Kesehatannya sudah pulih dengan baik, gadis itu benar-benar pegaruh buruk. Bahkan dia sampai membuat kesalahan besar.
Satu Putranya terluka parah, tapi dia tidak bisa berkontak langsung dengan orang lain untuk beberapa saat, semua agar pemulihan yang ia lakukan. Pengaruh sihir hitam sangat kuat, dia harus memurnikan kembali semuanya agar dia bisa ikut turun ke medan perang. Cukup Brandon saja, tidak dengan yang lain. Bahkan jika bisa Brandon tidak perlu mengalami semua ini.
"Ren." Astevia memanggil Ren yang sedang berdiri di depan pintu rumah kecil yang mereka tinggal. "Kita bisa pergi, kan?"
"Ya," Ren mengangguk. "Pangeran Bungsu sudah jauh lebih baik."
Astevia mengangguk. "Ayo pergi."
Sebuah portal dibuka oleh Ren, sihir seekor Phoenix bisa disandingkan dengan Naga Semesta, yang tidak lain dan bukan adalah saudaranya sendiri. Kalau dibandingkan mungkin Rusta yang berada di urutan terbawah diantara perbandingan kekuatan diantara mereka, tapi tetap saja kalau harus saling melawan satu sama lain, akan seimbang. Rusta sekuat itu. Walau tubuhnya paling kecil diantara yang lain.
Portal itu terbuka di belakang tenda tempat kemah pasukan Ambertia. Semua tampak melakukan aktivitas masing-masing. Kebanyakan kelihatan terluka cukup parah dan sedang beristirahat.
"Sepertinya sihir sudah bisa digunakan lagi." Ren berjalan di samping Astevia.
Kenapa Brandon sampai di bawa ke Istana tentu ada alasannya, sihir yang tidak bisa digunakan. Tapi tampaknya sekarang semua mulai membaik lagi, beberapa penyihir tampak mengobati para prajurit yang terluka.
"Ayah," Itu Sylvester. Ada luka di lengan Putra ketiganya itu. "Kenapa Ayah kemari?"
Astevia menatap perban lengan Sylvester, kaki Sylvester agak pincang saat berjalan tadi. Sepertinya pasukan mereka cukup kewalahan.
"Istirahatlah." Astevia menepuk bahu Astevia.
Phil yang sedang membawa beberapa obat-obatan berhenti saat melihat Ayahnya. "Ayah disini.."
Astevia mengangguk. "Kau tampak kewalahan."
Phil menghela nafas. "Disini agak kacau."
Astevia mengangguk. "Istirahatlah, Phil."
Phil diam, dia menatap Ayah mereka yang berjalan masuk ke dalam tenda. Ah, Ayah mereka belum tau jika Anstia tiba-tiba menghilang. Phil tau, tapi ini belum waktunya.
"Jalvier."
Jalvier duduk di sebuah kursi dengan mata menatap fokus pada peta, Pangeran keempat dari enam bersaudara itu menoleh.
"Ayah?" Jalvier berdiri. "Kenapa Ayah disini? Ayah baik-baik saja?"
"Istirahatlah." Jalvier mengerutkan kening. "Dimana Anastia?"
Jalvier menghela nafas, menggeleng pelan. "Dia menghilang sejak beberapa hari yang lalu, para rohnya tidak ada yang tau. Bahkan mereka berubah bisu seperti tidak bisa berkomunikasi."
Astevia mengerutkan kening. "Menghilang?" Putrinya menghilang? Bagaimana bisa? "Kalian sudah mencarinya?"
Jalvier mengangguk. "Kami sudah mencari ke seluruh daerah sekitar sini, tapi tidak ditemukan. Kami berencana ingin menyerang ke daerah musuh. Disana satu-satunya tempat yang belum kami periksa."
Anstia bisa saja ada disana. Di tempat para penyihir terkutuk itu. Orang-orang itu sangat mengincar Anstia, jadi saat kesempatan seperti ini ada tentunya akan dimanfaatkan dengan sebaik mungkin.
"Kapan kalian akan menyerang?" Astevia meraih kursi dan duduk di sana, sedangkan Ren hanya berdiri dibelakang tuannya. Untuk sekarang dia harus tenang.
Jalvier menggeleng. "Pasukan kita banyak yang terluka parah. Untuk sekarang masih belum bisa dalam waktu dekat."
Sylvester mendapatkan luka cukup serius, jika kepalanya saja sudah terluka seperti itu, maka artinya semua sisanya sama. Kalau dikerahkan lagi dengan paksaan malah akan berakhir fatal. Sylvester kepala di tempat ini, jika Sylvester kenapa-kenapa artinya pasukan mereka juga.
"Baiklah. Untuk sekarang fokus pada penyembuhan." Astevia mengangguk, dia berdiri dan keluar dari tenda tempat Jalvier.
Bagaimana keadaan Anstia sekarang? Astevia tidak bisa tidak cemas. Tapi dia harus tetap tenang.
"Ayah tidak perlu sampai ikut kemari." Sylvester berjalan mendekat. "Kami akan menanganinya."
"Mintalah pertolongan saat memang perlu, jangan paksakan." Astevia menatap Sylvester yang tampak kaget. "Aku Ayahmu, aku tau."
Sylvester menghela nafas. "Aku tidak mau mengecewakan Ayah, apalagi Anstia sampai sekarang belum ditemukan."
"Pasti ada jalan." Astevia mengangguk. "Untuk sekarang, fokus pada penyembuhan. Setelah itu kita bicarakan bersama."
***
Dengan adanya Kaisar di medan perang dan penambahan pasukan baru dari Istana, para prajurit yang terluka di bawa ke Istana dengan bantuan Naga yang dalam wujud manusia tetap diam, begitu juga Rubah yang hanya diam seperti tidak memiliki jiwa disamping saudaranya, Ren.
Persediaan makanan mereka telah diperbarui, Kaisar menggantikan semua peran yang perlu digantikan. Terutama untuk pemimpin di tempat itu, Sylvester yang cukup terluka parah, Jalvier yang harus memikirkan banyak hal dan membantu Phil yang sangat sibuk dengan pengobatan dan sihir.
"Sudah lama kau tidak merasakan suasana ini, kan?" Ren duduk disamping Astevia yang menatap api unggun.
Para prajurit di izinkan untuk tidur seluruhnya, mereka semua beristirahat, Rusta dan Ran menjaga sekitar.
"Ya, sudah lama." Astevia lupa kapan terakhir kali dia berada di medan perang, semenjak ada Sylvester, Putranya itu yang selalu mengambil alih.
"Ayah tidak tidur." Sylvester mendekat, luka dan kaki Pangeran ketiga itu sudah membaik berkat sihir. "Ayah juga butuh istirahat." Sylvester duduk di samping sang Ayah.
"Dulu kau masih sangat kecil saat memegang pisau untuk kali pertama." Astevia menatap perban di kepala dan kaki Sylvester. "Kalian sudah berjuang lama sekali."
"Walaupun kami berjuang sama saja tidak ada artinya kalau Ayah tidak menerima kami." Masa lalu mereka tetap ada. Mungkin bukan sebuah kisah yang menyenangkan untuk diceritakan. "Lagipula kalau bukan karena Ayah, aku bahkan tidak tau rasanya memiliki orang tua." Sylvester tersenyum kecil.
Kalau bisa di bandingkan, hanya Phil yang benar-benar merasakan bagaimana memiliki seorang Ibu. Hilberth, Sylvester, Jalvier, Brandon dan Anstia, tidak benar-benar merasakan bagaimana memiliki seorang ibu.
Hilberth, Sylvester, Jalvier dan Brandon hadir di dunia hanya sebagai alat bagi Ibu mereka. Mereka hadir hanya agar Ibu mereka mendapatkan sedikit perhatian yang tidak akan pernah Kaisar berikan.
Tapi, mereka mendapatkan sedikit perhatian dari Ratu, Ibu Phil dan Anstia. Ratu Kanessa.
Ratu dengan rambut berwarna karamel, dengan mata hijau yang selalu tampak cerah, mata yang turun pada Phil, anak pertama mereka.
Pada dasarnya, Kanessa dan Astevia menikah dan akhirnya Kanessa diangkat menjadi Ratu. Tapi mereka tidak kunjung diberikan momongan, mungkin faktor umur mereka yang saat itu masih sama-sama muda.
Astevia lalu dipaksa memilih beberapa selir. Hilberth yang pertama lahir, setahun kemudian Ratu melahirkan dan hadirlah Phil.
Lahirnya Phil lebih disambut meriah sebab bagaimanapun Phil kedepannya akan menjadi calon Putra Mahkota dengan statusnya sebagai keturunan dari Ratu.
Tahun berikutnya, Sylvester lahir. Banyak yang menyambut kehadiran Sylvester walau tidak semeriah Phil. Itu karena Ibu Sylvester adalah anak dari seorang Duke yang cukup berpengaruh. Lahirnya Sylvester menjadi berita dibanyak tempat.
Beberapa tahun berikutnya Astevia kembali dipaksa untuk mengambil selir oleh para petinggi Istana. Dia merasa itu tidak perlu, tapi karena paksaan dan desakan akhirnya Astevia mengambil seorang wanita yang menjadi Ibu Jalvier.
Kehadiran Jalvier sempat digadang-gadang menjadi saingan kuat untuk menjadi Putra Mahkota karena keluarga Ibu Jalvier yang memiliki pengaruh di Istana.
Astevia rasa semua sudah cukup.
Tapi dia kembali dipaksa.
Akhirnya dia kembali mengambil seorang wanita untuk menjadi selirnya, itu adalah Ibu Brandon.
Kelahiran Brandon tidak terlalu disambut, karena pada dasarnya Astevia tidak lagi mau untuk menambah Pangeran atau Putri di Istana. Untuk apa juga?
Astevia tau jika anak-anak ini hanya dijadikan alat oleh keluarga mereka, oleh keluarga Ibu mereka.
. . .
Hola
Maaf lama updatenya
Kalau ada typo mohon di infokan soalnya belum di edit sama sekali
Di usahakan update setiap minggu, nggak janji tapi (♡˙︶˙♡)