KALEIDOSCOPIC

By prncch

682K 58.6K 6.7K

Vina tidak pernah menyangka perkataannya tentang laki-laki idaman semasa remaja benar-benar terjadi padanya... More

(1) BERYL
(1A) BERYL
(1B) BERYL
(2) IGNEOUS
(2A) IGNEOUS
(2B) IGNEOUS
(2C) IGNEOUS
(2D) IGNEOUS
(3) IGNORAMUS
(5) TYRANT
(6) PLETHORA
(6A) PLETHORA
(6B) PLETHORA
(6C) PLETHORA
(6D) PLETHORA
(6E) PLETHORA
(6F) PLETHORA
(6G) PLETHORA
(7) My Big Boss
(8) INCARNATE
(8A) INCARNATE
(8B) INCARNATE
(8C) INCARNATE
(9) DAME
(9A) DAME
(9B) DAME
(9C) DAME
(9D) DAME
(10)BERYL - 2
(10A) BERYL-2
(10B) BERYL-2
(10C) BERYL-2
(11) DREAMS
(11A) DREAMS
(11B) DREAMS
(12) GADAISA
(13) RAIN
(13A) RAIN
(13B) RAIN
(13C) RAIN
ATTENTION
THANKYOU
(14) HERE,LOVE
(14A) HERE, LOVE
(15) NECESSITY
(15A) NECESSITY
(15B) NECESSITY
(15C) NECESSITY
(15D) NECESSITY
(15E) NECESSITY
(16) DAY DREAM
(16A) DAY DREAM
(16B) DAY DREAM
(16C) DAY DREAM
(16D) DAY DREAM
(16E) DAY DREAM
(16F) DAY DREAM
(16G) DAY DREAM
INFO LAPAK BARU
(17) Fool Again
(17A) Fool Again
(17B) Fool Again
[ASKING SESSION] FOOL AGAIN
[ANSWERING]
(18) My Boss and Me
(19) STARLIGHT
(19B) STARLIGHT
(19C) STARLIGHT
(19D) STARLIGHT
(19E) STARLIGHT
(19F) STARLIGHT
(20) Be With You
(20A) Be With You
(20B) BE WITH YOU
(20C) BE WITH YOU
(20D) BE WITH YOU
(21) IF
(21A) IF
(21B) IF
(21C) IF
(21D) IF

(4) OBLIVIOUS

13.4K 803 53
By prncch

****

Dalam samudera yang luas ini, tentu saja kau tak akan mampu memandang padaku saja.

Dalam sosialisasimu yang begitu luas, tentu saja kau tak mampu menemukanku didalam sana.

Dalam hidupmu yang selalu disibukkan dengan banyak hal, tentu saja kau tak akan pernah tahu aku disini selalu untukmu.

Ketika kau sedang memandang ke langit, aku memandangmu di bawah rimbun pohon.

Ketika kau sedang tertawa bersama temanmu, aku mengintipmu di balik buku tebal yang sengaja ku bawa.

Ketika kau sedang berfoto akan kelulusanmu, aku berada di jauh belakangmu, memandang punggung indahmu dengan senyum bahagia.

Ketika kau di bandara, hendak pergi ke benua lain demi menuntun ilmu, aku berada di barisan terakhir yang memandangmu dengan air mata.

Ketika kau kembali dengan bangganya, aku memandangmu rindu dari kaca jendela.

Ketika kau mulai bekerja memimpin perusahaan, aku berada jauh dibawahmu, mendorong perusahaanmu agar sukses dari pekerjaanku dan terakhir ketika kau sedang berada di altar, mengucapkan sumpah akan janji pernikahanmu dengan wanita lain, aku masih berada disana, di tempat duduk paling belakang, memandangmu dengan tatapan kosong dan berkata semuanya telah berakhir.

Begitu tragisnya hidup ini. Kau senantiasa menjadi sumber bahagiaku sedangkan aku sama sekali tidak terlihat bagimu. Karena memang beginilah adanya, akulah pengaggum rahasiamu yang memandangmu dari jauh namun tidak mampu menyapamu.

Akulah si bintang dalam langit malam yang tak mampu kau temukan. Kita terlalu jauh amat berbeda. Kau bahkan tidak mengenalku lebih dari sekedar teman seangkatan yang bahkan tak pernah kau sapa.

"Menyesal pun tidak ada artinya lagi. Lo tolol,Gis. Saat lo punya kesempatan dekatin Rizky, lo cuman ngintipin dia di balik bulu mata lo. Pengecut. Bahkan lo masih berani nangis? Bangun,Gis. Hidup lo masih panjang." Tukas Yunni, sahabat karibku saat itu.

Aku berusaha tersenyum sebagai balasan walau nyatanya setiap malam air mata ini masih membasahi pelupuk mataku. Berusaha kutegarkan hati yang rapuh karena ku tahu mereka semua tidak mengerti sakitnya menjadi aku namun lamban laun baru ku sadari begitu tololnya diriku mengaggumi dirinya yang tak dapat kugenggam.

Seolah mengejar bayangan, dia sama sekali tidak dapat ku rasakan. Mungkin inilah hidup, selalu membawa kita ke dalam suatu penderitaan yang berbuah kebijakan.

Kini akupun mulai mengerti satu hal dalam hidup, cintai sesuatu yang berhak untuk kau cintai dan ubahlah arah jalanmu jika dia bukanlah yang terbaik dalam hidupmu.

*

Goncangan Tiya pada bahu, membuat Gista terperajat kaget. Pena dalam gengaman tangannya jatuh seketika membuat Tiya menggelengkan kepala. Ia menyerahkan map merah pada Gista.

"Nah ini kasih ke pak bos ya,Gis." Ucap Tiya

"Eh bukannya Riz.. maksudku Pak bos masih belum balik ya?" Tanya Gista kaget.

"Makanya tuh kamu jangan melamun aja. Pak bos udah balik belasan menit yang lalu." Tukas Tiya memandang sekelilingnya sesaat lalu menunduk ke arah Gista, tubuhnya sedikit maju ke depan dan berbisik, " Memang ya sekali bos tetap bos. Jiwa pemimpinnya kental banget. Baru pulang honeymoon yang entah ke berapa kalinya masih aja balik buat meeting nanti."

Gista tersenyum tipis. Ia menerima map merah tersebut lalu segera bangkit dari duduknya. Sesekali Ia merapikan rok yang sedang Ia kenakan. Rasanya telinganya malas mendengar gosip yang pasti akan terasa membosankan baginya.

"Ya Tiya. Nanti kalau kamu punya usaha sendiri, kamu juga bakalan gitu." Tukas Gista

"Iya ya kalau bisa. Entah kapan baru aku punya usaha sendiri." Gerutu Tiya lalu kembali ke meja.

Gista menghembuskan nafas pelan lalu berlalu ke lantai enam, ruang direktur. Setibanya Gista bersyukur karena Fena, sekertaris direktur, masih berada disana. Gista segera menitipkan map merah tersebut setelah berpesan agar ditandatangani direktur dan akan mengambilnya kembali saat jam makan siang nanti.

"Tolong ya,Mbak Fen, please.."

"Ih kamu ini. Kenapa enggak mau masuk aja sih? Pak Rizky itu baik kok, enggak mengigit." Tukas Fena sedikit kesal.

"Yah mbak, aku lagi banyak kerjaan."

"Tiap hari alasannya banyak kerjaan aja. Pak Rizky selalu nanya kenapa bukan kamu atau teman kamu itu yang ngantar. Padahal ini kan kerjaan kalian berdua."

Gista menahan nafas, berusaha untuk bersabar karena memang kenyataan mbak Fena dihadapannya cukup cerewet walau begitu Ia masih cukup bermurah hati karena menerima map merah hasil pekerjaan Gista dan Tiya selama satu minggu setiap bulannya.

"Maaf deh mbak. Lain kali aku sampaiin sendiri kok." Tukas Gista tersenyum memperlihatkan deretan giginya.

Fena menggeleng pelan. Nada sambung telepon menyadarkan Fena dan Gista. Gista hanya dapat memasang wajah datar saat mendengar istri pak Rizky bersama anak mereka akan berkunjung saat jam makan siang nanti. Gista mengangguk sopan pada Fena lalu melangkah pergi secepat mungkin.

Setibanya di meja kerjanya, Gista langsung menyalakan komputernya dan berpura pura sibuk walau kenyataan Ia sedang mengirimkan email kepada Tiya, menanyakan menu makan siang mereka. Karena memang kenyataannya hanya dengan makanan dan sahabat membuat Gista mampu melupakan perih dalam hatinya. Namun walau begitu tubuhnya masih begini begini saja. Berat badannya tidak dapat bertambah sedikit pun. Aneh.

-

-

-

Gista bersyukur karena Rizky belum kembali saat Gista kembali ke lantai enam untuk mengambil map merah titipannya. Dengan santainya Gista menghampiri Fena lalu meminta map merah titipannya.

"Masih sama Pak Rizky,Gis." Ucap Fena membuat kening Gista mengkerut

"Kok bisa,mbak? Bukannya selama ini Pak bos hanya tandatangan lalu mengembalikannya?" Tanya Gista.

Fena mengangkat bahu sebagai balasan.

"Nggak tahu juga,Gis. Pak Rizky tadi cuman pesan nanti bakalan manggil yang buat pekerjaan itu. Sepertinya kamu ada salah input angka,Gis." Terka Fena.

Dada Gista berdegup kencang. Ia menegang di tempatnya. Ya Tuhan. Ia menggeram dalam hati. Apa sih yang salah? Biasanya pekerjaannya jarang salah. Apa jangan jangan Tiya yang salah mengerjakannya? Ah sial.

"Oh yauda deh,mbak. Kalau Pak Bos udah kembali, telepon ke Tiya aja ya,Mbak, soalnya dia lebih ngerti tugas ini. " Tukas Gista langsung mendapat anggukan Fena.

Gista menghembuskan nafas lega. Dalam hati Ia merasa bersalah pada Tiya namun apa daya dirinya. Ia masih jauh dari kata sanggup untuk bertemu pria itu secara langsung dan Tiya.. ah entahlah. Mungkin semangkuk bakso bisa meredakan rasa kesalnya pada Gista nanti.

-

-

-

Gista gelisah dalam kerjanya. Sudah dua jam berlalu namun entah mengapa Ia merasa gelisah padahal jelas jelas Ia tahu Rizky pasti akan memanggil Tiya nanti. Gista menyembunyikan kepalanya sembari menggerutu dalam hati.

"Gis, kamu dipanggil tuh." Tukas Tiya dari mejanya.

"Hah,aku? Sama siapa?" Tanya Gista binggung.

"Tadi Mbak Fena hubungin aku, dia bilang Pak bos mau ketemu kamu. Kamu sih di hubungi malah nggak ngangkat. Makanya jangan melamun terus!" tukas Tiya menghentikan detak jantung Gista saat itu juga.

Kedua mata Gista mengerjap. Wajahnya pucat seketika itu. Beribu cara melarikan diri mulai tersusun dengan rapi dalam otaknya.

"Eh, perutku tiba tiba mules. Tolong gantiin aku bentar,ti." Tukas Gista buru buru bangkit dari duduknya namun secepat itu Tiya menahannya.

"Gak!"

"Please. Perutku beneran mules,Ti. Tolongin lah."

"Aku enggak lupa kalau dua bulan lalu kamu juga kasih jawaban yang sama. Please deh,Gis, kamu enggak mungkin naksir sama Pak bos kan? Lagian dia udah berkeluarga." Ucap Tiya blak blak an.

Gista menggeram dalam hati. Dengan langkah berat Ia menuju ke ruangan direktur. Setibanya Gista memandang Mbak Fena dengan wajah kesal seolah berkata, kok aku bisa ada disini.

"Sorry,Gis. Bukannya gitu. Kamu sendiri yang bilang kalau Tiya lebih ngerti tugas itu. Jadi karena itu Pak Rizky manggil kamu." Tukas Fena saat Gista melewatinya.

Gista menutup mata, mencoba meredam rasa kesal yang tidak seharusnya. Sial. Kenapa Ia bisa seceroboh itu sih?

"Iya mbak nggak apa apa. Tapi sebagai permintaan maaf, mbak bilangkan aja ya kalau aku lagi enggak ada di tempat. Gimana?" Tanya Gista setengah berbisik.

Fena menggeleng tegas.

"Gak bisa. Lagian mbak udah keceplosan bilang kamu ada. Udah deh masuk aja. Pak Rizky baik kok. Ganteng lagi. Apa yang kamu takutkan?"

Hatiku.

Sudut hati Gista berteriak namun lagi lagi Ia hanya mengangguk pasrah. Dengan tangan gemetar, Gista mengetuk pintu ruangan direktur. Suara percakapan menyambut kedatangan Gista. Dalam hati Gista berusaha menguatkan dirinya sendiri.

Apa sih yang perlu kamu takutkan,Gis? Tatapannya? Wajahnya? Oh Tuhan. Dia udah berkeluarga,tolol. Bertahun tahun sudah berlalu. Anaknya sudah berumur tiga tahun bahkan istrinya sekarang sedang mengandung anak kedua. Kamu bukan lagi pengaggum sialan seperti dulu. Sadar,Gis.

Gista berhenti melangkah ketika mendapati Rizky sedang memainkan bolpoin sembari bercakap cakap. Dada Gista serasa tertusuk ribuan pisau seketika itu. Tak pernah terbayang rasa ini masih tersisa bagi pria yang bahkan tidak mengenalnya sama sekali.

Gista berdeham pelan, membuat sepasang mata hitam itu memandang kearahnya. Sesaat Gista hampir kehilangan cara bernafas saat kedua pasang mata mereka bertemu. Tubuhnya merinding seketika itu saat tidak sengaja Rizky meneliti dirinya.

"Selamat sore,Pak. Anda mencari saya?" Tanya Gista.

"Ada beberapa hal yang ingin saya bicarakan denganmu. Jadi.. Gista, silahkan duduk." Tukas Rizky menunjuk kursi dihadapannya.

Gista mengangguk lalu berjalan menduduki kursi dihadapan Rizky. Bersyukur kini Gista lebih mudah beradaptasi dengan lingkungannya. Kedua jemari tangannya yang tersembunyi dibawah saling meremas.

"Menurut data karyawan, kamu sudah bekerja disini lebih dari enam tahun. Kenapa saya tidak pernah melihat kamu disini?" tanya Rizky dengan nada ringan.

Gista tersenyum tipis.

"Hanya bapak terlalu sibuk hingga sulit untuk bertemu." jawab Gista seadanya.

Rizky mengangkat sebelah alisnya, bibirnya hampir membentuk senyuman.

"Saya selalu berada di kantor dan selama ini tugas tugas kamu tidak pernah diserahkan kamu sendiri. Kenapa? Apa karena saya terlalu mengerikan? Padahal saya masih muda loh." Ucap Rizky dengan nada humor.

Gista hanya diam. Ia binggung untuk menjawab. Rasanya Ia terlampau asing dengan keberadaan Rizky. Tidak sengaja kedua matanya memandang foto keluarga Rizky yang sengaja pria itu letakkan diatas meja sebagai pajangan foto. Gista tersenyum lirih.

"Eh, saya hanya ingin tahu saja bagaimana persepsi karyawan saya mengenai diri saya. Saya enggak mau semua karyawan saya menganggap saya mengerikan dan lain sebagiannya. Diluar kantor kita semua seharusnya berteman baik,bukan." Tukas Rizky.

"Maaf Pak. Saya hanya sibuk dengan tugas tugas saya." Jelas Gista singkat. Gista membasahi bibirnya saat seorang lain yang berada di ruangan itu pamit keluar.

"Maaf Pak, kalau saya boleh tahu kenapa saya dipanggil ya? Apakah saya ada buat kesalahan?" Tanya Gista

Rizky menyandarkan tubuhnya, memandang Gista dengan lurus.

"Tidak ada. Saya hanya mau melihat wajah karyawan saya yang selalu tepat waktu menyelesaikan tugasnya." Puji Rizky secara tak langsung membuat pipi Gista memanas namun seketika itu Gista sadar Ia tidak pantas memerah hanya karena pujian Rizky. Demi tuhan, Rizky sudah berkeluarga. Dan lagipula siapa sih dirinya? Hanya seorang karyawan kecil yang biasa.

"Terima kasih. Jadi bolehkah saya kembali bekerja? Maaf pekerjaan saya sedang banyak." Tukas Gista bangkit dari duduknya.

"Tentu." Ucap Rizky mengangguk pelan, membiarkan Gista melangkah meninggalkan ruangannya namun sebelum mencapai pintu, Gista menabrak seseorang yang baru memasuki ruangan direktur. Sial. Kenapa sifat cerobohnya masih saja mempermalukan dirinya?

"Maaf."

Gista menunduk, malas untuk memandang orang yang ditabraknya tersebut lalu dengan hati yang berdebar meninggalkan ruang tersebut sedangkan di dalam ruangan, seorang wanita memandang punggung Gista yang kian menjauh hingga pintu benar benar tertutup.

"Kenapa lo disana?" Tanya Rizky pada Yunni.

Yunni menggeleng lalu berjalan mendekati meja Rizky. Ia mendudukkan dirinya di salah satu kursi sembari menekuk jus buah yang Ia beli sebelum datang ke kantor.

"Cuman mau menemui abang sepupu tersayang. Kenapa? Lo gak senang gue datang?" tanya Yunni memandang Rizky dengan kesal.

Rizky terkekeh. Ia menjitak kepala Yunni lalu kembali bersandar pada kursi kerjanya.

"Ya enggak lah. Sepupu gue!" Tukas Rizky hanya dibalas Yunni dengan senyum getir. Sedikitnya bayangan wanita tadi cukup menganggu pikirannya.

"Kenapa lo? Nggak biasanya gitu." Tanya Rizky sembari menyalakan komputer. Matanya melirik sepupunya yang sedang berwajah murung.

"Lo lagi berantam sama Bima?" Tebak Rizky langsung mendapat tatapan sinis dari Yunni.

"Yang baik dong. Yang buruk pula lo doain."

"Jadi, lo kenapa?"

"Em, ngogak deh. Gak penting."

Yunni menundukkan kepala. Ia memainkan jemari tangannya. Entah mengapa hatinya terasa tidak tenang ketika mengucapkan kata terakhirnya. Yunni menghela nafas kuat. Ia mengangkat kepala, memandang Rizky dengan tatapan menyelidik.

"Em, sebenarnya ada sih yang mau gue tanyain.. tadi, cewek tadi, itu siapa?" Tanya Yunni hati hati.

Rizky mengangkat bahu acuh. Ia memijit pelipis kepalanya sembari memandang Yunni selama sesaat sebelum akhirnya kembali fokus pada pekerjaannya.

"Karyawan gue. Kenapa?"

"Kenapa dia bisa ada disini?"

Rizky berdecak pelan. Ia memandang Yunni dengan kesal karena wanita itu selalu menganggu pekerjaannya.

"Kenapa? Gue nggak mungkin selingkuh kali. Gue cuman mau tahu aja alasan kenapa karyawan gue selalu ngehindari gue. Sebagai pemimpin yang baik, gue tentu harus memahami karyawan gue dong." Jelas Rizky.

Yunni menelan ludahnya dengan susah payah. Dadanya berdebar. Tebakannya akan keberadaan sahabatnya dulu membuatnya penasaran setengah mati. Ia mengigit bibirnya, memandang Rizky lalu berbisik,

"Kalau boleh tahu namanya siapa?"

"Gista. Kenapa sih? Kepo banget sih lo hari ni."

Yunni memejamkan mata sesaat. Gista? Gista sahabatnya. Pengaggum rahasia sepupunya dulu. Seketika itu bayangan Gista menangis berkelebat dalam pikirannya. Masihkah wanita itu menjadi penganggum abang sepupunya? Lantas mengapa wanita itu masih bekerja disini?

" Gista.. dia..."

****

New short story.
For next part, voment ya.
Maaf kalau typo bertebaran ya.

Selamat malam dan selamat membaca :)

Continue Reading

You'll Also Like

362K 19.4K 28
Mature Content ❗❗❗ Lima tahun seorang Kaia habiskan hidupnya sebagai pekerja malam di Las Vegas. Bukan tanpa alasan, ayahnya sendiri menjualnya kepad...
338K 26.3K 57
Elviro, sering di sapa dengan sebutan El oleh teman-temannya, merupakan pemuda pecicilan yang sama sekali tak tahu aturan, bahkan kedua orang tuanya...
3M 152K 62
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
774K 49.9K 33
Semua orang mengira Saka Aryaatmaja mencintai Juni Rania Tanaka, namun nyatanya itu kekeliruan besar. Saka tidak pernah mencintai Rania, namun menola...