KALEIDOSCOPIC

By prncch

682K 58.6K 6.7K

Vina tidak pernah menyangka perkataannya tentang laki-laki idaman semasa remaja benar-benar terjadi padanya... More

(1) BERYL
(1A) BERYL
(1B) BERYL
(2) IGNEOUS
(2A) IGNEOUS
(2B) IGNEOUS
(2C) IGNEOUS
(2D) IGNEOUS
(3) IGNORAMUS
(4) OBLIVIOUS
(5) TYRANT
(6) PLETHORA
(6A) PLETHORA
(6B) PLETHORA
(6C) PLETHORA
(6D) PLETHORA
(6E) PLETHORA
(6F) PLETHORA
(6G) PLETHORA
(7) My Big Boss
(8) INCARNATE
(8A) INCARNATE
(8B) INCARNATE
(8C) INCARNATE
(9A) DAME
(9B) DAME
(9C) DAME
(9D) DAME
(10)BERYL - 2
(10A) BERYL-2
(10B) BERYL-2
(10C) BERYL-2
(11) DREAMS
(11A) DREAMS
(11B) DREAMS
(12) GADAISA
(13) RAIN
(13A) RAIN
(13B) RAIN
(13C) RAIN
ATTENTION
THANKYOU
(14) HERE,LOVE
(14A) HERE, LOVE
(15) NECESSITY
(15A) NECESSITY
(15B) NECESSITY
(15C) NECESSITY
(15D) NECESSITY
(15E) NECESSITY
(16) DAY DREAM
(16A) DAY DREAM
(16B) DAY DREAM
(16C) DAY DREAM
(16D) DAY DREAM
(16E) DAY DREAM
(16F) DAY DREAM
(16G) DAY DREAM
INFO LAPAK BARU
(17) Fool Again
(17A) Fool Again
(17B) Fool Again
[ASKING SESSION] FOOL AGAIN
[ANSWERING]
(18) My Boss and Me
(19) STARLIGHT
(19B) STARLIGHT
(19C) STARLIGHT
(19D) STARLIGHT
(19E) STARLIGHT
(19F) STARLIGHT
(20) Be With You
(20A) Be With You
(20B) BE WITH YOU
(20C) BE WITH YOU
(20D) BE WITH YOU
(21) IF
(21A) IF
(21B) IF
(21C) IF
(21D) IF

(9) DAME

9.5K 705 98
By prncch

****

“Kau pergi bukan karena kau ingin yang terbaik untukku tapi karena aku mungkin bukanlah yang terbaik bagimu.” - unknown

***
    
Ruangan ini masih begitu rapi. Setiap benda milik Tika seolah tidak tersentuh sama sekali padahal debu tidak melekat sama sekali. Tak sadar Tika menyunggingkan seulas senyum tipis. Dilangkahkan kakinya berbaring di atas kasur sambil menatap ke penjuru ruangan kamarnya yang luas. Ralat, kamar mereka, dirinya dan suaminya.
    
Dinginnya AC yang menyala membuat Tika tak sadar memeluk tubuhnya sendiri. Ia membasahi bibirnya saat menatap bingkai foto Tito yang terpasang di dinding. Wajah itu terlihat begitu tampan. Campuran darah german membuat laki-laki yang dicintainya itu semakin sempurna. Tak sadar Tika bangkit dari pembaringannya dan mengelus permukaan foto Tito.
    
Senyum ini begitu lebar … dan ya efeknya masih sama dan akan selalu sama sampai detik ini. Jantungnya berdebar dengan kencang. Rasa hangat pun menyelimuti dada. Oh Tuhan. Sudah berapa lama sih dirinya tidak bertemu dengan sang suami hingga rasanya begitu menyesakkan?
    
Dirinya meridukan sang suami. Sangat teramat merindukannya.
    
Pintu kamar terbuka dengan cukup keras. Sosok laki-laki yang dirindukannya memasuki kamar. Aroma khasnya langsung membuat Tika berbalik badan, menatapnya dengan sorot bahagia, namun kebahagiaan itu sirna begitu saja saat melihat Tito sedang memeluk seorang wanita berpakaian seksi bahkan kini keduanya saling berciuman di hadapan Tika.
     
Jantung Tika teremas dengan kuat. Ia mengerjapkan kedua matanya saat kedua pasang mata itu menatapnya. Dan kini bahkan sorot cinta itu sudah menghilang berganti dengan kedinginan yang terasa menikamnya. Laki-laki itu menyunggingkan seulas senyum sinis sambil mengangkat sebelah alisnya.
    
“Kamu sudah balik?” tanya Tito berbasa-basi
    
Tika berusaha menahan dadanya yang berkecambuk. Ia mencoba terlihat kuat walau nyatanya ia ingin mencakar wajah wanita itu, menamparnya, mengusirnya dari rumah mereka. Tika berdeham pelan sambil memaksakan seulas senyum hangat.
    
“Tentu saja. Memangnya kamu kira berapa lama aku bisa berjauh-jauhan denganmu? Aku merindukanmu,To.” Jawab Tika tulus walau rasa sakit itu turut mengiringi. Ia melangkah mendekat kemudian mengulurkan tangan, hendak memeluk Tito namun dengan cekatan Tito memundurkan tubuhnya sambil menatap Tika dengan sorot tidak suka.
    
Tak sadar Tika menyunggingkan seulas senyum getir. Ia mencoba menahan tangis saat bibirnya mulai bergemetar. Dengan cekatan dibasahi bibirnya itu sambil mengangkat dagu tinggi-tinggi. Tidak, tolong, tolong Tik, jangan nangis, jangan menangis dihadapannya.
    
“Kamu tidak mau memelukku setelah setengah tahun mungkin kita berpisah?” tanya Tika
    
“Kamu membuatku jijik.” Tukas Tito kesal sementara itu wanita berpakaian seksi itu tersenyum mengejek bahkan kini wanita itu semakin menempelkan tubuhnya di dada bidang Tito sambil mengedip menggoda pada Tito.
    
“Keluar kamu. Ini bukan lagi kamarmu sejak dia menjadi istriku.” Sambung Tito menekankan setiap katanya.
    
Kedua mata Tika terbuka lebar. Ia mengerjap tidak percaya. Tak sadar raut wajah tenang yang berusaha ia tampilkan itu menampakkan raut wajah terluka saat kedua matanya menemukan cincin yang berbeda di jari manis Tito. Jelas saja, cincin itu bukan cincin pernikahan mereka. Cincin itu … adalah cincin pernikahan Tito dengan Tiya, istri muda Tito.
    
“Kamu ….?”
    
Tika bahkan tidak lagi mampu berkata saat mendengar tawa mengejek Tito. Tunggu … Tiko tertawa mengejek padanya? Sejak kapan? Mengapa … mengapa laki-laki itu mampu melakukan hal ini pada Tika? Bukankah dulu laki-laki ini selalu menyatakan cinta padanya, selalu menciumnya, selalu memperlakukannya dengan istimewa? Mengapa kini semuanya menjadi … berbeda?
     
“Bunda belum beritahu ya? Kami sudah menikah dan sekarang Tiya sedang hamil. Karena itu sebaiknya kamu keluar sekarang karena Tiya butuh istirahat.” Jelas Tito tanpa perasaan
    
“Sayang, aku boleh ganti bed covernya ya,yang?” tanya Tiya manja. Ia menatap Tika dengan tajam kemudian mengelus dada bidang Tito sambil melanjutkan,“Lagipula istri tuamu itu sudah kembali bukan,yang. Jadi, semua barang-barangnya sudah bisa dipidahkan bukan.”
    
Tika berharap dalam hati jika suaminya melarang atau bahkan memarahi istri mudanya. Bagaimanapun kamar ini adalah kamar yang di desain Tito sendiri untuknya. Bahkan semua barang-barangnya dari pakaian hingga peralatan make-up adalah pemberian Tito. Laki-laki itu pasti tidak akan mampu mengusir Tika dari kamarnya sendiri. Ya pasti. Namun semuanya runtuh begitu saja saat didengarkan suara itu berkata tanpa sedikit pun keraguan.
    
Sure. Aku akan panggil mbok Atih pindahkan ya,sayang.”
    
Ketika itu Tika meneteskan air matanya, namun secepat kilat ia menyekanya dengan kasar. Sekujur tubuhnya terasa bergemetar. Rasanya ia akan roboh saat ini namun beruntung akal sehatnya masih bekerja dengan baik. Ia pun menahan napasnya sambil membalas tatapan dingin Tito dengan datar.
     
Tuhan, tatapan itu masih begitu mendebarkan, namun mengapa rasa sakit turut mengiringinya? Mengapa kini bahkan Tika terasa tidak lagi mampu untuk menatap suaminya? Ia merasa begitu sakit di sekujur tubuhnya. Ia merasa … dikhianati. Tapi benarkah dirinya dikhianati sementara dirinya saja tidak mampu memberikan keturunan bagi laki-laki itu?
     
Sejak kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya, Tika divonis tidak mampu mengandung lagi. Rahimnya telah diangkat akibat kecelakaan itu. Kecelakaan itu pula membuat Tika frustasi. Ia hampir bunuh diri. Ia merasa tidak lagi berguna menjadi wanita namun kala itu Tito datang dengan beribu janji.
     
Janji tinggal janji. Benar saja. Mana ada laki-laki yang mau hidup dengan wanita sepertinya. Bahkan seorang Tito yang begitu mencintainya saja mampu berpaling. Janji yang Tito ucapkan dulu, meminta Tika agar menyembuhkan diri baik batin dan fisiknya, yaitu kakinya yang hampir lumpuh kemarin, dan berkata semua akan baik-baik saja, bahwa dirinya akan selalu mencintai Tika, akan selalu mendukung tika hanya .... tipuan belaka.
     
Laki-laki itu tidak lagi mencintainya. Semua perkataannya hanya angin lalu. Semua janjinya hanya diucapkan tanpa suatu tekat.
    
“Tidak perlu.” Ucap Tika dengan suara bergetar.
    
“Kamar ini bukan milikmu lagi,Tika. Kamu harus bisa menerima kenyataan dan keadaan yang ada. Kamarmu sekarang berada di lantai terakhir dan barang-barang ini semua otomatis akan dipindahkan ke kamarmu juga. Tiya tidak mungkin menggunakannya apalagi aku.” Balas Tito dingin
    
Tika menarik napas kuat, mencoba menghalau rasa sakit yang ada. Kuat,tik, kuat. Kamu pasti bisa. Bibir Tika terbuka, hendak membalas, namun kembali tertahankan akan kata Tito yang terasa menumbuk ulu hatinya.
    
“Lagi pula kamu sudah harus bersyukur karena aku masih sedikit berbaik hati membiarkanmu tetap tinggal.” Ucap Tito sambil menatap Tika dengan sorot tidak suka sementara itu kedua mata Tika berkaca-kaca.

Perkataan itu menyimpulkan segalanya jika laki-laki itu memang tidak menginginkan keberadaannya lagi. Tak sadar Tika mengigit bibir bagian dalamnya sambil mengepalkan kedua tangannya. Ia mencoba bertahan akan tatapan itu. Ia mencoba agar tidak menangis saat kedua mata itu meneliti sekujur tubuhnya.
    
“Jadi, kamu tidak menginginkanku lagi?” Tanya Tika memberanikan diri
    
“Kamu kira kamu siapa?” Tanya Tito membalas membuat Tika menyungginkan seulas senyum getir. Cukup. Cukup dengan kata itu dan dirinya telah mengerti dengan sangat jelas jika dirinya memang tidak lagi berharga.
    
“Istrimu tuamu yang tidak mampu untuk memberimu keturunan. Bukankah begitu?” balas Tika dengan nada bergetar. Ia mencoba untuk tersenyum saat sorot mata laki-laki itu berubah. Langkahnya mendekat dan hampir menubruk Tika. Seberusaha mungkin Tika menahan dirinya agar tidak melangkah mundur.
    
Oh Tuhan. Aroma ini … aroma ini adalah aroma favoritnya sepanjang hidupnya.
    
Mereka tertahankan dalam jarak beberapa senti. Tinggi badan Tika yang memang jauh lebih rendah dari Tito pun hanya mampu menatap dada laki-laki itu, dada yang membuat Tika tersadarkan jika kini ada tangan lain yang menyentuh di sana. Ada tangan lain yang dibutuhkan laki-laki itu kini. Tak sadar Tika menahan napasnya. Ia pun memberanikan diri mengangkat kepala, membalas tatapan tajam dan menusuk laki-laki itu dengan tatapan terluka. Sesaat … hanya sesaat sebelum akhirnya ia menatap Tito dengan tatapan datar.
    
“Aku sadar,To. Sangat sangat sadar. Kehadiranku memang tidak lagi dibutuhkan. Maaf karena kelancanganku memasuki ruang privasi kalian. Aku hanya belum sadar tadi dan terima kasih karena kamu telah menyadarkanku akan satu hal.” Tukas Tika dengan kedua mata berkaca-kaca.

Tangan Tika pun dengan gemetar melepaskan cincin pernikahan mereka yang masih senantiasa terpasang di jari manisnya kemudian dengan hati-hati mengambil tangan Tito dan meletakkannya di telapak tangan Tito.
    
“Kamu yang beli cincinnya bukan? Karena itu aku mengembalikannya, termasuk semua barang-barang ini. Pakaian-pakaian, sepatu, tas, segalanya … segala yang pernah ada. Aku mengembalikan segalanya padamu. Itu semua uangmu.” Sambung Tika sambil menunjuk penjuru ruangan. Tatapannya berhenti saat menemukan foto pernikahan mereka yang masih terpajang di dalam kamar. Air matanya mengalir ketika itu. Akal sehatnya berteriak agar menyekanya, namun batinnya lelah. Untuk apa jikalau Tito juga telah melihatnya?
    
Ia lelah …  ia lelah akan pengkhianatan ini.
    
“Dan itu … kamu boleh membakarnya. Tidak baik untuk adik bayi. Mungkin aku terlambat but congratulation,To. Kamu akan menjadi seorang ayah. Sudah impianmu dari dulu bukan.” Tukas Tika.
    
Tito menatap Tika dengan sorot tidak suka. Ia mencampakkan cincin pernikahan itu ke lantai kemudian mencengkram bahu Tika dengan keras. Kepalanya menunduk, menatap ke dalam mata Tika, sambil bertanya,“Apa maksudmu? Berhenti berakting!”
    
Saat kedua pasang mata mereka beradu dalam satu titik terdekat, saat itu pula air mata Tika mengalir semakin banyak. Ia merasa sangat sakit akan tatapan yang begitu menghujamnya. Sentuhan itu kini terasa begitu menyakitkan. Cengkraman ini bahkan terasa hampir meremukkan tulang Tika jika saja dirinya tidak terjatuh.
    
Bahkan laki-laki itu tidak mau repot-repot membantu Tika bangkit berdiri.
    
Tika meringis sakit sambil menyentuh kakinya. Seberusaha mungkin Ia mencoba bertahan akan bahu yang sakit. Ia tidak mau bahkan untuk meringis sakit di bahu itu, bahu bekas sentuhan laki-laki itu. Beruntung ada kursi di sekitar Tika sehingga Tika mampu bangkit berdiri dengan bantuan kursi itu.
    
“Seharusnya kakimu sudah sembuh.” Tukas Tito dengan nada mencela
    
“Apakah itu urusanmu?” balas Tika seketika membuat kedua mata Tito berkobar marah. Ia kembali menarik Tika hingga membuat punggung Tika menubruk lemari.
   
“Jangan pernah berani menentangku! Kamu mengerti?!” ucap Tito menekankan setiap katanya. Tangan-tangan itu terulur, menarik rambut sebahu Tika. Tubuh itu merapat, mengenai bagian depan tubuh Tika, membuat Tika tak sadar memejamkan mata akan tubrukan itu kemudian rasa sakit kembali menghantamnya.
    
Laki-laki ini sudah menjadi begitu kasar. Laki-laki ini … mengecewakan dirinya.
    
“Tidak. Tidak sama sekali. Aku tidak mengerti dirimu yang sekarang. Aku … memendam kekecewaan yang begitu besar padamu. Dimana Tito-ku yang dulu?” Balas Tika sambil menggelengkan kepalanya.

Oh Tuhan. Mengapa Ia malah berbicara sampai ke jalur itu? Ia tidak lagi sepantasnya berbicara demikian. Tito-nya sudah mati bukan sejak dirinya divonis tidak mampu mengandung?
    
“Tito-mu? Lelucon apa yang kamu maksud? Aku, Tito, bukan Tito-mu.” Tukas Tito
    
“Ya memang. Kamu memang bukan lagi Tito-ku.” Ucap Tika sambil membuka kedua matanya menatap Tito. Tika yakin wajahnya pasti sudah memerah saat ini. Ia tidak berusaha melawan. Ia tidak berusaha memberontak saat Tito mengangkat tangan Tika ke atas, menyatukan kedua lengan Tika hanya dengan satu tangannya sementara tangannya yang lain menahan bagian belakang leher Tika.
    
“Aku bukan Tito-mu bahkan sejak dari dulu sampai sekarang. Berhenti mengingatkanku akan masa menjijikkan itu!” teriak tertahan Tito membuat Tika menipiskan bibirnya. Ia mencoba terlihat tenang saat kobaran amarah yang tercetak di mata Tito beradu dengan sorot matanya yang memancarkan keterlukaan dan saat mereka saling bertatapan dalam kediaman, Tika pun mengangguk mengiyakan sepenuhnya.
    
I will and I won’t make you remember about us anymore because my tito has been died when I got that accident. And yeah … the man who stand in front of me, isn’t him anymore. Aku sadar,To. Aku sadar. Same people with different feelings.” Ucap lirih Tika.
    
Tika memejamkan mata, bersiap menerima tamparan Tito jika saja Tiya tidak berada di tengah-tengah mereka. Wanita itu memang terlihat begitu licik namun kali ini .. untuk kali ini saja Tika mengakui jika Tiya sedikit berbaik hati menahan tangan yang hampir menamparnya. Jika tidak, Tika yakin dirinya akan terisak disini, di hadapan laki-laki yang telah berkhianat demi keturunan, demi napsu.
    
“Tito! Sadar. Untuk apa kamu marah-marah hanya karena dia?!” tukas Tiya marah. Ia pun memeluk Tito sambil membenamkan kepalanya di dada Tito sementara itu Tito tidak dapat berkutik lagi sama sekali. Istri mudanya bagai poros kehidupan Tito saat ini. Padahal dulu Tika lah yang mengisi posisi itu.
     
Tak sadar Tika bergedik akan pemikiran itu. Ia pun menggelengkan kepalanya sambil merapikan pakaian dan rambutnya kemudian bersiap melangkah pergi sebelum suara Tito kembali menahannya lagi dan lagi.
    
“Kalau kamu keluar barang kali selangkah saja dari rumahku maka jangan harap untuk kembali lagi bahkan jika kamu berlutut memohon-mohon padaku, Tiya atau pun keluargaku.” Tukas Tito marah dibalas Tika dengan anggukan lirih.
    
Tika menggerakkan kepalanya agar menatap wajah Tito kemudian meneteskan air mata karena melihat posisi Tito dengan Tiya. Pada akhirnya dengan berat hati Tika harus mengakui jika memang tempat itu lebih pantas diisi Tiya, bukan dirinya.
    
Tika pun menyeka air matanya sambil menggepalkan kedua tangannya kemudian berbisik dengan hati yang hancur.
    
“Itu bukan lagi tempatku.”
    
Laki-laki itu tertegun selama seperkian detik sebelum akhirnya mengubah raut wajahnya dengan dingin sementara itu Tika menanggapinya dengan sorot datar yang berusaha ‘tuk Ia tampilkan di hadapan Tito.
   
“Aku pergi dulu ya,To. Terima kasih telah mengajarkanku mengerti arti dari suatu kesetiaan. Selamat tinggal … Selamat tinggal,To. Aku … aku permisi.” Bisik lirih Tika kemudian berbalik badan, melangkah pergi.
     
Kali ini laki-laki itu tidak memanggilnya lagi. Laki-laki itu membiarkan Tika pergi tanpa berusaha menahan Tika atau memeluk Tika seperti dulu. Benar, mungkin dirinya yang lupa akan daratan. Waktu satu tahun dapat mengubah segalanya. Laki-laki itu butuh wanita yang mampu mengimbangi dirinya, yang mampu berdiri di sisinya tanpa rasa malu dan yang terpenting yang mampu memberi keturunan yang tidak mampu Tika berikan.
     
Tika menunduk, menatap tangannya yang saling bertautan. Ia pun langsung jatuh lemas saat telah menutup pintu rumah itu. Dadanya terasa sesak. Ia merasa kekosongan dalam jiwanya. Ia merasa aneh. Selama ini … selama ini ia belum pernah diperlakukan demikian namun oleh laki-laki yang Ia percayakan hidupnya sepenuhnya selama ini lah yang memperlakukannya demikian.
    
Jikalau begitu, mengapa dulu laki-laki itu meminta Tika untuk bangkit?
    
Untuk melihat kemesraannya dengan wanita lain? Untuk membuat Tika cemburu?
    
Tak sadar Tika memukul dadanya yang terasa sakit sambil merintih. Kedua matanya pun terpejam tatkala merasakan suatu cahaya menyinarinya. Cahaya apakah itu? Apakah Ia akan ditabrak untuk kedua kalinya lagi?
     
Jikalau ya, maka tabrak lah dirinya sekeras mungkin agar dirinya mati karena hanya kematian lah yang Ia inginkan saat ini. Ia ingin mati dan tidak lagi terbangun. Semoga saja ini benar-benar terjadi.

****
Update new short story..
Oke.. ini belum tentu menjadi cerbung. Mungkin hanya akan berakhir sampai disini... atau bersambung. Semuanya tergantung voment.. karena itu beri voment yang banyak ya...

Kali ini.. sad romance again and again.

Selamat malam dan selamat membaca..
   
    

Continue Reading

You'll Also Like

727K 70.4K 49
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
249K 706 7
Vote masa cuma sange aja vote juga lah 21+
7.2M 350K 75
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
1.4M 132K 48
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...