KALEIDOSCOPIC

By prncch

683K 58.6K 6.7K

Vina tidak pernah menyangka perkataannya tentang laki-laki idaman semasa remaja benar-benar terjadi padanya... More

(1) BERYL
(1A) BERYL
(1B) BERYL
(2) IGNEOUS
(2A) IGNEOUS
(2B) IGNEOUS
(2C) IGNEOUS
(2D) IGNEOUS
(3) IGNORAMUS
(4) OBLIVIOUS
(5) TYRANT
(6) PLETHORA
(6A) PLETHORA
(6B) PLETHORA
(6C) PLETHORA
(6D) PLETHORA
(6E) PLETHORA
(6F) PLETHORA
(6G) PLETHORA
(8) INCARNATE
(8A) INCARNATE
(8B) INCARNATE
(8C) INCARNATE
(9) DAME
(9A) DAME
(9B) DAME
(9C) DAME
(9D) DAME
(10)BERYL - 2
(10A) BERYL-2
(10B) BERYL-2
(10C) BERYL-2
(11) DREAMS
(11A) DREAMS
(11B) DREAMS
(12) GADAISA
(13) RAIN
(13A) RAIN
(13B) RAIN
(13C) RAIN
ATTENTION
THANKYOU
(14) HERE,LOVE
(14A) HERE, LOVE
(15) NECESSITY
(15A) NECESSITY
(15B) NECESSITY
(15C) NECESSITY
(15D) NECESSITY
(15E) NECESSITY
(16) DAY DREAM
(16A) DAY DREAM
(16B) DAY DREAM
(16C) DAY DREAM
(16D) DAY DREAM
(16E) DAY DREAM
(16F) DAY DREAM
(16G) DAY DREAM
INFO LAPAK BARU
(17) Fool Again
(17A) Fool Again
(17B) Fool Again
[ASKING SESSION] FOOL AGAIN
[ANSWERING]
(18) My Boss and Me
(19) STARLIGHT
(19B) STARLIGHT
(19C) STARLIGHT
(19D) STARLIGHT
(19E) STARLIGHT
(19F) STARLIGHT
(20) Be With You
(20A) Be With You
(20B) BE WITH YOU
(20C) BE WITH YOU
(20D) BE WITH YOU
(21) IF
(21A) IF
(21B) IF
(21C) IF
(21D) IF

(7) My Big Boss

13.6K 687 65
By prncch

****

"Aku ingin membingkai cinta kita agar tetap abadi sampai ajal menjemput." - Unknown

***

Dunia ini telah berubah. Kerendahan hati yang begitu kental pada zaman dahulu sama sekali tak dapat Ia temukan lagi pada kehidupan saat ini. Jiwa individualitas mengalir kental di darah setiap manusia, meresap begitu dalam sampai ke tulang mereka. Seperti saat ini. Tak ada seorang pun yang bertegur sapa, tak ada seorang pun yang menunjukkan jiwa sosial mereka. Keramahan tertenggelamkan dengan kemesraan setiap mereka yang berpasangan. Saling bertatapan dibawah teriknya matahari, saling tersenyum dan bersentuhan dengan mesra. Apakah karena ini bukan di Asia?

Semilir angin membelai mesra rambut seorang wanita yang sedang duduk di tepi pantai. Ia dengan balutan tank top bertulisan 'who cares' serta hotpans biru dongker tampak tidak peduli dengan sekitarnya. Kedua matanya terpejam, menikmati sinar matahari yang membakar kulit, beriringan dengan hembusan angin yang begitu menyenangkan kemudian kedua matanya terbuka, menatap jauh kedepan dengan tatapan yang menyiratkan kesakitan yang begitu mendalam. Ia mendongkak sambil mengigit bibir, menahan rasa kekecewaan yang tiba tiba menyesakkan dada. Kembali Ia teringat dengan kejadian beberapa tahun lalu, kejadian yang berusaha sekuat tenaga tuk Ia lukapan dari dulu ..........

"BELOVY CATHERINE!!!!" Teriak Dianna membuat satu ruangan kerja itu menoleh ke sumber suara dengan terkejut.

Wanita yang bernama Belovy Catherine itu menoleh ke arah sahabatnya dengan sorot tajam yang mengisyaratkan dengan jelas bahwa ia sedang tidak mau diganggu oleh siapapun terutama ketika sedang menuangkan idenya ke dalam sebuah tulisan.

"Celaka! Kau benar benar celaka kali ini Cath!" Ucap Dianna sambil berdecak pinggang. Tangan tangannya memijit pelipis kepala, seolah ada begitu banyak hal yang terpikirkan.

"Dianna, please deh. Aku sedang membutuhkan konsenterasi tinggi." Tukas Catherine kesal. Ia menggerakkan kepalanya ke meja tempat Dianna seharusnya berada sambil berkata,"Mending kamu ketempatmu aja deh!"

Oh Tuhan. Dianna mengumpat dalam hati akan sikap sahabatnya yang selalu seperti ini jika saja ada orang yang menganggu kegiatan menulisnya. Ia menghembuskan napas kuat sambil berjalan mengelilingi Catherine, membuat Catherine menyergit binggung. Catherine mengangkat tangannya, mengusir Dianna. Catat, Ia juga benci jika ada orang berdiri disekitarnya, terutama disampingnya, membaca setiap tulisannya ketika sedang melakukan proses menulis.

"Habis riwayatmu. Habis sudah,Cath." Tukas Dianna kesal setengah mati.

"Tenanglah. Aku tidak akan celaka jika si gila Revan belum pulang." Tukas Catherine ringan sambil menyuruput jus jeruk yang baru dipesannya tadi. Catherine melepaskan kacamata yang membingkai wajahnya kemudian duduk bersandar di kursi sambil melipat tangan di dada. Ia mengangkat bahu sambil mengusap lembut lengannya, kembali terpikirkan dirinya dengan sosok pria yang bernama lengkap Revan Alex Jayanta, pria paling mengesalkan sejagat raya yang seenak jidatnya mengganti kedudukan Catherine dari sekertaris manager sales menjadi staff admin hanya karena Ia tidak sengaja menjatuhkan kopi disepatunya.

"Masalahnya adalah kamu tidak tahu apa yang akan aku bilang. Kamu lebih milih ceritamu itu daripada ...." Ucap Dianna terhenti ketika Catherine berdecak pelan, kesal dengan sahabatnya yang terlalu bertele tele dalam berbicara.

"Masalahnya adalah kamu menganggu konsenterasiku yang baru mau mulai membuat cerita baru! Oke!" Tukas Catherine sambil mendengus kesal.

Dianna mengangkat tangan ke udara, meminta maaf. Ia menghembuskan napas pelan sambil bergedik ngeri, tak mampu membayangkan keterkejutan yang pasti akan dialami Catherine sesaat setelah Ia memberitahukan suatu hal padanya. Katakan, katakan saja Di. Cepat atau lambat Catherine akan tahu dan dia pasti akan datang mengusik sahabatnya, sudut batin Dianna berteriak.

"Oke oke. Aku minta maaf soal itu tapi sungguh aku datang kemari karena ingin memberitahumu bahwa ...."

Perkataan Dianna terhenti ketika menemukan sosok yang baru akan Ia bicarakan telah berdiri dibelakang Catherine. Bibirnya terkantup rapat. Dianna pun mengangguk sopan pada pria yang notabane pemilik perusahaan tempat mereka bekerja saat ini. Ia pun berdeham pelan, menatap sahabatnya dengan senyum yang dipaksakan kemudian berkata,

"Pak Revan berada dibelakangmu."

Catherine menyergit. Ia mengikuti kepergian Dianna dengan kedua matanya. Aneh. Revan dibelakangku? Tidak mungkin! Pria mengesalkan itu tidak pernah kembali lagi selama satu tahun lamanya. Lagipula tidak ada pemberitahuan sama sekali mengenai kepulangannya.

"Ternyata kamu masih payah sekali!" Gumam Revan menghentakkan Catherine. Tubuh Catherine menegang seketika. Wajahnya menjadi memucat. Ia mengerjap terkejut dengan suara berat yang terdengar. Tak sadar bibirnya terbuka ketika mendengar dehaman Revan kembali.

Dadanya berdebar kencang. Tidak..tidak. ini pasti mimpi bukan? Revan tidak sedang berada di Indonesia. Dia sedang mengurusi perusahaan di Irlandia. Ya benar! Catherine tak mungkin salah karena Ia lah yang memesan tiket pesawat kala itu untuk Revan. Ia yakin, tidak, Ia sangat yakin hal itu, tapi ... tapi bagaimana mungkin sekarang ....

Kedua mata Catherine terbuka lebar ketika merasa kursinya digeser, mengakibatkan tubuhnya ikut bergerak menghadap sosok pria tampan yang sedang menatap rendah kearahnya. Dengan senyuman sinis dan sebelah alis yang terangkat di wajah Revan, ketika itu pula Catherine tertunduk lemas, tak mampu berkata apapun selain pasrah. Ah Tuhan ... mengapa boss gilanya ini harus pulang secepat ini?? Setidaknya biarkan Catherine mengajukan permohonan cuti dulu. Argggghh.

*

Ruangan itu sangat luas. Buku buku tertata begitu rapi dirak buku. Begitu pula dengan puluhan perhargaan yang dipajangkan dalam ruangan. Semuanya terlihat begitu sempurna namun tidak dengan sosok pria yang sedang duduk dihadapan Catherine sambil memandang laptop dengan serius. Tak sadar Catherine bergedik ngeri saat menemukan nama pria itu diatas meja, nama yang kini menjadi CEO mereka, yang artinya berarti pria terkutuk ini telah resmi menjadi bosnya. Dengan kata lain, Catherine harus benar benar tunduk dibawah perintah Revan itu dan tidak boleh melakukan tindakan perlawanan sama sekali jika masih ingin bekerja disini. Oh. That's sound great!

"Sudah puas melihat wajah saya?" Tanya Revan sambil menandatangani berkas diatas mejanya tanpa memandang Catherine.

Catherine memutar kedua matanya sambil menggeram kesal. Melihat wajahnya? Ugh. Siapa juga yang ingin melihat wajahnya? Justru Catherine ingin berlari saja saat ini. Rasanya waktu begitu lama berlalu jika Ia berada dalam satu ruangan dengan pria mengesalkan ini.

"Belovy Catherine, masih itukan namamu?" Tanya Revan sambil menarik napas pelan. Ia pun duduk bersandar dan meletakkan kembali pena yang Ia gunakan untuk menandatangani berkas. Kedua matanya bergerak meneliti Catherine lalu menyunggingkan senyum sinis. Penampilan wanita ini memang sudah berubah tapi sikapnya masih saja begitu menyebalkan, batin Revan.

"Anda memanggil saya?" Tanya Catherine berpura pura bodoh. Sekuat tenaga Ia mencoba memasang wajah datar ketika kedua pasang mata mereka bertemu. Ia mencoba meyunggingkan senyum sopan walau dalam jauh lubuk hati terdalam Ia ingin menarik rambut Revan hingga botak. Ugh. Ia begitu membenci pria ini. Mengapa pria ini dengan terang-terangan memperhatikan tubuhnya sedemikian rupa?!

"Tutup poin saja. Kamu tahu kenapa aku memanggilmu?" Tanya Revan menyergit tidak suka ketika kedua matanya berhenti tepat diperut Catherine.

Catherine risih. Ia ingin menyembunyikan dirinya saat ini juga namun tidak tahu kemana harus menyembunyikan diri. Sialan. Mata itu membulat, menatap tubuh Catherine dengan lekat-lekat membuat Catherine mengepalkan tangannya. Wajahnya memerah menahan amarah akan sikap kurang ajar atasannya.

"Sebelumnya saya meminta maaf jika lancang. Bapak memanggil saya dihari pertama bapak masuk kerja. Jadi terus terang saja, saya bahkan tidak tahu apa kesalahan saya dan maksud bapak memanggil saya." Ucap Catherine menekankan kata hari pertama tersebut.

"Berhenti memanggilku dengan sebutan bapak. Saya tidak setua itu bahkan mungkin kamu lebih tua dari saya." Tukas Revan terkekeh. Ia pun mengangkat kepalanya menatap kedalam mata Catherine.

Sialan. Catherine menggerutu dalam hati. Hah, yang benar saja! Ia baru berumur 23 tahun sementara atasan mengesalkannya ini sudah berumur 25 tahun! Jelas saja dia lebih tua. Dasar gila!

"Tidak mengherankan jika bobot tubuhmu juga semakin berat. Lihat saja tubuhmu sudah melorot seperti hewan. Kau harus diet." Ucap Revan sambil mengedipkan sebelah matanya pada Catherine.

Oh. Wajah Catherine memerah akan hinaan dan kedipan mata itu dalam waktu bersamaan. Oke. Itu hanya kedipan mata biasa tapi yang menjadikannya luar biasa adalah karena yang mengedipkan mata itu adalah Revan, Revan atasannya yang menghinanya dengan terang-terangan!

"Apakah itu urusan anda? Dan mengapa anda harus menertawankanku seperti itu? Apakah tinggal dinegeri orang lain membuatmu menjadi gila dan suka tertawa tidak jelas? Dan Oh, satu yang perlu anda ketahui, anda lebih tua dua tahun dariku." Tukas Catherine kesal.

Revan terkejut. Ia mengangkat sebelah alisnya sambil menatap Catherine dengan bibir setengah terbuka. Dia benar benar berubah ... menjadi pemberani dan mengigit. Oh.0

"Bisakah kau memberitahuku berapa lama saya menetap dinegeri orang lain? Saya melupakannya." tanya Revan sambil mengangkat sebelah alisnya. Tangan tangannya saling bertaut ketika mendengar jawaban Catherine yang ketus.

"Satu tahun." Jawab Catherine singkat, padat, jelas dan ketus.

"Satu lagi, sudah berapa lama saya tidak menginjakkan kaki saya di perusahaan ini?" Tanya Revan sambil menahan senyum. Entah mengapa tiba tiba ide menjahili Catherine terlintas begitu saja. Ia melirik ruang bagian depan yang dibatasi kaca sambil menyunggingkan senyum kemenangan karena tidak menemukan seorang pun disana.

"Satu tahun dua bulan yang lalu." Jawab Catherine malas. Bagaimana mungkin seorang boss besar melupakan hal yang telah Ia jalani sendiri? Cih. Mengingat hal sekecil ini saja dia lupa lantas bagaimana mengingat apalagi meng-handle proyek proyek besar?

Revan menganguk mengerti. Ia pun bangkit dari duduknya kemudian berjalan mendekati Catherine. Catherine yang merasa Revan berjalan mendekatinya pun berdeham pelan. Ia mencoba tidak menundukkan kepala sama sekali namun langkah Revan yang semakin mendekatinya terlebih ketika ingatan Revan memperhatikan tubuhnya tadi membuat Catherine takut seketika. Ia pun melangkah mundur ketika sepatu Revan dan high heelsnya saling bersentuhan.

Revan menahan tubuh Catherine. Ia menarik pinggang Catherine merapat padanya kemudian menghembuskan napas diwajah Catherine.

"Ah, pantas saja sudah begitu lama aku tidak menghukummu. Alhasil kamu semakin mengigit." Bisik Revan sambil menunduk. Ia pun mengambil rambut Catherine yang rontok lalu menghembuskannya. Sengaja Ia meniupnya dengan jarak sedekat itu dengan Catherine bahkan bibir mereka hampir bersentuhan.

Catherine menjadi gugup saat Revan hendak mendekatkan wajahnya. Sialan. Tidak akan Ia biarkan Revan menciumnya. Ia pun memundurkan kepalanya namun tangan Revan dengan sigap menahan bagian belakang kepala Catherine.

"Kira kira hukuman manis apakah yang bisa kuberikan padamu lagi,Catherine?" bisik Revan ditelinga Catherine. Ia pun menyentuh rambut Catherine sambil menyunggingkan senyum usil. Ketika merasakan Catherine gugup, Ia pun langsung menjauhkan tubuhnya sambil menutup hidungnya.

"Rambutmu bau sekali. Apa sih shampoo yang kamu pakai? Lihatlah, lantaiku jadi kotor dengan rontokan rambutmu!" tukas Revan membulatkan kedua mata Catherine. Ia menunduk, menatap satu helai rambutnya yang rontok sambil memejamkan mata, mencoba sekuat mungkin agar tidak meninju Revan. Berani beraninya ... berani beraninya Revan mempermalukannya.

"Kamu malu? Maaf, aku tidak berniat mempermalukanmu. Aku hanya mengatakan yang sesungguhnya." Ucap Revan sambil memasang wajah serius.

Wajah memerah Catherine benar benar menghibur Revan. Mati-matian Ia menahan tawanya sambil memasukkan tangannya disaku celana kemudian duduk disudut meja, menatap Catherine dengan dalam.

"Oke. Kamu boleh kembali bekerja. Nanti akan saya hubungi lagi jika saya menemukan hukuman yang cocok untukmu." Ucap Revan.

Catherine mengangkat kepalanya, menatap Revan dengan tatapan membunuh. Ia melangkah maju, hendak memukuli Revan, namun tertahankan akan keberadaannya sebagai staff biasa. Ia pun menghembuskan napas kuat, mencoba meredakan amarahnya kemudian berlalu pergi tanpa pamit sama sekali. Rasanya amarah sudah menguasai otaknya hingga membuatnya hilang kendali dan lupa menyapa CEO-nya. Ditinggalkannya Revan setelah membanting pintu dengan keras membuat Revan terkekeh sambil mengusap dagunya.

Menarik .... Bahkan jauh lebih menarik dari dulu.

Otak Revan pun mulai bekerja mencari cara menganggu Catherine kembali dengan bahagia. Setidaknya hadiah 'hukumannya' kali ini harus lebih membahagiakan dan mengejutkan batin Catherine dari tahun lalu. Tunggu dan saksikan saja, gumam Revan terkekeh.

Ia pun langsung mengambil ponselnya menghubungi orang kepercayaannya kemudian membalas pesan singkat Sarah, mantan kekasihnya yang masih berhubungan dekat dengannya.

***

Catherine menatap pantulan dirinya didepan cermin sambil menghembuskan napas kuat. Disentuhnya dadanya sambil menguatkan dirinya agar tidak meledak saat ini juga bahkan kini wajahnya terlihat lebih tua tiga kali dikarenakan Revan. Wajahnya memerah sempurna akibat perbuatan Revan. Sialan. Batinnya memberontak. Pasti dia sedang merencanakan sesuatu yang lebih mematikan dari tahun lalu!

Catherine menepuk pipinya berkali kali, mencoba mengontrol rasa kesalnya kemudian segera bergabung bersama temannya untuk makan siang bersama. Setidaknya dengan makan siang bersama teman sekantor mampu membuat Catherine melupakan sejenak sikap menjengkelkan Revan namun ternyata Ia salah besar. Semua teman sekantornya memuji ketampanan Revan. Tidak hanya kaum hawa tapi teman laki lakinya memuji kegagahan Revan. Catherine hampir mual. Ia mengibas wajahnya yang memanas. Sialan. Tahu begini Ia tidak usah gabung dengan mereka.
Julukan the most handsome guy membuat Catherine terbatuk-batuk. Handsome guy? Ganteng dari mana coba si Revan? Oh oke. Dia memang tampan tapi sikap menjengkelkannya membutakan Catherine dan omong omong mengapa mereka terus memuji Revan? Tidak tahukah mereka Revan pasti tak 'kan menyukai mereka? Bagaimanapun selera pria itu begitu tinggi. Dari yang Catherine dengar, Revan sangat pemilih. Pacar terakhirnya adalah seorang model wanita karier yang sukses.

Dianna menyenggol lengan Catherine,

"Hei Cath aku tahu kau sangat tidak menyukai segala topik mengenai Pak Revan tapi kurasa kau harus tahu satu berita yang begitu heboh saat ini. Dan kau harus tahu berita yang satu ini telah menjadi trending topic bukan hanya di perusahaan kita tapi di beberapa perusahaan lain. Oh my god!" Ucap Dianna heboh membuat Catherine menyergit tidak suka.

"Aku tidak tertarik!" tukas Catherine jengah.

"Tapi bagaimanapun kamu harus tahu supaya ngga kuper! Nih ya kuberitahu ... katanya pak Revan memiliki hubungan khusus dengan Sarah, model majalah dewasa itu loh yang pernah ditawarin main sinetron!" ucap Dianna heboh. Dia bahkan sengaja membisikannya pada Catherine karena takut jika Revan beserta teman teman mengetahui mereka sedang bergosip ria dibelakangnya.

"Lalu hubungannya denganku? Sudahlah,Din. Aku sedang sangat sangat tidak berminat mendengar segala sesuatu yang berbau tentang Revan, si brengsek genit itu. Oke?" tukas Catherine mengibaskan tangannya dihadapan Dianna.

Dianna menarik tangan Catherine, memaksa Catherine mendengarnya kembali.

"Kamu harus tahu. Si model itu akan bergabung keperusahaan ini dan bekerja sebagai sekertaris pak Revan. Wow. Ini berita heboh tau!"

Catherine menggeleng. Diletakkannya sendok dan garpu keatas piring. Hilang sudah napsu makannya karena menjadikan Revan sebagai topik pembicaraan. Ia pun bangkit berdiri dan langsung meninggalkan kantin kantor. Bersamaan dengan itu Revan berjalan dari arah barat. Langkah Revan terhenti. Seulas senyum lebar terukir disudut bibir. Ia hendak menyapa Catherine namun Catherine yang lebih dahulu mendapati keberadaan Revan pun langsung membalikkan badan, memilih alur jalan yang berbeda dengan wajah cemberut.

Dianna menggeleng melihat sikap sahabatnya. Ia pun berdecak pelan dan hendak kembali makan sebelum lebih dahulu mendapati tawa kekehan Revan. Kening Dianna menyergit. Revan, boss mereka, terkekeh? Oh demi apapun, bukan ketampanannya yang membuat Dianna binggung melainkan arti kekehan yang disertai dengan tatapan jauh kedepan.

Jangan bilang ..... bossnya menyukai Catherine?

Astaga.

Ini pasti akan menjadi lebih heboh.

***

Catherine menuruni anak tangga dengan raut wajah kesal. Pikirannya kacau karena baru saja dimarahi dengan managernya. Ia salah menuliskan satu angka pada laporan keuangan karena itu Catherine harus lembur malam ini untuk memperbaikinya. Tak hanya itu Ia bahkan diminta membawa beberapa dokumen kepada recepsionist di lantai dasar.

Sesampainya, Catherine menyerahkan dokumen tersebut kemudian hendak naik keatas kembali namun ketika Ia hendak memasuki lift, ketika itu Ia bertabrakan dengan seorang petugas hingga mengakibatkan benda bawaannya jatuh. Kedua mata Catherine membulat tak percaya dengan bunga indah yang jatuh akibatnya. Ia langsung menunduk meminta maaf kemudian mengutipnya kembali namun petugas itu nampaknya tidak menerima. Ia lalu mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.

Kacau ....

Catherine mengigit bibirnya sambil memohon maaf. Sialnya Ia lupa membawa dompet turun hingga tidak bisa mengganti rugi. Petugas tadi menyerahkan ponselnya pada Catherine, meminta Catherine mendengarkannya.

"Ha ...."

"Keruanganku sekarang juga!" teriak Revan mengejutkan Catherine. Jadi ... ini bunga pesanan Revan? Ih! Kenapa menjijikkan sekali! Catherine bergedik ngeri dan langsung menuju keruangan Revan setelah memohon maaf sekali lagi.

"Sebelum saya berbicara, apakah kamu ingin berbicara terlebih dahulu?" Tanya Revan kesal setengah mati.

Catherine menahan napasnya, merasa jengkel atas penganut ladies first saat seperti ini. Ia pun berdeham sambil memasang wajah bersalah. Oke. Ia harus meminta maaf kalau tidak mau monster ini mengamuk.

"Saya mohon maaf atas bunga itu. Sungguh saya tidak sengaja menjatuhkannya lagipula saya mana berani menjatuhkan bunga milik anda." Ucap Catherine

"Tidak ada kata lain yang ingin kamu ucapkan?" Tanya Revan membuat Catherine terpaksa mengangguk walau dalam hati Ia menggerutu. Memangnya Ia akan mati sampai diminta berbicara kata kata terakhir.

"Kamu tahu itu bunga apa?" Tanya Revan dengan tatapan menyelidik.

Catherine mengangkat bahu, mencoba membalas tatapan Revan dengan raut penyesalan namun gagal. Adanya tatapan menantang seperti biasa yang membuat Revan geram. Sialan. Dia menantangku rupanya, gumam Revan dalam hati.

"Itu adalah bunga yang sudah saya pesan jauh jauh hari untuk kejutan ulang tahun ibuku! Dan sekarang semua hancur berantakan karena kamu!" tukas Revan. Ia berdeham pelan, mencoba menahan rasa kesalnya. Ia pun duduk bersandar sambil menarik napas berkali kali.

"Maaf, saya ..."

"Simpan saja permintaan maafmu karena saya tidak butuh maaf darimu." Tukas Revan kesal.

Catherine mengangguk mengerti. Kalau tidak mau yasudah. Lebih baik tidak perlu minta maaf, batin Catherine.

Revan menyergit ketika Catherine langsung berbalik badan dan hendak melangkah pergi. Berani beraninya ....

Revan berdeham kemudian memanggil nama Catherine membuat langkahnya terhenti. Ia pun memandang bunganya yang sudah hancur sambil menatap Catherine dengan bergantian. Tatapan tanpa rasa bersalah sama sekali membuat Revan semakin yakin dengan rencananya. Ia pun membalas tatapan Catherine dengan dingin lalu berkata,

"Aku sudah memikirkan hukumanmu kali ini dan dikarenakan bunga yang khusus kupesan untuk Ibuku telah kamu hancurkan maka .... Jadilah pembantuku." Ucap Revan datar.

Kedua mata Catherine membulat. Ia terkejut setengah mati. Tubuhnya langsung menengang kala itu. Ia mengerjap, menatap Revan dengan terkejut. Apa katanya tadi? Pembantu? Jadi pembantunya?

"Ya. Jadilah pembantuku. Mulai hari ini, detik ini juga." Ucap Revan tegas.

Ketika itu Catherine hampir jatuh lemas jika Revan tidak lincah dan langsung berlari menahan tubuh Catherine. Catherine menggeleng tak percaya. Jantungnya berdegup kencang ketika kedua pasang mata mereka bertemu. Anggukan kepala Revan disertai garis wajahnya yang tegas terasa menampar Catherine dengan keras. Ia kembali menggeleng dengan bibir terbuka. Pembantu? Pembantu? Seorang lulusan bachelor menjadi pembantu? Lelucon macam apa ini?

Revan tersenyum tipis. Ada sensasi aneh dalam hati Revan apalagi saat melihat Catherine sedang meremas ujung pakaiannya dengan kedua mata membulat dan bibir yang setengah terbuka. Ia tampak lucu. Sungguh. Bahkan kini Revan tidak sanggup menahan diri agar tidak menunduk sambil mengangkat sedikit kepala Catherine kemudian mendaratkan kecupan singkat dibibirnya.

"Selamat menjadi pembantu baruku." Bisik Revan menahan senyum saat melihat kengerian tercetak jelas dimata Catherine. Kena kamu Catherine.
sementara itu Catherine mengerjap tidak berdaya. Tubuh yang masih dipeluk Revan membuat Catherine pusing. Lamban laun kedua matanya pun saling menutup. Ia pingsan dalam kekehan Revan. Oh Tuhan. Kegilaan macam apa ini? Ia bahkan tidak pernah bermimpi menjadi pembantu. Bahkan dalam mimpi terburuknya, Ia menjadi seorang tuan putri yang tidak mampu menemukan pangeran kuda putihnya bukan menjadi seorang pembantu.

Biar Catherine eja kembali, p-e-m-b-a-n-t-u seorang r-e-v-a-n. Habis sudah masa mudanya dikantor, masa mudanya untuk tertawa bersama teman temannya, berjalan jalan bersama mereka hingga berteman dengan lelaki tampan. Oh Tuhan. Cabut nyawaku sekarang juga......

***

Catherine berdiri didepan tumpukan baju baju mahal Revan yang sedang menunggu antrian untuk disetrika. Catherine menahan nafasnya lalu segera menguncir rambutnya dengan asal kemudian menyetrika pakaian tersebut. Sialan. Semenjak kejadian itu, Ia benar benar terkurung dalam istana mengerikan ini. Pekerjaan demi pekerjaan mengharuskan Catherine berhenti menyentuh ponsel kecuali hanya pada malam hari saat kantuk mulai menghampiri.

Sementara Revan, pria itu bersennag-senang setiap harinya. Ia selalu menahan tawa saat Catherine membersihkan lantai atau hal lainnya dihadapannya. Sialan. Dia pasti sedang tertawa terbahak-bahak akan nasib buruk yang dialami Catherine. Sebagai bahan pertimbangan atau feedback seperti kata Revan, Revan menawarkan gaji tiga kali lipat dari pekerjaan Catherine dikantor bahkan Ia memfasilitasi Catherine dengan wifi gratis hingga keperluan wanitanya.

Tindakan itu jelas membuat Catherine uring-uringan sebab tidak ada pria "seperhatian" itu padanya. Perhatian maksud Catherine masih dalam tanda kutip yang berarti perhatian positif layaknya memberi makan Catherine dengan makanan lezat bahkan pernah sekali Revan memberikan Catherine jus saat Catherine baru saja sedang menjemur pakaian. Tak hanya itu, melihat Revan berkeliaran dirumah dan berolahraga dirumah sendiri membuat Catherine malu. Tubuh berkotak-kotak itu bahkan melebihi imajinasinya dan ketika kedua pasang mata mereka bertemu, Revan malah melemparkan senyum manis melelehkan dirinya. Pria itu begitu tampan ... ya setidaknya Catherine harus mengakui hal itu. Dia bahkan sangat tampan sekali.

Catherine mengigit bibirnya gemas. Ia kembali menyentuh bibirnya, bekas kecupan Revan padanya waktu itu. Oh. Gila. Catherine harus memberitahukannya pada Dianna. Setidaknya Ia harus berbagi cerita ini agar tidak dipendam seorang diri. God. Dia tidak mau gila dalam imajinasi liarnya.

Catherine pun langsung mencari ponselnya namun tak ketemu. Catherine menyerit, berpikir kemana ponselnya terakhir kali diletakkan hingga membuatnya tidak fokus menyetrika. Bau gosong begitu menganggu, membuat Catherine yang sedang berpikir keras itu pun mencari kesumber bau. Kedua mata Catherine terbuka lebar saat melihat pakaian Revan gosong. Ia mengigit bibir panik namun tertahankan ketika bayangan Revan shirtless kemarin saat berenang. Ia pun bergumam kesal kemudian membuang pakaian Revan kedalam tumpukan baju.

Uppss! Maafkan saya ya Tuan Revan yang terhormat, siapa suruh kamu membuat pikiranku semua penuh denganmu?

***

Catherine meletakkan sup kentang sebagai menu terakhir yang Ia masak dimeja makan lalu melepaskan celemeknya. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Artinya Ia harus bersiap mandi dan beristirahat ria.

Revan menghampiri Catherine yang sedang menata meja makan kemudian dengan kening berkerut bertanya,"Kamu ada nampak pakaian saya yang warna biru?"

Catherine mendelik, berpura pura terganggu untuk menutupi rasa takut dan bahagia diwaktu bersamaan karena telah mengosongkan pakaian Revan. Ia tahu Ia bersalah tapi sedikitnya Ia juga menginginkan Revan merasa kesal karena pakaiannya gosong. Sedikitnya Ia mau balas dendam dengan Revan.

"Mungkin ada ditumpukan baju diruang setrika atau dilemari pakaian anda." Jawab Catherine sekenanya. Revan menyergit.

"Semua lemari pakaian saya sudah saya periksa tapi ngga ada." Tukas Revan

"Kalau begitu berarti ada ditumpukan baju dong pak!" tukas Catherine datar. Seberusaha mungkin Ia mencoba menahan tawanya sementara itu Revan menghela napas pelan kemudian melangkah pergi mencari pakaiannya tanpa berkata banyak. Rasanya Ia ingin mengomeli Catherine namun tidak mampu. Entah mengapa. Sudut hatinya tidak mampu memarahi Catherien yang terlalu polos. Lihat saja. Mana boss dan pembantunya sekarang? Mengapa Revan malah mencari pakaiannya sendiri?

Derap langkah Revan semakin mendekati ruang setrika. Catherine meliriknya sesaat sambil membersihkan meja dengan senyum tipis hingga akhirnya terdengar jeritan Revan, ketika itu tawa Catherine langsung terdengar. Kena kamu!

"CATHERINE!"

"Ya?"

Revan menggeram. Wajah polos Catherine dengan kedua maa mengerjap membuat Revan lagi lagi tak mampu memarahinya padahal jelas jelas ini perbuatan Catherine. Lihat! Wajahnya bahkan menahan tawa! Ini pasti ulah gadis kecilnya!

"Ada apa dengan pakaian bapak?" Tanya Catherine sambil menunjuk bagian bolong pakaian Revan dengan wajah polos.

"Baju saya bolong karena kamu, jadi karena siapa lagi!" tukas Revan kesal setengah mati sementara itu Catherine berpura pura berpikir keras sambil mengumamkan kata astaga.

Revan menggeleng, tidak habis pikir. Ia pun menghembuskan napas kuat dan hendak membuka suara lagi namun tertahankan akan deringan ponselnya. Sarah, mantan kekasihnya, menghubunginya untuk keluar bersenang-senang malam ini.

"Sudah. Lupakan saja. Saya mau keluar malam ini dengan Sarah. Mungkin akan larut malam baru pulang. Tidak perlu menungguku pulang dan jangan lupa makan malam. Oke?" tukas Revan sambil menarik napas kuat lalu melangkah pergi meninggalkan Catherine yang terpaku akan perkataan Revan.

Sarah ...? Sarah model cantik itukah?

Lima menit kemudian Revan keluar dari kamar dengan pakaian casual yang begitu sempurna ditubuhnya. Catherine mengerjap ketika Revan melambaikan tangan padanya kemudian melangkah pergi keluar dari rumah tanpa berbalik lagi. Tak sadar Catherine berjalan mendekati jendela, mengintip mobil Revan hingga tak terlihat lagi. Ia mengerucutkan bibir sambil menatap mobil tersebut dengan kosong. Entah perasaan apa ini. Seperti ketidakrelaan dan kesedihan serta kekecewaan bercampur pada satu untuk pria yang bukan miliknya.

Catherine menggeleng, mencoba mengenyahkan pikirannya mengenai Revan. Memang tidak lagi asing bagi Catherine mendengar Revan keluar bersama Sarah bahkan Revan selalu menghabiskan tiga malam setiap minggu bersama Sarah. Mungkinkah mereka berpacaran?? Dan ... dan perasaan macam apa ini? Mengapa Ia seperti ingin menangis saja?

Catherine kembali keruang makan kemudian menyusun kembali makanannya dan memasukkannya kedalam kulkas. Entah mengapa selera makan Catherine hilang begitu saja. Anehnya Ia malah menginginkan Revan berada di sampingnya saat ini. Rasa takut menyelimutinya karena berada dirumah sebesar ini sendirian.

Ia pun segera mandi secepat yang Ia bisa kemudian mengambil boneka besar pemberian Revan dua hari lalu saat Revan tidak sengaja melewati toko boneka yang sedang mengadakan sale besar-besaran dan merasa sayang jika tidak membelinya kemudian setelah membelinya, Ia tidak tahu harus memberikannya pada siapa,seperti kata Revan, namun entah mengapa pemberian 'Cuma-Cuma' itu membahagiakan Catherine. Justru boneka inilah yang menemani malam Catherine.

Bermodalan boneka pemberian Revan, Ia pun duduk disofa ruang tamu sambil menunggu kepulangan Revan dengan pikiran yang berkecambuk.

***

"Hei ... bangun ..."

Sentuhan Revan dilengan Catherine tidak mampu membangunkan Catherine sama sekali. Wanita itu malah mencari posisi yang nyaman untuk berbaring diatas sofa bahkan kini tangan Catherine memeluk tangan Revan membuat tubuh Revan menegang. Kedua matanya mengerjap, menatap tangannya yang diapit tubuh Catherine. Oh My ... take a deep breath,Rev.

Revan menggeleng. Ia pun hendak menarik tangannya kembali Karena tahu hal ini bisa membahayakannya namun Catherine tak kunjung melepaskannya membuat Revan mau tak mau berjongkok dihadapan Catherine. Ia menyentil dahi Catherine sambil menghembuskan napas pelan.

Dasar keras kepala. Bukankah sudah Revan katakan agar tidak menunggunya pulang? Mengapa wanita ini begitu suka menentang dirinya padahal semua itu demi dirinya sendiri.

Sebelah tangan Revan yang terbebas dari Catherine terangkat menyentuh wajah Catherine. Tak sadar seulas senyum terukir disudut bibirnya. Catherine ... nama yang begitu indah, seindah orangnya, nama yang membuat jantungnya berdebar tidak karuan, nama yang membuat Revan nekat mengambil resiko hanya demi menjadikan Catherine sebagai pembantunya agar memiliki waktu ekskulsif berdua.

Revan terkekeh. Dielusnya wajah damai tanpa perlawanan seperti biasa itu sambil menundukkan kepalanya. Andai ... andai wanita ini tidak menyalahartikan sikapnya, andai wanita ini mampu menangkap signalnya maka Revan sudah menjadikannya sebagai kekasih. Huh, dia yang terlalu tidak peka ataukah aku yang kurang memberi signal?

Tapi dirinya sudah menjatuhkan harga diri dengan tidak memarahi Catherine saat melubangi pakaiannya, dia sudah mencoba membuat Catherine memikirkannya dengan shirtless dirumahnya sendiri. Ia bahkan membuat jus pada wanita itu. Sekarang katakan mana ada tuan sebaik itu pada pembantunya jika karena tidak menyukainya?

Revan menggeleng gemas. Ia pun menunduk sambil mencium puncak kepala Catherine dengan lembut sebelum akhirnya mengendong Catherine kekamar yang telah disediakan khusus untuk Catherine dengan hati hati lalu mematikan lampu kamar setelah mendaratkan ciuman hangat dibibir Catherine.

Gerakan tubuh Catherine langsung membuat Revan berlari dengan hati hati keluar dari kamar. Ia mengelus dadanya sambil menghembuskan napas lega karena ternyata Catherine tidak terbangun dari tidur akibat ciumannya. Untunglah ... jika dia tahu aku menciumnya maka kepalaku bisa dipenggal.

Revan pun tersenyum bahagia sambil menyentuh bibirnya kemudian memasuki kamarnya dan tidur dengan mimpi yang indah. Dalam mimpinya, Ia memimpikan keluarga kecilnya bersama Catherine.

Oh, mimpi ... mengapa harus dalam mimpi baru tertangkap signal cintanya?

***

Catherine berjongkok di depan kolam renang yang besar dirumah Revan sambil menganyunkan tangannya dengan wajah memerah. Oh. Ia hampir gila mengingat mimpinya tadi malam. Dalam mimpinya, Ia merasakan ciuman hangat dan dalam Revan bahkan Ia merasa semua itu nyata, seolah semuanya benar adanya jika Revan menciumnya.

Oh! Catherine menggeleng. Mimpi itu memang hampir seperti kenyataan namun hal itu pasti tidak mungkin terjadi. Bagaimana mungkin seorang Revan menciumnya demikian?

Alhasil mimpi itu membuat Catherine hampir gila. Ia bahkan menabrak tubuh Revan saat berpapasan dengan Revan. Ia malu dan tidak punya muka saat hampir terjatuh dihadapan Revan. Beruntung kala itu Revan langsung menolongnya. Kedekatan tubuh mereka membuat Catherine gugup dan langsung mendorong Revan jatuh.

"Catherine!"

Suara Revan mengejutkan Catherine hingga membuat Catherine hampir jatuh tercebur kedalam kolam jika saya Revan tidak cepat selangkah menolongnya. Kedua mata Revan terbuka lebar. Ia hampir saja kehilangan napasnya jika Catherine benar benar terjatuh. Demi apapun, Ia memang bisa menolong Catherine yang tidak bisa berenang. Hitung hitung memberi napas buatan tapi tetap saja Ia khawatir jika kepala Catherine terbentur.

"Lain kali hati-hati. Bagaimana jika kepalamu terbentur?!"

Catherine menjadi gugup. Ia bahkan hampir mengulangi tindakannya yaitu menghindari Revan lagi namun ternyata Revan lebih dahulu dapat membaca gerak-gerik Catherine. Ia pun langsung merapatkan tubuh mereka sambil menyergit.

"Kamu kenapa? Sepertinya kamu terus menghindariku." Tukas Revan sambil mengangkat dagu Catherine menghadapnya

Catherine membasahi bibirnya gugup. Ia berusaha menghindari kontak mata diantara mereka namun deru napas yang begitu dekat itu terasa membakar tubuhnya. Ia terengah, mencoba mendorong tubuh Revan.

"Hei, ada apa?" Tanya Revan binggung. Ia pun menunduk, mencoba bertatapan dengan Catherine namun melihat tingkah Catherine, Ia pun menghembuskan napas pelan kemudian melepaskan tubuh Catherine dengan hati hati.

"Saya ... saya ketoilet dulu!" tukas Catherine gugup

Revan menahan langkah Catherine. Ia pun mengurung tubuh Catherine dan menghimpit tubuh Catherine antara dirinya dan dinding. Desahan napas Catherine serta wajah memerahnya membuat Revan tersenyum simpul. Jadi ... wanitanya merasakan hal yang sama dengannya ...

"Minggir pak! Saya mau ketoilet!"

"Kalau saya ngga mau gimana?" bisik Revan menggoda. Sengaja Ia memainkan rambut Catherine membuat Catherine menahan napasnya, gugup.

Catherine menggerutu dalam hati sambil berusaha mengangkat kepala, menatap Revan dengan menantang.

"Saya bakalan kotorin halaman rumah bapak! Memangnya bapak ngga takut jorok ... bau?" Tanya Catherine

Revan mengangkat sebelah alisnya. Ia memiringkan kepala sambil menahan senyum. Dasar ... Ternyata wanita ini mau menantangnya ...

Revan tersenyum simpul. Ia memainkan alisnya sambil semakin merapatkan tubuh mereka.

"Ide bagus. Kita bisa membersihkannya bersama." Ucap Revan sambil mengedipkan sebelah matanya.

Catherine bergedik ngeri. Tak sadar kedua matanya membulat akan perkataan Revan. Revan terkekeh. Ia pun menunduk sambil mengusap dagu Catherine dengan kelembutan yang begitu asing bagi Catherine.

"Dengar, kamu ngga boleh menghindariku, Catherine, kalau tidak saya bisa marah. Kamu sendiri tahu kan bagaimana jika saya marah? Bahkan bangunan rumah ini bisa saya robohkan karenamu." Ucap Revan lembut

Perkataan Revan membuat Catherine menahan napas. Jantungnya berdebar kencang. Ia mengerjap gugup. Sialan. Mengapa Ia selalu gugup didekat Revan sih?

"Ih. Bapak! Minggir deh! Bapak itu berlebihan tau! Lagian siapa yang menghindari bapak?!" tukas Catherine kesal

"Siapa lagi kalau bukan kamu? Nah, coba kamu jelaskan, kenapa kamu bahkan enggan melihat wajahku? Memangnya saya ini monster?" Tanya Revan

Ya, monster yang sudah mencuri hatiku.

Catherine menahan napasnya sambil mendorong Revan sekuat tenaga. Oh Tuhan. Dia bahkan tidak lagi mampu berdekatan dengan Revan karena berdekatan dengan Catherine sama saja membunuhnya, membunuh jantungnya, membuat Catherine berusaha sekeras mungkin menunjukkan wajah datar padahal didalam dirinya jantungnya berdebar keras. Entah sejak kapan, cinta ini mulai merambat kerelung hatinya.

"Sudahlah pak. Mending bapak menjauh. Nanti kalau ada orang yang lihat bisa salah paham!" tukas Catherine mencoba mendorong Revan menjauh.

Revan terkekeh. Ia berpura pura serius memandang sekitarnya lalu kembali menatap Catherine dengan kening berkerut.

"Sepertinya tidak ada orang selain kita. Kamu melihat ada orang?" Tanya Revan

"Tentu saja ada! Ada supir bapak didepan sana! Makanya minggir." Tukas Catherine tidak sanggup dengan kedekatan mereka hingga membuatnya tidak sadar mendorong Revan terlalu keras. Akibatnya Revan hampir terjatuh dilantai jika saja Catherine tidak sigap menahannya.

"Makanya. Jangan dekat-dekat! Jangan kegenitan!" ejek Catherine sambil menjulurkan lidahnya membuat Revan menggeram. Sial.

"Malam ini ikut saya kepesta!" teriak Revan menghentikan langkah Catherine. Ia menyergit tidak mengerti. Mengikuti Revan kepesta? Apakah dia tidak salah mendengar? Bagaimana mungkin pembantu sepertinya pergi kepesta mewah bersama Revan yang notabane pria tampan dan seksi serta memiliki harta karun berlimpah?

"Ngga mau!"

Catherine menggeleng, menolak sepenuhnya.

"Ini perintah! Mau ngga mau, kamu harus ikut saya. Kalau ngga ... saya bakal narik kamu, bakal mandiin kamu, make up-in kamu, bakal buat semuanya dengan tanganku sendiri, mengerti?!" tukas Revan sambil berjalan mendekati Catherine.

"Bapak ini gimana sih? Saya ngga punya gaun yang bagus. Tidak hanya itu, saya ngga cocok bersanding sama bapak disana. Bapak hanya akan mempermalukan diri sendiri kalau bersikeras membawaku. Pokoknya saya ngga mau!" tukas Catherine bersikeras menolak

"Pokoknya kamu harus pergi. Saya ngga terima penolakan. Coba saja kalau ngga mau, saya mandiin beneran!" tukas Revan menantang

"Memangnya bapak berani?!" Ucap Catherine menantang balik. Keduanya saling bersikap dada sambil saling menatap. Catherine bahkan mengangkat dagunya menghadap Revan membuat Revan menahan kesal.

"Coba saja kalau mau!" tukas Revan

"Oke!"

Revan mengangkat sebelah alisnya.

"Oke! Jam lima sore saya pulang dan mandiin kamu! Awas saja!"

Keseriusan perkataan Revan membuat Catherine merinding. Ia pun memutuskan tatapan mereka kemudian melangkah pergi dengan wajah memerah.

"Saya serius bawa kamu kepesta. Hitung-hitung bawa kamu jalan-jalan sebelum harus dinas ke Texas besok." Ucap Revan kembali menghentikan langkah Catherine. Ia mengerjap, terkejut. Entah mengapa ketidakrelaan menyelimuti hatinya. Revan akan ke Texas? Sampai berapa lama? Tidak bisakah Revan digantikan orang lain?

"Lima hari ... Saya dinas kesana selama lima hari." Ucap Revan sambil menatap punggung Catherine. Ia membasahi bibirnya, ragu 'tuk berucap namun 'tak mampu 'tuk menahan. Ia pun menahan napasnya kemudian berkata,"Pasti saya bakal merindukanmu nanti."

Perkataan Revan menghentikan degup jantung Catherine. Darahnya seolah berhenti mengalir. Ia membeku akan kata itu. Ia terbuai akan lirihan suara itu. Ia mengigit bibir sambil menyentuh jantungnya. Oh. Beruntung posisinya membelakangi Revan hingga Revan tidak bisa melihat raut wajahnya saat ini.

Revan akan merindukanku?

Benarkah?

Tapi ... Apakah mungkin?

Dia kan sedang dekat dengan Sarah, model seksi itu, tidak mungkin Revan merindukan dirinya.

Tapi ... bisa jadi juga karena selama ini dia yang menyiapkan semua keperluan Revan. Dia yang memasakkan Revan sarapan, makan siang hingga makan malam. Dia yang menyetrika pakaiannya hingga membeli keperluan Revan.

Tapi kamu ini pembantunya! Sudah seharusnya kamu melakukan semua itu.

Catherine menggeleng sambil menepuk pipinya, mencoba menghilangkan rasa sedihnya. Bagaimanapun Revan tinggal begitu lama diluar. Pria itu pasti tahu cara menggoda wanita. Dia pasti mahir mengumbar pujian pada wanita. Tidak ... tidak ... jangan sampai terpikat, jangan sampai percaya.

"Terserah bapak deh!" tukas Catherine kemudian berlari meninggalkan Revan. Sempat dilihatnya Revan tersenyum tipis padanya membuat Catherine menggeram kesal. Tuh benar kan ... dia pasti sedang menertawakanku. Ugh. Dasar playboy!

***

Waktu hampir menunjukkan pukul tujuh malam. Revan tidak kunjung datang padahal Catherine sudah selesai dua puluh menit yang lalu. Ia pun memilih bersembunyi dalam kamar sambil menatap cermin dengan uring-uringan. Dress tosca yang dibelikan Revan ini sangat terbuka. Dengan belahan dada rendah dan punggung dress hampir terbuka membuat Catherine risih dan gugup dalam waktu bersamaan.

Bagaimana ini? Ia hampir tidak pernah memakai dress seperti ini seumur hidupnya. Revan pasti akan menertawakan dirinya yang mencoba terlihat seksi terutama dengan lipstick merah ini. Dia pasti akan mengatai Catherine dengan sebutan badut. Oh lihatlah, rambut hitamnya yang digerai membuat Catherine semakin tak percaya diri. Ia menggeram kesal kemudian mencoba menghapus lipstick merah dibibir sambil mencari cardigan untuk menutupi belahan dadanya namun ketukan dipintu mulai terdengar. Revan sudah datang.

Sial. Ditunggu malah tidak datang. Tidak ditunggu malah datang. Ugh.

Catherine tidak dapat melakukan apapun selain membuka pintu karena ketukan pintu Revan semakin lama semakin keras. Dasar tidak sabaran!

"Lama seka ....l ...i."

Revan kehabisan kata-katanya. Ia mengerjap, terpaku akan kecantikan Catherine. Dadanya naik turun. Sesuatu terasa membakar dalam dirinya. Bibirnya tidak mengantup sempurna. Ia terpukau ... akan kecantikan Catherine.

Bagus. Catherine sukses mempermalukan dirinya sendiri. Catherine gugup dengan sempurna. Rasanya Ia ingin menyembunyikan dirinya saja dari tatapan Revan. Tatapan itu terasa membakar Catherine. Ia tidak berdaya dalam tatapan itu. Ia membasahi bibir, gugup, namun gerakan Catherine baru saja membuat Revan semakin berhasrat, Ia tergoda akan gerakan bibir Catherine.

Tidak ... tidak ... sesuatu tidak beres terjadi pada Revan. Demi apapun, banyak wanita yang dikenalnya selalu mengenakan pakaian seksi bahkan hanya mengenakan bikini jika mereka berlibur kepantai namun mengapa hanya pada Catherine Ia terangsang? Mengapa hanya dengan gerakan bibir itu saja, Revan seolah terbakar, seolah dirinya ingin menciumnya sampai kehabisan napas?

"Saya tahu saya terlihat sangat aneh dengan pakaian ini dan lipstick ini membuatku terlihat seperti badut." Ucap Catherine malu

"Tidak ... Kamu ... kamu begitu luar biasa. Kamu sangat .... Cantik." Puji Revan membuat Catherine memerah. Oh tidak, tidak. Dia ini playboy,Cath. Jangan percaya, oke?!

"Kamu, wanita pertama yang membuatku terpukau, membuatku terkagum-kagum seperti ini. Kamu sangat cantik,Cath. Aku menginginkanmu." Gumam Revan melangkah mendekat. Ia menarik Catherine mendekat kemudian mencium wangi tubuh Catherine.

Catherine yang diperlakukan demikian pun hendak meronta. Jantungnya berdebar tak karuan karena itu. Ia mengigit bibir ketika Revan memeluknya bahkan kini pria itu menunduk hingga bibirnya menyentuh telinga Catherine. Catherine mengigil. Ia tahu ini salah. Ia tahu Ia harus pergi namun tidak mampu. Ia tak mampu bahkan untuk sekedar melawan.

"Mengapa kamu menegang seperti ini? Aku menginginkanmu menemaniku pergi, bukan menginginkan hal seperti diotakmu. Dasar genit!" ucap Revan membalas perkataan Catherine pagi tadi dengan seringaian disudut bibir membuat Catherine menginjak sepatu Revan lalu berjalan mendahuluinya dengan kesal.

Sudah kubilang kan kalau dia itu playboy mengesalkan!

***

"Pakai ini." Gumam Revan sambil meletakkan jasnya dibahu Catherine.

Catherine yang sedang menyeruput minuman itu pun menatap Revan dengan binggung. Ia menatap jas yang telah terletak dibahunya dan Revan dengan bergantian.

"Banyak mata yang sedang melihatmu disini. Saya ngga mau mereka dekatin kamu." Ucap Revan lembut. Dan ngga mau kamu berteman dengan mereka.

"Tapi orang-orang bakal salah paham,Pak! Mending bapak kasih Sarah aja deh,pak. Tuh dia lagi nge-lihatin kita." Gumam Catherine tak enak walau dalam hati Ia merasa bahagia akan perhatian itu.

Revan menyergit tidak suka. Ia bersikeras mempertahankan jas yang Ia gunakan untuk menutupi tubuh Catherine. Tatapan matanya menajam saat Catherine tetap bersikeras melepaskan jasnya.

"Saya ngga peduli pandangan orang lain. Saya hanya mau kamu aman dan terlindungi. Persetan dengan Sarah. Saya ngga peduli dengannya. Yang saya pedulikan itu kamu, mengerti?" tukas Revan

Tatapan itu membius Catherine. Ia pun mengangguk tanpa membalas. Kehadirannya tentu saja membakar rasa penasaran teman-teman Revan. Revan menghembuskan napas pelan kemudian menarik Catherine kelantai dansa.

Sontak tindakan itu mengejutkan Catherine. Ia hendak menarik diri pergi namun gengaman Revan semakin kuat. Revan menarik tubuh Catherine merapat padanya kemudian setengah menunduk, menyejajarkan wajah mereka.

"Kenapa? Kamu ngga percaya diri atau nervous?" Tanya Revan. Ia mengelus wajah Catherine kemudian menyunggingkan senyum tipis sambil berkata,"Karena saya pun lagi nervous dansa dengan wanita secantik kamu."

DEG.

Catherine gugup. Wajahnya merah merona. Ia hampir gila akan darah yang memompa jantungnya. Ia bahkan tidak mampu memalingkan wajah sama sekali. Ia terbius akan kedalaman mata Revan, Ia terbuai akan sikap manisnya dan ketika Revan semakin merapatkan tubuh mereka, ketika itu Catherine memejamkan mata dan meraskaan ciuman hangat dibibirnya.

Ciuman ini ... sama seperti ciuman dalam mimpinya!

"Kamu sangat cantik ... bahkan sejak pertama menginjakkan kaki diperusahaan. Kamu begitu cerdas, begitu mendebarkan. Saya ... menginginkanmu, mencintaimu ..." bisik Revan disela ciuman mereka

Catherine hanya mengangguk, tidak mendengar sepenuhnya perkataan Revan. Demi apapun, mengapa Ia begitu menikmati ciuman ini? Mengapa Ia bahkan enggan 'tuk menghentikannya? Bahkan kini Ia melingkarkan tangannya dileher Revan membuat Revan tersenyum bahagia kemudian semakin memperdalam ciuman mereka dengan lembut dan penuh kasih sayang tanpa memperdulikan sekelilingnya.

Catherine terhanyut dalam ciuman dalam itu. Ia terhanyut akan kelembutan yang diberikan Revan, Ia terhanyut akan suasana intim ini sampai sampai tak mendengar sorakan sekelilingnya. Satu, hanya satu yang mampu Ia dengar ketika kala itu Revan menempelkan bibirnya ditelinga Catherine kemudian berbisik lembut,

"I love you, Cath. I'm fallin in love with you."

***

Sudah lima hari berlalu sejak kejadian itu. Sejak kejadian itu pula keduanya putus dari komunikasi. Bukan karena Revan yang menghindar tidak tanggung jawab melainkan Catherine yang terlalu malu dan memilih mengurung dirinya dalam kamar. Selama itu Ia merenung akan kejadian yang dialaminya. Satu kejadian demi kejadian lain berusaha 'tuk Ia tarik kesimpulan. Ternyata Ia mencintai bossnya. Ia mencintai Revan hingga rasanya cinta ini begitu menyesakkannya.

Ia tidak bisa tidur selama Revan ke Texas. Ia bahkan tidak berselera makan sama sekali karena tidak ada Revan disisinya untuk bersantap bersama. Gawat ... ini tanda bahaya. Ia mulai bergantung pada Revan. Ia mulai membiasakan hidup dengan Revan. Entah sejak kapan hal ini terjadi padanya. Tanpa Ia sadari, Ia telah menambatkan nama Revan dalam relung hatinya. Ia telah menjerumuskan dirinya dalam cinta tak pasti sementara itu Revan ternyata sedang ke Texas bersama Sarah. Pria itu membohonginya, mengkhianatinya, mempermainkan Catherine dengan kata cinta.

Dalam foto yang Catherine dapatkan dari social media, mengingat betapa terkenalnya Sarah dalam dunia entertainment, Catherine menemukan foto terkini dari Revan dan Sarah yang sedang tertawa bersama bahkan dalam satu foto mereka tampak begitu mesra, membuat Catherine mengigit jari.

Tuh kan, sudah dibilang Revan itu playboy ... sekarang menangis pun tiada arti. Dirinya sudah bersama yang lain.

Catherine meringkuk dalam duduknya sambil memeluk bonekanya. Tak sadar air matanya jatuh membasahi pipi. Tolol. Seharusnya Ia tahu jelas posisinya. Ia tak lebih dari pembantu yang dipermainkan. Lagipula, mana mungkin Revan mencintainya. Seharusnya kamu tahu semua itu hanya tipu muslihat,Cath!

Pintu terbuka. Sosok Revan muncul disana. Dengan koper kecilnya, Revan berjalan masuk sambil menguap kantuk. Perjalanan kali ini begitu menguras tenaganya. Ia bahkan diharuskan untuk bermalam lebih lama di Texas karena proyek disana namun Revan menolak mentah-mentah.

Revan bekerja sampai larut malam agar pulang sesuai jadwal penerbangan. Bagaimanapun Ia tidak bisa meninggalkan Catherine seorang diri terlalu lama apalagi sejak kejadian pesta kemarin. Wanita itu malah terlihat menjauhinya lagi membuat Revan sulit membagi konsenterasi saat bekerja.

Catherine yang menyadari kepulangan Revan pun langsung menyeka air matanya kemudian berjalan menghampiri Revan. Dengan satu tarikan napas, Catherine mengangkat kepalanya menatap Revan. Berusaha Ia terlihat kuat walau rasanya ingin menangis melihat wajah polos Revan.

"Saya mau mengundurkan diri." Ucap Catherine mengejutkan Revan. Kantuk yang terasa menguap begitu saja. Ia menyergit binggung.

"Apa maksudmu? Kamu bercanda kan?" Tanya Revan

"Tidak, tentu saja tidak. Saya memang mau mengundurkan diri. Bukan apa-apa. Saya hanya merasa terlalu muda dan begitu menyayangkan masa mudaku jika terperangkap dirumah anda. Saya mau merintih karier saya. Bagaimanapun saya mau jadi wanita karier." Ucap Catherine berusaha terdengar menyakinkan.

Revan binggung setengah mati. Ia mencoba mengingat-ingat kesalahannya. Tapi apa? Ia bahkan tak melakukan kesalahan sama sekali pada Catherine. Revan memutar matanya, berpikir keras.

Ditatapnya kedua mata Catherine yang memerah. Apakah karena dirinya yang tidak menghubungi Catherine sama sekali selama lima hari?

Oh Tuhan. Sial. Apakah keputusannya salah? Ia memang sengaja mendiamkan Catherine tapi bukan berarti Ia tidak peduli. Ia hanya mau memberi Catherine waktu sendiri karena sejak kejadian ciuman mereka waktu itu, Catherine tampak menjauhinya. Sungguh demi apapun, Revan hanya mau Catherine menyadari cintanya.

"Bohong." Ucap Revan sambil menggeleng

"Saya ngga bohong. Saya berkata jujur!" tukas Catherine geram

"Ngga! Kamu mau mengundurkan diri karena aku ngga hubungin kamu kan?" Tanya Revan dengan menggunakan kata 'aku-kamu' serta terkaan Revan membuat Catherine menggeram kesal.

"Ngga! Untuk apa saya mengundurkan diri karena hal itu?" tukas Catherine ketus

"Kamu marah kan karena aku ngga hubungin kamu selama lima hari?" Tanya Revan dengan lembut membuat Catherine gugup. Ia mengerjap sambil menggeleng.

"Ngga! Untuk apa aku marah? Memangnya bapak ini siapaku!"

Revan terkekeh. Tindakan Catherine menunjukkan segalanya. Ternyata wanitanya marah ....

"Jangan mendekat!" ucap Catherine saat Revan hendak melangkah mendekat.

"Kenapa? Kenapa kamu marah padaku? Bukankah seharusnya aku yang marah padamu karena kamu berusaha menghindariku lagi? Kamu ngga mungkin lupa kan Cath kalau aku bisa merobohkan rumah ini dan segala isinya jika kamu menghindariku lagi?" tukas Revan sambil mengangkat sebelah alisnya

Kesombongan Revan membuat Catherine marah apalagi ingatan mengenai foto mesra tadi semakin membakar amarahnya. Catherine mengepalkan tangannya kemudian mencampakkan boneknya tepat diwajah Revan. Keterkejutan Revan semakin membuat darah Catherine mendidih.

"Enyalah anda dari hadapanku. Aku membencimu!" teriak Catherine melupakan formalitas diantara mereka. Dadanya naik turun. Ia berlari kekamar, berniat membereskan barangnya dan kembali kerumahnya malam ini juga. Ia sudah tidak sangup menghadapi sikap Revan. Ia benci Revan yang bersikap santai seolah semua baik baik saja.

Revan mengambil langkah lebar kemudian menarik Catherine kedalam pelukannya. Catherine meronta sekuat tenaga namun masih saja tidak bisa melepaskan diri dari Revan sementara itu Revan menahan tubuh Catherine, dipeluknya Catherine sambil mengelus kepalanya.

"Kamu kenapa?" bisik Revan lembut

Tangis Catherine pecah diperlakukan sedemikian rupa. Ia meneteskan air mata sambil memukul dada Revan dengan keras. Mencoba sekuat tenaga dirinya agar terbebas dari pelukan Revan.

"Menjauh! Aku benci kamu. Kamu jahat! Minggir!!" teriak Catherine

Revan jahat?

Jahat apanya? Huh?

Revan menghela napas pelan, tahu benar jika yang dibutuhkan Catherine saat ini adalah sikap lembut nan manis dari Revan. Revan menunduk,menatap wajah Catherine dengan lekat.

"Oke. Aku jahat. Tapi apa yang sudah kuperbuat padamu? Tolong, jelaskan padaku." Ucap Revan lembut

Catherine menahan napasnya, mencoba bertahan dalam tatapan nan lembut Revan. Tidak ... sekali lagi tidak ... Ia tidak boleh terlena begitu saja!

"Kesalahanmu? Banyak!" tukas Catherine ketus

"Banyak? Wow. Sebanyak apa? Coba kamu jelaskan padaku." Ucap Revan terkekeh. Ia bahkan masih sempat mengecup pipi Catherine. Oh sial. Ia benar-benar merindukan wanita ini.

"Pertama, kamu meninggalkanku ke Texas tanpa membangunkanku sama sekali! Kedua, kamu tidak menghubungiku selama lima hari. Memangnya apa saja yang kamu lakukan disana? Oke! Aku tahu kamu itu orang yang super sibuk tapi aku butuh suatu kepastian. Em ... maksudnya kepastian karena aku mau mengundurkan diri! Ketiga, kamu pergi dengan Sarah! Berdua! Dan berfoto mesra!" tukas Catherine berapi-api.

Revan tersenyum geli. Ia memiringkan kepala, mendengar perkataan Catherine sebaik mungkin.

"Apakah ada masalah jika aku pergi dengan Sarah?" pancing Revan

"Ya tentu saja! Kamu membuatku galau tidak karuan. Aku bahkan tidak bisa tidur disini sementara kamu disana mesra-mesraan bersama wanita lain. Aku ..."

Revan langsung memeluk Catherine yang hampir menangis lagi. Ia menunduk, mencium puncak kepala Catherine dengan sayang sambil mengumamkan kata maaf. Oh Tuhan. Ia bahkan merasa begitu sakit saat mendengar isakan tangis Catherine. Rasanya jantungnya bagai terbelah dua. Ia tidak mampu ... bahkan hanya untuk melihat kesedihan diwajah Catherine.

"Maaf. Maaf. Aku salah. Maaf ..." bisik Revan

"Kamu kira aku ini siapa? Sesuka hatimu untuk dicium? Aku ini juga wanita, bukan hanya pembantumu. Aku juga butuh suatu kepastian. Aku punya perasaan. Memangnya aku membalas ciumanmu waktu itu karena apa? Karena aku menyukaimu. Kau membuatku terlihat begitu ...."

Revan mengecup bibir Catherine hingga membuat Catherine diam. Catherine mengerjap ketika merasakan lumatan Revan dibibirnya. Akal sehatnya menjerit namun Ia malah membalas ciuman Revan namun sesaat kemudian Catherine menghentikannya. Ia menjauhkan tubuhnya, baru tersadarkan akan pengakuan bodoh yang Ia katakan tadi. Oh tidak ....

"Lepas!" gumam Catherine sambil mencoba melepaskan diri

"Kamu kira sejak awal bertemu denganmu aku akan melepaskanmu? Bahkan setelah ciuman kita dan pengakuanmu tadi, kamu pikir aku akan melepaskanmu? Tidak. Tidak,Cath. Karena aku ... aku disini juga menyukaimu. Aku mencintaimu bahkan sejak pertama kali kita bertemu dikantor." Bisik lembut Revan mengejutkan Catherine.

Catherine menggeleng sambil meronta. Ia meneteskan air mata lelah. Ia lelah akan permainan Revan. Ia lelah untuk menebak mana kebohongan dan kebenaran yang diungkapkan Revan.

"Tenang ... tenang,Cath. Oke. Aku jelasin satu per satu. Aku dan Sarah memang pergi ke Texas tapi kami pergi dengan flight yang berbeda dan mengenai foto mesra itu, aku jamin itu hanya hoax. Aku berani bersumpah tidak sedekat itu padanya. Itu pasti perbuatan paparazzi lagipula kami terlibat proyek yang sama. Kamu sendiri pasti tahu kalau perusahaanku tidak hanya bergerak dibidang industri saja kan?" jelas Revan

"Bohong! Kamu masih dekat kan dengan Sarah? Kalian pernah pacaran!" tukas Catherine

"Tentu saja kami pernah pacaran tapi hanya seminggu kok! Aku ngga bohong. Please, jangan marah lagi, ya? Aku mencintaimu." Bisik Revan sambil mengecup bibir Catherine.

Catherine memundurkan kepalanya hingga membuat Revan hanya mengecup dagunya. Revan tersenyum tipis. Dengan sengaja Ia mencium rahang Catherine membuat Catherine memekik sambil memukul pundaknya.

"Revan!" pekik Catherine

Revan tersenyum nakal sambil memainkan alisnya.

"Jadi sekarang hanya sebut dengan Revan? Bukan Bapak lagi?" Goda Revan

"Memangnya mau aku panggil Bapak lagi? Oke bapa ..."

Revan melumat bibir Catherine ketika itu. Didorongnya Catherine hingga jatuh disofa kemudian menciumnya dengan mesra. Sesaat, selama sesaat keduanya larut dalam ciuman mesra itu. Tangan ke tangan, tubuh ke tubuh, Revan merasakan segalanya hingga tersadarkan akan satu hal, Revan pun menghentikan aktivitasnya dan mengakhirinya dengan kecupan lembut dipuncak kepala Catherine lalu berbisik lembut penuh menggoda,"Aku akan menikahimu dan menjadikanmu satu-satunya. Akan kupuja dirimu dengan segala yang kumiliki. Aku mencintaimu,Catherine, Aku sangat mencintaimu."

Catherine tersenyum bahagia akan perkataan itu. Sejak itu pula hubungan keduanya semakin akrab. Revan bahkan sudah tak sabar mengenalkan Catherine pada keluarganya, begitu pula sebaliknya. Cinta melengkapi mereka, cinta memberi warna pada hidup mereka.

Bahkan kini tidak ada satu hal pun yang dapat dikeluhkan Catherine sebab Revan selalu berusaha menyenangkannya. Revan selalu mengalah pada dirinya bahkan sejak dia mulai emosi tidak stabil. Catherine juga binggung akan perubahan dirinya setelah lima bulan usia pernikahan mereka.

Catherine pun diam-diam memeriksa kesehatannya pada dokter kandungan. Ternyata dirinya sedang mengandung. Usia kandungannya masih sangat muda yakni delapan minggu. Catherine sontak bergirang bahagia. Ia yang sedang menunggu kepulangan Revan pun mengigit bibir bahagia. Tangan tangannya saling mengengam. Ia berdebar hanya karena ingin memberitahukan ada satu nyawa dalam rahimnya, ada satu janin yang begitu berharga dalam rumah tangga mereka.

Catherine tersenyum tidak jelas ketika membayangkan raut wajah Revan nanti. Ia pun berdeham pelan ketika mendengar bel berbunyi. Ketika itu Ia langsung bangkit berdiri kemudian menubruk tubuh Revan sambil berbisik,"Aku hamil."

Ketika itu Revan langsung berteriak bahagia sambil mengendong istrinya. Dihadiahkannya Catherine dengan kecupan kecupan manisnya. Ia bahagia... sangat bahagia ... namun ketika tersadarkan akan satu hal, wajah Revan pun menjadi tegang. Ia mengerutkan dahi sambil menurunkan Catherine dengan hati hati kemudian dengan raut wajah khawatir, Ia berkata,

"Catherine Belovy! Kenapa kamu menubrukku? Kamu lagi hamil! Bagaimana jika terjadi apa-apa! Ayo sekarang kita periksa kedokter!"

Catherine menggelengkan kepala sambil terkikik. Uh, possessive daddy right? Hum .... []

****

Update.. new happy ending short story hehe.

Semoga pada suka ya.

Oh ya, sebenarnya ini cerita sudah diciptakan sejak tiga tahun lalu. Ceritanya saat itu diminta ngerjain cerpen oleh guru bahasa Indonesia. Ini sudah bagian revisi hehe.

Next short story? Sad/happy end?

Just comment!

Selamat sore dan selamat membaca





Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 60.9K 54
Mature Content ❗❗❗ Lima tahun seorang Kaia habiskan hidupnya sebagai pekerja malam di Las Vegas. Bukan tanpa alasan, ayahnya sendiri menjualnya kepad...
8.8M 108K 44
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
1.3M 82.4K 36
"Di tempat ini, anggap kita bukan siapa-siapa. Jangan banyak tingkah." -Hilario Jarvis Zachary Jika Bumi ini adalah planet Mars, maka seluruh kepelik...
488K 38.1K 17
[SEBAGIAN DI PRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU BARU BACA] Dilarang ada hubungan antara senior dan peserta OSPEK, Galen, sebagai Ketua Komisi Disiplin terpa...