika, ingin melarang perceraian itu tapi apa yang dapat ia lakukan? Ia tidak bisa melakukan apapun selain membaurkan rasa sakit hatinya dengan isakan tangis mama. []

****

Officialy end ya.

Next short story?? :D


Continue Reading

You'll Also Like

7.2M 351K 75
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
255K 1.1K 15
⚠️LAPAK CERITA 1821+ ⚠️ANAK KECIL JAUH-JAUH SANA! ⚠️NO COPY!
2.8M 302K 50
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
1.4M 134K 48
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...