"Hei," kata Rex yang menyadari langkah kaki wanita itu di lorong dan ketika mendongak menemukan sosoknya. Rex tengah bersandar di depan pintu asrama Benny dan telah menunggu wanita itu dengan hoodie-nya yang sekarang menutupi rambut cokelat mudanya. Rex juga memakai topi agar tidak ada satupun orang mengenalinya. Tapi pria dengan tinggi seratus sembilan puluh empat sentimeter dengan tubuh besar dan kekar itu akan selalu membuat semua tubuh berhenti dan mata memandangnya.
"How is it possible for you to come up here? Bukannya penjaga di bawah sangat ketat?" tanya Benny yang baru kali pertama Rex lihat memakai scrubs berwarna biru muda yang membuat wanita itu semakin cantik. Perutnya yang mulai membesar karena masa kehamilannya juga mulai terlihat dan Rex harus menahan napasnya karena ia begitu terpukau. Benny sangat memesona walaupun wanita itu terlihat sangat lelah sekarang di mata sang quarterback. Benny mendongak dan menunggu jawaban dari Rex, tapi pria itu sama sekali tidak memiliki niat untuk menjawabnya. "Rex, apa yang kamu lakukan di asramaku? I need sleep."
"I want to sleep with you then," jawab Rex tanpa basa-basi.
"Rex," kata Benny dengan tegas, "Pulanglah."
"No, I don't want to go home. Not when you're angry and you don't want to talk to me. It's killing me, okay?" jawab Rex. "Dan untuk menjawabmu—aku menandatangani trading card penjaga asramamu. Ia memiliki trading card Crimson High-ku dan berjanji tidak akan mejualnya. Ten of them. Aku terlalu lelah untuk pulang sekarang, Bean. Apa kamu ingin aku mengalami kecelakaan? Aku bisa saja mengalami kecelakaan karena terlalu lelah."
"Lelah karena telah menandatangani trading card?"
"It's exhausting. The marker kept on sliding and the cards were all just too slippery," kata Rex. Walaupun ia terdengar konyol, ia tidak akan membiarkan wanita keras kepala yang terlihat begitu cantik walaupun marah itu menang. "Kamu ingin tidur, aku juga."
"Rex," kata Benny. Wanita itu lalu mendesah dengan panjang sebelum menatap biru suaminya, "Aku tidak ingin bertengkar. You want to do everything your way, sure. You don't want to tell me anything, sure. I prefer to not know than knowing you lied to me and I made myself such a fool. Apa pun yang sedang kamu coba lakukan dengan Faye dan ayahnya—bersama dengan tim barumu, aku tidak menyukainya. Tapi semua ini keputusanmu dan kalau kamu tidak ingin mendengarku tidak apa-apa. Who am I to tell you anything, right? I'm such a fool."
Rex mendekat dan menutup jarak di antara mereka sehingga ia bisa meraih dagu wanita itu dan membuatnya mendongak lagi dengan jari-jarinya. "Bean, aku tidak bermaksud untuk berbohong kepadamu. I don't even mean to left you out, okay? Aku hanya perlu menjadi quarterback terbaik di Patriots dan semua ini akan masuk akal nantinya. I'm not trying to make you suffer again, Bean. You will never see me with any other women, not even Faye Reid. Kamu tidak perlu lagi cemburu. Kamu juga tidak perlu khawatir, aku akan baik-baik saja. Aku tahu apa yang kulakukan. I know that's not enough—but can we start there, Bean? Apa kita bisa mulai hari kedua kita sebagai sepasang suami istri dari sini?"
"..."
"..."
"...is that Reginald Escara?"
"...tunggu...."
"...ya, itu dia...."
Benny dengan cepat meraih kuncinya dan membuka pintu kamarnya sebelum suara-suara dibelakang mereka mendekati. Mereka tahu sosok sang quarterback dan menemukan Rex di tengah asrama dokter muda membuat mereka bertanya-tanya dengan penasaran. Dengan cepat Benny mendorong tubuh sang quarterback ke dalam kamarnya yang gelap gulita. "Okay, Bean. I'm just proposing to sleep, but if you're up for—"
"Kamu dan pikiran kotormu, diamlah. Tidak seharusnya kamu berada di asramaku, Rex," ujar Benny yang sekarang menyalakan lampu agar ia dapat melihat pria itu yang sekarang berdiri di tengah ruang tamunya yang sempit. "Apa kamu tadi tidak mendengar mereka mengenalimu? Now they will know you're inside of my bedroom. Oh, God, they will talk about me."
"Memangnya kenapa kalau mereka membicarakan dirimu dan aku? Aku sudah sah menikahimu—you're my wife, I'm your husband."
Benny memijat pelipisnya dan berkata, "Kamu harus pergi—tapi tunggu sampai mereka pergi. At least thirty minutes, okay?"
"Aku tidak ingin pulang, aku sudah mengatakannya kepadamu aku lelah."
"Okay, fine. You can rest in the sofa."
"And where are you going?" tanya Rex dengan nada merajuk.
Benny mengangkat rambutnya dan mengikatnya dengan ikat rambut yang ia jadikan gelang di pegelangan tangannya. "Shower."
"Without me?"
"Definitely without you, Rex," kata Benny yang membuat Rex terlihat kecewa.
Benny membuka pintu kamar mandinya yang kecil dan melangkah masuk, tidak memedulikan tatapan kecewa Rex. Ia terlalu lelah untuk berdebat ataupun bertengkar dengan pria itu sehingga dirinya memutuskan untuk mengambil jarak dengan pergi mandi. Ia juga telah menghabiskan waktu seharian di rumah sakit dan merasa kotor. Benny membuka scrubs-nya dan menyalakan pancuran air panas. Dirinya menghabiskan waktu yang cukup lama—lebih dari tiga puluh menit—untuk membasuh seluruh tubuhnya dari bakteri dan kuman rumah sakit yang tertinggal. Ketika ia mematikan air panas dan meraih handuknya, Benny berharap Rex sudah pergi.
Benny mengeringkan rambutnya dengan handuk lain dan melilit tubuhnya dengan handuk kecil yang sama sekali tidak menutupi bokongnya. Benny menarik napasnya sebelum keluar dan memegang handuknya di tengah dadanya. Ia sangat berharap Rex telah meninggalkan kamar asramanya, tapi ketika kakinya melangkah keluar, Benny melihat pria itu di sofa. Tertidur.
Ketika Benny berjalan mendekat untuk memastikan, ia dapat mendengar dengkuran halus dari bibir Rex. Pria itu tertidur dengan posisi terduduk dan Benny menyadari kalau pria itu tidak berbohong ketika mengatakan kalau dirinya lelah. Benny membiarkan Rex untuk tidur dan baru saja ia akan berjalan ke arah lemari dan memakai baju tidurnya ketika ia menyadari pamflet berwarna merah muda yang berada di salah satu tangan Rex.
Pamflet itu telah terlipat menjadi sangat kecil dan dengan hati-hati Benny mengambilnya dari tangan pria itu. Benny membukanya dengan perlahan-lahan dan membaca tulisan di pamflet, "Baking for Charity with the Patriots". Benny membaca semua informasi dimulai dari tempat sampai tema acara di kertas itu tapi matanya tertuju kepada tulisan berantakan yang ia kenali di sudut kosong sebelah kanan.
Protect Bean and baby at all cost.
Ia tidak mengerti dengan kata-kata yang dituliskan Rex di pamflet itu dan ia menatap pria yang tertidur itu dengan tatapan bingung. Apa yang ditutupi Rex?
Benny tidak cukup cepat untuk berlari kembali ke kamar mandi ketika mata biru muda itu terbangun dan menemukannya tepat di hadapannya. "Bean?" tanya Rex dan Benny dengan panik mencoba untuk melarikan diri tapi ia tahu kalau dirinya terlambat.
"Bean, kamu tidak seharusnya melihat itu."
Benny lalu mengerutkan dahinya dan melihat pamflet yang dipegangnya, "This?"
"Ya."
"Kenapa? Apa akan terjadi sesuatu kalau aku pergi ke acara ini? This event is with children, Rex," kata Benny. "You want to protect me and our baby from this event?"
Mata biru itu sekarang dengan sungguh-sungguh menatapnya ketika mengatakan kata-kata berikut, "I want to protect you all the fucking time, Bean. From everyone trying to hurt us."
"Who will hurt us?" tanya Benny.
"People."
"Then let's face them. Kamu baru saja mengatakan kepadaku untuk membiarkan orang-orang membicarakan kita. Then we'll face them. Let them hurt us, and we'll show them exactly who we are."
"Bean...."
"Kamu boleh tidak mengatakan semuanya kepadaku. Kamu boleh berusaha menutupi kebenaran sesungguhnya. Tapi aku juga boleh memilih untuk menghadapi situasi ini, Rex. I say, we show them, who we are. We're fighters, QB. I'm so mad at you for not being honest, but I love you. I always do. Even when you're hurting me, I don't want you to get hurt by others. Jadi kita lakukan ini bersama-sama—kita hadapi semua orang yang berusaha menjatuhkan kita."
"So, does that mean I can sleep here tonight, Bean?" tanya Rex yang sekarang menatap wanita itu yang hanya mengenakan handuk. Pria itu tidak lagi peduli dengan apa yang baru saja dikatakan Benny karena pikirannya hanya terarah kepada tubuh yang hanya tertutupi handuk kecil itu. "Aku bisa bantu mengeringkan semua bagian tubuhmu. Aku sangat yakin ada satu bagian yang tertinggal yang perlu bantuan ekstraku."
"Oh, God, Rex. You and your dirty mind."
"Is that a yes?" tanya Rex. "Here, let me help...."
Rex menarik tubuh Benny dengan mudah dan mendudukkannya di pangkuannya. Kedua kaki Benny sekarang mau tidak mau melebar dan jari-jari pria itu melepaskan kaitan handuk Benny dengan mudah. "Rex!" Benny memekik dan Rex menutup bibir wanita itu dengan bibirnya. "Ssttt, Bean, this is your dorm, right? A doctor should never be so loud. Except when she's with her husband."
"Rex, aku bisa dikeluarkan dari asrama."
"We'll fight them, didn't you just say we have to fight, Bean?" tanya Rex yang sekarang membalikkan kata-kata Benny sebelum mencium wanita itu di bibir.