My Husband CEO (PROSES REVISI)

zizianugrah tarafından

902K 26.7K 3.6K

FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA. DON'T COPY MY STORY ! 21+ ! Bijaklah dalam membaca! __________ Jose Ste... Daha Fazla

MHC - Cast
Prolog - First meet.
Part 1 - Cafe
Part 2 - Bertemu kembali
Part 3 - Kesal.
Part 4 - Victor pengganggu
Part 5 - Care
Part 6 - Penggoda
Part 7 - Penguntit
Part 8 - Terkilir
Part 9 - Khawatir
🌸 Pendalaman Tokoh 🌸
🌸 Pendalaman Tokoh 🌸
Part 10 - Bosan
Part 11 - Club
Part 12 - The same place
Part 13 - Dangerous
Part 14 - Murka
Part 15 - Dendam pada Beatrix
Part 16 - Reasons
Part 17 - Taman
Part 18 - Flashback
Part 19 - Ancaman
Part 20 - Kematian keluarga Beatrix
Part 21 - Cantik
Part 22 - Kampus
Part 23 - Mansion Brian
Announcement
Part 24 - Barbeque
Part 25 - Frozen
Part 26 - Emosi
Part 27 - Album masa lalu
Part 28- Mimpi buruk
Part 29 - Kiss
Part 30 - China
Part 31 - Dia adalah Tunanganku
Part 32 - Keraguan Kaylee
Part 33 - Memilih gadis masa lalu
Part 34 - Don't leave me
Part 35 - Dia siapa?
Part 36 - Laurianna
Part 37 - Emosi
Part 38 - Kebahagiaan
Part 39 - Shirtless
Part 40 - Kejujuran
Part 41 - Keberadaan El
Part 42 - Dalam Bahaya
Part 43 - Darah
Part 44 - Kembali
Part 45 - She is come back
Part 46 - Panda putih
Part 47 - Perginya Elena
Part 48 - I love u, Alee
Part 49 - Teka-teki
Part 50 - Masa Lalu
Part 51 - Kembali
Part 52 - Wake up
Part 53 - Jealous
Part 54 - Terbongkar
Part 55 - Returning heart
Part 56 - Secret mission
Part 57 - It all began
Part 58 - The dead (1)
Part 59 - The dead (2)
Part 60 - Pengebumian
Part 61 - Kematian sesungguhnya.
Bonus picture
Part 62 - Around me
Part 63 - Halaman baru
Part 64 - Kemurkaan Chelsea
Part 65 - Will you marry me?
Part 66 - Before marriage
Part 67 - Maried
Part 68 - First night
Part 69 - I'm yours.
Part 70 - Swiss
Part 71 - Curiga
Part 72 - Fell and disappeared
Part 74 - Little surprise
Part 75 - Kronologis
Part 76 - He lies
Part 77 - Pregnant?
Part 78 - She know
Part 79 - Finally, she really knows!
Part 80 - Silam
Part 81 - Heartbreak
Part 82 - let's play with him!
Eps 83 - finished problem!

Part 73 - Life or die?

1.7K 121 77
zizianugrah tarafından

Happy reading.

_____

Jose saat ini bersama dengan Kaylee ada di dalam sebuah kamar hotel yang satu gedung dengan pertemuannya bersama Yossepin dan kolega lainnya. Saat Kaylee jatuh pingsan, orang-orang Yossepin langsung datang memberikan kamar kosong untuk Jose dan Kaylee. Tak hanya itu, Yossepin juga memberikan dokter pribadinya untuk memeriksa kondisi Kaylee. Syukurnya, kondisi Kaylee baik-baik saja. Wanita itu hanya sedikit terpukul dengan berita yang disampaikan oleh Edward tadi.

"Terimakasih sudah memeriksa istri saya. Tolong, tinggalkan kami sendiri lebih dulu." Pinta Jose pada dokter pria itu.

"Baik Tuan, kami akan menunggu di luar. Panggil kami jika Tuan memerlukan sesuatu, ini adalah perintah dari Tuan Yossepin."

Jose mengangguk. "Sure. Aku memerlukan dia dalam sepuluh menit ke depan."

"Maaf, maksud Anda Tuan Yossepin?" tanya dokter itu. Yang umurnya lebih tua daripada Jose.

Jose mengangguk.

"Baiklah. Saya akan memanggil beliau kemari untuk Anda." Ucap pria itu. Kemudian meninggalkan Jose dan Kaylee. Sebelumnya, pria itu mengamati Jose dari ujung rambut hingga ujung kakinya. "Ghost! Pria macam apa dia bisa menundukkan seorang Yossepin? Hartanya? atau kepintarannya?" batinnya sembari menggelengkan kepalanya. Berdecak kagum tanpa di dengar sang empunya.

Jose memijat pelipisnya yang sedikit pening. Tatapannya tertuju pada istrinya yang tengah terlelap dengan tenang. Jose mendekat, ia mengusap pipi Kaylee. Menghapus sisa-sisa air mata di pipinya.

"Aku tidak tahu, jika semuanya bisa serumit ini untuk kau terima." Jose memandang Kaylee dengan tatapan sendu.

Sejak usianya masih belasan tahun, wanita itu selalu di kelilingi dengan hal-hal yang cukup menyakitkan. Mulai dari peristiwa tragis kedua orangtuanya di depan mata kepalanya sendiri, hampir menghilangkan nyawanya sendiri, di paksakan untuk mengurus perusahaan Beatrix, semuanya sendiri. Bahkan, seseorang yang selalu menjaganya selama ini tiba-tiba jauh dari hidupnya. Dalam sekejap mata hilang di dalam samudra tak terhitung luasnya. Bahkan, masih ada satu lagi kejujuran yang belum ia tahu. Ini cukup menyakitkan. Sangat.

Disaat sudah waktunya Kaylee mengetahui semuanya, namun kini harus tertunda karena kabar menyakitkan ini. Ia yang baru menemukan kebahagiaan hidupnya, kini telah di renggut kembali. Jose yang memikirkan semua penderitaan Kaylee, hatinya benar-benar sesak. Membayangkan saja begitu menyakitkan, tak tahu lagi Kaylee yang merasakan itu semuanya sendiri.

"Alee... satu hal yang harus kau tahu, aku akan selalu mencoba ada bersamamu apapun yang terjadi nanti. Tidak ada lagi penderitaan yang jauh lebih sakit yang akan kau rasakan setelah ini. Aku akan memastikan semuanya untukmu." Jose mencium jemari istrinya lembut. Ia tidak tahu lagi apa yang harus ia jelaskan saat Kaylee tersadar nanti.

Jose merogoh sakunya yang sejak tadi bergetar karena ponselnya, ia lalu mengeluarkan ponselnya. Disana tertera nama Victor tengah menghubungi nya.

"Ada ap--"

"Kau sudah tahu kabar tentang Brian?" napas Victor tersengal-sengal, memotong ucapan Jose begitu saja.

"Edward sudah menghubungi ku. Lakukan sesuatu untuknya. Apapun yang kau bisa. Aku akan segera kembali siang ini juga."

"Aku sudah mengirimkan tim sar untuk mencari keberadaannya. Ken juga melakukan hal yang sama. Hanya itu yang bisa kita lakukan saat ini."

Jose masih memegang jemari Kaylee dengan lembut. Berharap saat istrinya tersadar akan ada berita baik. Itulah harapan nya.

"Aku sudah meminta Edward untuk melakukan itu juga. Mereka sudah menyelam beberapa menit lalu."

"Aku tidak bisa tenang walaupun sudah mengirimkan tim sar dan penyelam sebanyak itu. Mungkin aku akan ikut menyelam bersama mereka. Jika tidak segera ditemukan, Brian bisa kehabisan oksigen di bawah sana. Dia bisa mati." Ucap Victor dengan suara yang serak.

Jose bangkit dari duduknya. Ia berjalan menuju sofa di sudut ruangan. Tak bisa di elak, hatinya benar-benar tidak tenang.

"Terserah kau saja. Asal lakukan semuanya dengan hati-hati, jangan membahayakan dirimu sendiri. Hubungiku kembali jika kau membawa kabar baik."

"Sure. Jaga Kaylee disana, katakan padanya jika kami akan berusaha mencari keberadaan Brian. Aku tutup dulu."

Jose mengaitkan kedua jemarinya, pandangannya tertuju pada lantai yang ia pijaki. Walaupun ada kasus kecelakaan pesawat yang penumpangnya masih selamat, namun tak bisa di elak jika itu peristiwa yang sangat jarang sekali terjadi. Alih-alih di selamatkan, menemukan satu diantara luasnya samudra bukan hal yang mudah. Bahkan, ketakutan yang ia pikirkan sejak tadi adalah; bagaimana jika semua berkeping sama halnya dengan pesawat itu?

Lamunannya buyar saat pintu di ketuk dari luar. Jose kemudian membuka pintu, disana ada Yossepin dan pengawalnya.

"Kita berbicara di luar." Jose menutup pintu kembali. Ia melirik dua orang perawat wanita yang sejak tadi berjaga. "Masuklah, temani istriku."

Mereka mengangguk patuh. "Baik, Tuan."

Yossepin berdiri di samping Jose, ia menepuk bahu Jose dua kali. "Saya turut bersedih atas kecelakaan yang dialami oleh Tuan, George. Semoga semuanya baik-baik saja, Tuan."

Jose mengangguk. "Aku memerlukan bantuanmu."

Ekspresi Yossepin tidak menunjukkan keberatan, justru sebaliknya. "Tentu. Katakan saja apa itu?"

"Aku akan kembali ke USA setelah ini, siang ini juga. Aku membutuhkan private jet milik Anda untuk kami kembali. Suasana di sana tidak cukup baik, butuh waktu sedikit lama jika meminta orang-orang ku untuk mengirimkan jet milikku dari sana. Bisa lakukan itu untukku?"

Yossepin langsung mengulas senyumnya. "Tentu, dengan senang hati, Tuan." Yossepin melirik arlojinya sejenak, "dua puluh lima menit lagi aku akan meminta orang-orang ku untuk membawa jet milikku mendarat di atas roof top. Apa itu terlalu cepat untuk Tuan dan Nyonya bersiap?"

Jose menggeleng. "Lebih cepat lebih baik."

"Baik, Tuan. Pengawal akan mengantarkan Anda ke atas jika sudah sampai. Jika membutuhkan sesuatu kembali segera hubungi saya."

"Terimakasih. Senang bekerjasama denganmu, Yossepin." Jose membalas perlakuan Yossepin dengan senyuman nya dan uluran tangannya yang di balas oleh Yossepin langsung.

Setelah bertemu dengan Yossepin, Jose langsung bergegas masuk ke dalam kamarnya kembali. Ia juga menghubungi pelayannya untuk membawakan seluruh barang-barang mereka sebelum mereka mengudara.

Jose tertawa kecil ketika melihat istrinya masih dalam keadaan terlelah. "Kau seperti putri tidur. Pingsan ataupun tidak, tidak ada bedanya."

Jose kemudian mencium pelipis Kaylee, untuk memastikan sesuatu. Senyumnya terbit kembali. "Rupanya kau lebih dari sang Aurora."

Bukankah sang Aurora yang terlelap baru akan tersadar jika sang pangeran menciumnya?

***

Setelah rasa kehilangan hinggap di keluarga kecilnya, kini hal itu terjadi kembali pada keluarganya. Puluhan tahun lalu, keluarga George di hadapkan pada kenyataannya yang begitu pilu, yaitu meninggalkannya putra kedua George. Saudara kembar Brian. Hal itu merupakan hal pilu yang memikul batin Chelsea dan Samuel, namun menyedihkannya, hal itu kembali datang. Berita jatuhnya pesawat yang di kendarai oleh Brian tlah sampai di telinga mereka. Samuel dan Chelsea. Mereka bagaikan batu karang yang di hantam oleh deburan ombak yang begitu kencang. Kondisinya benar-benar kacau.

"Bagaimana kondisinya? Apa jantungnya baik-baik saja?" tanya Samuel pada dokter pribadinya yang sejak tadi memeriksa Chelsea yang tiba-tiba pingsan kala mendengar berita itu. Samuel sendiri sejak tadi juga cemas, berjalan mondar-mandir menunggu Caroline Holman membuka suaranya perihal kesehatan Chelsea. Pikirannya juga tak kalah berjelajah sejak tadi.

Caroline menghembuskan napasnya. "Tekanan darahnya cukup tinggi, 190/8. Ini tidak terlalu baik untuk penderita penyakit jantung, Tuan. Mengapa tiba-tiba ini terjadi kembali setelah cukup lama Nyonya tidak mengalami serangan lagi?"

Samuel mengusap wajahnya. "Ada kabar buruk yang tidak sengaja ia dengar. Apa yang harus di lakukan setelah ini untuk memulihkan kondisinya?" Samuel khawatir dengan istrinya, namun ia juga memikirkan bagaimana putranya yang satu itu.

"Kami sudah memasangkan cairan infus untuk menurunkan tekanan darahnya. Kemungkinan juga Nyonya George akan tersadar dalam dua sampai tiga jam kedepan karena pengaruh obatnya. Tim dokter akan memantau dalam beberapa jam ke depan untuk memastikan bagaimana kondisi Nyonya, Tuan." Ucap Caroline. Disana memang tidak hanya ada dirinya, ada dua perawat wanita juga.

Samuel kemudian duduk di tepian ranjang, ia memegang jemari istrinya. Tak lama kemudian ia mengecup pelipis istrinya seraya berbisik, "aku berjanji, aku akan memastikan putra kita dalam kondisi baik-baik saja, sweetie. Dia akan kembali. I'm promise."

"Apapun dan bagaimanapun keadaannya nanti." Lanjut Samuel di dalam benaknya.

Caroline dan dua perawat itu hanya mampu mengulas senyumannya dalam hati. Mereka memang tidak asing lagi dengan hal itu. Sejak dulu, Samuel memang selalu seperti ini ketika Chelsea dalam kondisi tidak baik-baik saja.

Samuel lalu bangkit dari duduknya.

"Bawa saja ke ruang perawatan pribadi, periksa seluruh kondisinya. Aku tidak ingin ada yang terlewat sedikitpun." Titah Samuel dingin.

Di mansion George memang ada sebuah ruang perawatan khusus yang memang sengaja Samuel siapkan untuk Chelsea. Samuel juga menyiapkan kelengkapan pemeriksaan untuk kondisi Chelsea jika sewaktu-waktu seperti sekarang ini.

"Kami akan segera memindahkan, Tuan."

Samuel hanya diam. Namun tatapannya langsung tertuju pada Andreas, tangan kanannya.

"Siapa?" tanya Samuel saat dering ponsel Andreas berbunyi.

"Maaf, Tuan... Tuan Walter menghubungi saya. Beliau menghubungi Tuan berkali-kali namun tak mendapatkan jawaban."

"Berikan padaku."

Andreas mengangguk, kemudian mengikuti Samuel yang berjalan menuju balkon.

"Ada apa, Jose? Apa Kaylee disana baik-baik saja?"

Terdengar helaan napas dari sebrang sana.

"Tentu tidak, dia pingsan setelah mendengarkan kabar dari Edward. Namun dokter sudah memeriksanya, dia baik-baik saja. Aku sudah meminta Yoseppin menyiapkan private jet untuk kita kembali. Bagaimana keadaan mom Chelsea? Ia sudah tahu?"

"Ia sudah tahu, dan sekarang sedang dalam pemeriksaan juga karena riwayat sakitnya. Namun tidak apa, tidak perlu khawatirkan yang disini, nak. Daddy yang akan menyelesaikan sendiri. Kau dan Kaylee juga hati-hati. Hubungi kami jika kalian memerlukan sesuatu atau apapun. Mengerti?"

Seharusnya tidak seperti ini kejadiannya. Ia ingat betul, bagaimana senyum di bibir Brian terbit kala hari dimana adiknya akan segera pulang bertemu dengannya kembali. Dia bahkan yang menawarkan dirinya sendiri untuk menjemput mereka di Swiss. Sejak awal hingga kepulangan mereka Brian benar-benar menyiapkan semuanya dengan baik.

Namun pada kenyataannya, bukan kabar seperti ini yang semua orang harapkan. Seharusnya di hari yang akan datang semuanya mampu berkumpul bersama kembali. Dan hari ini, semua orang disibukkan untuk mencari keberadaannya di bawah palung lautan sana. Antah berantah tak tahu dimana.

"Sure. Aku menghubungi untuk memastikan semua keadaan disana bisa terkendali dengan baim. Aku juga ingin memberitahu jika orang-orang suruhanku, Victor, dan juga Ken sudah mengirimkan tim sar dan helikopter untuk mencari keberadaan Brian. Daddy pikirkan saja mom Chelsea. Brian sudah banyak yang mencari. Dan semoga, ia bisa kembali dalam kondisi yang baik-baik saja."

Dingin namun penuh dengan kehangatan. Itulah kalimat yang dulu pernah Kaylee berikan untuk menceritakan bagaimana sosok Jose pada Samuel. Dan sekarang Samuel tahu apa arti di balik kalimat itu. Perlakuannya, sikapnya, dan semua tentangnya adalah kehangatan. Pria itu bahkan menghubungi Samuel sendiri walaupun Edward sudah menyampaikan pada Samuel melalui Andreas. Hanya satu, ia ingin memastikan jika semuanya akan baik-baik saja.

"Kau ayahnya, yang lebih tahu bagaimana dia. Bukankah kau juga harus meyakinkan dirimu tentang hal ini?"

Senyum di bibir Samuel terbit. Walaupun kecil.

"Ya... tentu, nak. Dia akan baik-baik saja."

"Baiklah. Kita akan segera bertemu dalam beberapa jam ke depan. Kami akan mendarat di landasan pribadimu. Siapkan orangmu untuk berjaga disana." Ucap Jose sebelum mengakhiri panggilannya.

"Mereka akan menjemput kalian di landasan."

Sebenarnya, Samuel ingin sekali pergi untuk memastikan semuanya sendiri. Niatnya ia urungkan kala melihat Chelsea yang belum sadarkan diri. Bagaimana dengan istrinya? Dan siapa yang mampu menenangkan istrinya jika bukan ia?

"Kau sudah melakukan yang ku perintahkan?" tanya Samuel pada Andreas.

"Lima kapal, tim sar, dan helikopter sudah mulai mencari sejak tadi. Tuan hanya perlu menunggu kabar setelah ini saja."

"Imbalan untuk mereka?"

Andreas mengangguk. "Kami sudah mengatakan pada media perihal itu juga, dan tanggapan mereka baik, Tuan."

Samuel menghela napasnya. Kedua jemarinya berpegang erat pada pembatas balkon, matanya terpejam rapat untuk beberapa saat. Setidaknya, hanya itulah yang bisa ia lakukan saat ini. Dadanya bergemuruh hebat. Berharap sang putranya baik-baik saja di lautan luas itu. Walaupun harapannya kecil, namun ia sama sekali tak ingin mematahkan harapan itu. Ia bahkan mengumumkan pada media, jika yang mampu menemukan putranya akan ia berikan imbalan sebesar $ 500.

***

Hari ini, seperti sebuah mimpi buruk untuk semua orang. Perusahaan George, Walter, dan Beatrix yang saling berkaitan pun para pekerjanya sejak menerima kabar berita itu masih menganggap semuanya seperti gurauan saja. Beberapa jam lalu Brian masih menyapa dan membalas senyuman para pekerjanya, namun dalam hitungan jam pula, pria itu sudah di kabarkan dengan berita yang tak mengenakan. Mereka bersedih, bahkan yang mereka pikirkan saat ini adalah Brian, bukan lagi tentang pekerjaan mereka masing-masing. Semua tahu, di balik sikap Brian yang dingin, Brian tetaplah seorang pemimpin yang baik untuk semua pekerjanya. Wajar saja jika mereka merasa bersedih dengan kabar ini.

Tak hanya itu pula, kini para reporter penuh membanjiri perusahaan George. Mencoba mencari kabar terbaru mengenai Brian. Melalui merekalah semua orang bisa tahu bagaimana semuanya terjadi.

"Nona, apa yang perlu kita katakan pada mereka? Kita perlu diskusi sebelum menemui mereka, karena mereka ingin mendapatkan jawaban dari pihak perusahaan untuk mengetahui semuanya agar tidak terjadi simpang siur beritanya." tanya sekretaris pribadi Brian, Michelle Teron.

Quenna, gadis bernetra hijau itu sejak tadi nampak gelisah. Bahkan, kedua matanya tampak sembab. Tak jarang ia melamun sembari menatap ponselnya. Berharap seseorang yang ia harapkan menghubungi dirinya. Walaupun itu tidak mungkin.

Quenna memijat pelipisnya dengan jemarinya, sesekali memejamkan matanya erat.

"Aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan saat ini. Tidak ada sepatah katapun yang bisa ku jawab melalui pertanyaan mereka, karena semuanya terjadi begitu cepat."

Tidak lama setelah mengatakan itu, terdengar suara heels yang memantul. Clay Madison datang dan langsung duduk di samping Quenna.

"Cheli, aku sudah menangani mereka. Mungkin ada beberapa dari mereka yang memilih untuk tetap menunggu di depan untuk perkembangan kabar ini. Kita tidak bisa melarang mereka. Namun aku sudah mengatakan pada mereka, tidak ada pemberitaan kotor atau di buat-buat untuk memanfaatkan kecelakaan ini. Mereka hanya di perbolehkan mengeluarkan berita yang sesuai semestinya. Perusahaan mereka akan mendapatkan pinalti jika melanggar. Kau bisa urus sisanya. Temui pekerja lainnya, dan perintahkan mereka untuk melanjutkan pekerjaannya. Tidak usah panik semuanya, karena kami sudah mencoba melakukan yang terbaik untuk Brian. Jika mereka ikut lalai, pekerjaan yang menumpuk bisa ikut kacau. Mereka tetap bekerja namun akan kembali lebih awal. Bisa lakukan itu sekarang?" perintah Clay.

Mungkin, Clay sudah lebih lama berpengalaman bekerja bersama Kaylee, termasuk dalam mengurus para reporter itu. Berbanding balik dengan Quenna yang baru beberapa minggu ini bekerja untuk perusahaan Kaylee. Namun karena Quenna dekat dengan keluarga George dan teman-teman Brian lainnya, untuk itu Michelle bertanya pada Quenna.

"Baik, Nona. Saya selesaikan semuanya sekarang." Ucap Michelle sembari meninggalkan Clay dan Quenna.

Clay mengelus pundak Quenna pelan. Kemudian sang empunya menatap Clay. "Matamu sembab. Kau menangis sejak tadi? Sampai-sampai tidak tahu apa yang harus kau lakukan." Tanya Clay dengan sedikit mengulas senyumnya.

Quenna menghela napasnya. "Entahlah. Aku adalah orang baru untuk Brian dan kalian semuanya, namun rasanya menyakitkan ketika mendengar kabar ini. Apa aku terlalu berlebihan sampai kacau seperti ini?" tatapan mata Quenna sendu.

Clay menggeleng. Ia masih memegang pundak Quenna. "Tidak. Tidak sama sekali. Semua orang juga merasakan kehilangan yang sama seperti mu."

Quenna lalu menatap manik mata Clay, sampai-sampai ia menyipitkan kedua matanya. "Kau tidak menangis? Kau tidak khawatir dengannya?"

"Mana mungkin aku tidak mengkhawatirkannya? Jawabannya sudah jelas, iya. Sejak aku mengenal Kaylee pertama kali, di situlah aku juga mengenal Brian. Bisa dibilang, ia juga sudah seperti kakak untukku. Tapi jika aku terus menangis, siapa yang membantu menyelesaikan hal-hal kecil seperti tadi? Mungkin hanya ini yang bisa ku lakukan, biarkan yang lain berusaha mencari Brian. Kami disini, bantu mereka dengan doa. Itulah usaha maksimal kita." Terakhir, Clay tersenyum manis.

"Kau wanita, mengapa kau bisa sekuat ini?"

Clay langsung mengalihkan pandangannya. "Semua yang kutemui memaksakan aku untuk menjadi gadis yang tidak lemah. Sama seperti sekarang."

Quenna langsung terdiam. Ada perasaan kagum pada gadis yang duduk di sampingnya. Namun juga ada sesuatu yang seolah mengganjal dari ucapan gadis itu. Namun apa?

"Kau sendiri, kau mengkhawatirkannya seperti ini karena suka, 'bukan?" goda Clay.

Quenna langsung menggeleng cepat. "Clay! Jangan mengarang! Aku tidak menyukainya!"

"Benarkah? Tapi sayangnya, kau tidak bisa meyakinkan ku. Jadi aku tetap memikirkan bahwa kau suka." Kekeh Clay.

"Kalau pun aku suka, apa masih ada kesempatan untukku jika kondisinya seperti ini? Ia dimana? Kita saja tidak tahu bagaimana keadaannya disana. A-aku takut, pencarian memutuskan jika Brian dalam kondisi yang tidak ba--"

Clay langsung memotong ucapan Quenna. "Stt! Dia bukan pria yang selemah itu. Walaupun sangat kecil kemungkinan dia baik-baik saja, namun kita berhak memiliki harapan bukan?"

"Ya, aku tahu. Tapi bagaimana jika harapan itu pada akhirnya menyakiti kita? Ini kemungkinannya sangat kecil, Maddi. Bahkan bukan tidak mungkin lagi jet itu sudah hancur berkeping-keping di dalam sana. Kau tidak bisa mengelak itu. Banyaknya penyelam yang ada untuk mencari Brian pun tidak akan bisa menguasai luasnya lautan itu." Quenna mengeluarkan air matanya kembali saat mengatakan itu.

Quenna memang gadis yang cenderung sedikit gegabah. Ia tidak bisa berpikir jernih dalam keadaan seperti ini. Namun jika berpikir realistis, memang kecil kemungkinan jika Brian selamat. Ia hanya mencoba mengeluarkan semua kekhawatirannya berdasarkan apa yang sering ia temui.

"Tapi bagaimana jika berbicara tentang keajaiban?" tanya Clay.

"Apa yang membuatmu yakin?" Quenna menatap Clay memastikan. Seolah, ia terus bertanya kemungkinan-kemungkin kecil untuk meyakinkan hatinya saat ini. Ia takut, namun ia juga berpikir realistis untuk saat ini.

Clay menghembuskan napasnya. Ia berjalan mendekat meja Brian, memegang sebuah figura kecil di mejanya yang terdapat foto Kaylee bersama dengan keluarga besarnya. Ia mengulas senyum kecil, sebenarnya ia juga sedikit ragu. "Yang kita miliki saat ini hanyalah harapan. Dan berharap itu semua berubah menjadi keajaiban untuk kita semuanya. Walaupun tak banyak, setidaknya mampu menenangkan untuk beberapa saat hingga mereka mampu memastikan bagaimana hasil pencariannya. Mungkin harapan itu berharga untuk kami, terutama aunty George dan Kaylee. Biarkan harapan kami yang membawanya baik-baik saja hingga kembali pada kami. Apapun dan bagaimanapun keadaannya." Clay meletakkan figura itu kembali. Mengingat Kaylee, membuatnya ia semakin khawatir.

"Aku mohon George, bertahanlah sebentar. Semuanya mengkhawatirkan mu." Batin Clay.

Quenna dibuat membisu dengan ucapan Clay. Memang sudut pandangnya tak salah jika ia berpikir realistisnya, hanya saja itu terlalu mematahkan harapan yang sebenarnya sudah sangat kecil. Walaupun tak sepenuhnya seperti itu, Quenna memang sengaja mengeluarkan semuanya yang mengganjal, ia hanya berharap yang ia keluarkan mendapatkan jawaban yang tepat untuk menenangkan hatinya.

"Lima jam lagi mungkin Kaylee dan Jose akan mendarat di mansion keluarga George, aku akan pergi menyusulnya disana untuk memastikan kondisinya dan aunty juga. Kau mau ikut denganku?" tanya Clay yang tiba-tiba sudah duduk di samping Quenna lagi.

Quenna dengan spontan mengangguk. "Aku tadi menghubungi uncle George, katanya aunty pingsan setelah mendapat kabar ini."

"Kami yang hanya teman dekat Brian bisa merasakan kehilangan yang teramat, apalagi aunty yang melahirkan Brian. Aku tidak bisa membayangkan sesulit apa posisi mereka saat ini. Jauh lebih hancur daripada kita."

"Apalagi... mereka sudah pernah kehilangan saudara kembar Brian." Lanjut Clay dalam hati. Kemudian memejamkan matanya rapat-rapat dan memeluk tubuhnya dengan kedua jemarinya.

Rasanya begitu sakit mendengar tuturan dari Clay. Jadi ini, mengapa Clay sejak tadi berbicara soal harapan? Harapan itu berharga untuk yang menunggu kabar baik. Dan itulah juga alasannya mengapa Clay tidak ingin mematahkan harapan itu walaupun hanya kecil kemungkinannya terjadi.

***

"Tuan, private jet sudah mendarat di lantai atas. Semua barang-barang Tuan dan Nyonya juga sudah masuk ke dalamnya. Kami hanya perlu menunggu Tuan dan Nyonya ke atas." Gumam pengawal pribadi Jose dengan sopan.

"Tunggu disini, aku akan membawa Alee ke atap."

"Baik, Tuan."

Jose masuk ke dalam kamarnya lagi, kemudian ia menggendong tubuh Kaylee dengan bridal style. Membawanya keluar kamar dan memasuki elevator yang dibukakan oleh pengawal Jose. Kaylee sendiri masih memejamkan matanya dengan tenang, seolah tak terusik sama sekali.

Sesampainya di atap gedung, dari pintu keluar hingga menuju pintu masuk private jet sudah ada red carpet yang menyambutnya. Ada juga beberapa pengawal yang menunduk hormat saat Jose melewati red carpet. Rupanya, Yossepin benar-benar membalas budi dengan baik.

Jose hanya diam saja. Ia terus melanjutkan langkah kakinya. Belum sampai di pintu masuk jet, tiba-tiba Kaylee bangun.

"Kita dimana?" tanya Kaylee sembari melihat ke kanan kirinya. Menyipitkan kedua matanya karena teriknya matahari. Hingga tatapannya terhenti pada private jet di depannya.

Jose mengulas senyumnya langsung. "Bukankah kau mau kita pulang? Kita pulang sekarang juga."

Kaylee langsung tersenyum, ia semakin mengeratkan kedua jemarinya pada leher Jose. "Kita di jemput Brian, bukan?" tanya Kaylee dengan manik mata yang sedikit sendu.

Deg!

Seketika senyum di bibir Jose langsung pudar.

"Apa ia tak ingat kejadian sebelumnya?"

Kaylee langsung diam. Ia kemudian memejamkan kedua matanya rapat-rapat dan menyandarkan kembali kepalanya di dada bidang Jose. Berharap semuanya baik-baik saja.

Jose hanya tersenyum kecil. Tak membalas ucapan Kaylee.

"Selamat siang, Mr. and Mrs. Walter. Saya Erina, senang bisa menemani perjalanan An--"

"Tunjukkan kamarnya untuk kami." Potong Jose dengan dingin. Selalu sama. Tak menggubris siapa lawan bicaranya, terutama jika itu seorang wanita.

Pramugari itu langsung diam dan terlihat kikuk. "Baik, Tuan. Ikuti saya."

Sesampainya di dalam kamar tidur, Jose menidurkan Kaylee di atas ranjang. Ia menatap Kaylee lembut sembari mengusap pipi wanitanya. Sangat jelas jika manik mata Kaylee berkaca-kaca, namun wanita itu sedikit memalingkan tatapannya. "Alee, aku akan mengambilkan kau makan. Kau belum makan sej--"

Kaylee langsung memegang jemari Jose dan memotongnya. "Nanti saja, ya? aku belum lapar. Boleh aku meminjam ponsel mu?"

Jose tahu betul, mengapa istrinya meminjam ponselnya. Ntah apa yang akan Kaylee temukan disana, yang jelas ia hanya berharap semuanya akan baik-baik saja. Tak ada pilihan, Jose mengeluarkan ponselnya dari saku jasnya. "Sebentar lagi kita akan mengudara. Tunggu disini sebentar, aku ingin berbicara dengan Yossepin. Tidak lama."

Kaylee hanya mengangguk saja. Dan Jose keluar dari kamarnya.

Begitu Kaylee membuka ponsel Jose, sudah banyak sekali email yang masuk, dan ada beberapa panggilan tak terjawab. Yang membuat Kaylee langsung terdiam adalah ketika ada beberapa notifikasi masuk mengenai sebuah artikel tentang Brian. Dan disana tertulis, Brian Smith George, pemilik George Company mengalami kecelakaan bersama private jet nya dan terjatuh di kedalaman laut saat menuju ke Swiss.

Deg!

Dada Kaylee langsung sesak. Ia menutup mulutnya rapat-rapat menggunakan jemarinya. Bahunya langsung bergetar hebat dan tangisnya tak terbendung lagi.

"J-jadi benar?"

Awalnya, saat Jose membawa Kaylee ke dalam private jet ia langsung teringat apa yang terjadi sebelumnya. Namun Kaylee mengelak semuanya. Ia berusaha mencari keberadaan Brian namun tak ada di sekelilingnya. Ia mencoba berpikir baik-baik, memastikan semuanya sendiri. Namun ketika ia memastikan semuanya yang ia temukan justru kebenaran yang menyakitkan.

Kaylee mengambil ponsel Jose kembali, ia mencari kontak Brian dan mencoba menghubungi berkali-kali. Berharap sang empunya menjawab panggilannya dan mengatakan jika pria itu baik-baik saja.

"Jawab Brian, jawab!" gumam Kaylee sendiri masih dengan air mata yang keluar sejak tadi. Hatinya semakin bergerumuh hebat. Pikirannya semakin kacau saat panggilan itu tak mendapatkan jawaban.

Kaylee semakin panik, kemudian ia menghubungi seseorang.

"Queen, dimana Brian?" tanya Kaylee tanpa berbasa-basi.

Sedangkan tanpa Kaylee tahu, Quenna juga bingung harus menjawab apa. "Lili... k-kau belum tahu?"

"Brian dimana, Quenna?! Jawab pertanyaan ku! Kau bersama dengannya, 'bukan?" suara itu meninggi.

"Lili, Brian is not here. D-dia mengalami kecelakaan saat menuj--"

Kaylee tersenyum parau. "Huh... are you kidding me? Kau percaya dengan berita omong kosong itu?"

Terdengar isakan tangis Quenna. "Tidak ada yang bercanda dengan ini semuanya, Lili. Private jet yang dibawa oleh Brian hilang dari radar setelah tiga puluh menit mengudara, dan mereka menetapkan jet itu jatuh pada kedalaman laut. Jose, Victor, Ken, dan uncle George sudah mengirim tim sar sebanyak-banyaknya. Semua yang ada disini, termasuk Jose selalu mengupayakan yang terbaik untuk Brian."

Kaylee langsung meletakkan ponsel Jose di atas ranjangnya. Bahunya semakin bergetar hebat. "Tidak mungkin." Ucap Kaylee menggelengkan kepalanya.

"Tidak mungkin yang kecelakaan itu Brian!" gumam Kaylee dengan begitu histeris.

Jose langsung datang dan mendekap tubuh istrinya dengan begitu erat. Tak bisa di elak, hatinya juga ikut sesak melihat istrinya seperti sekarang ini. Dan lagi, Brian adalah sahabat nya sejak lama. Tak mudah.

"Aku tidak akan melarangmu untuk menangis. Menangislah. Aku tahu ini sangat berat untukmu. Aku mengerti."

"Osee, ini mimpi bukan? Brian ada bersama kita, bukan?"

Jose diam.

"Katakan padaku ini hanya mimpi!" teriak Kaylee. Bahkan Kaylee sudah menguncang tubuh Jose untuk mendapatkan jawaban itu.

"Alee..."

Kaylee menggeleng melihat tatapan Jose. Kaylee memegang kedua pipi Jose dengan lembut. Air matanya terurai deras. "Tolong... katakan padaku jika ini mimpi. Sadarkan aku jika ini adalah mimpi buruk. Brian baik-baik saja, Brian menepati janjinya untuk menjemput kita dalam keadaan baik-baik saja. Sekarang kita sedang bermimpi, bukan? Jika aku terbangun nanti, semuanya akan baik-baik kembali."

Jose langsung memeluk Kaylee. "Kau benar-benar membuatku bungkam, Alee." Tanpa Kaylee tahu, manik mata Jose juga berkaca karena ucapan pedih darinya.

Kaylee berontak keluar dari pelukan Jose, namun Jose menahannya. "Bukan itu jawaban yang kumau! Katakan, ya atau tidak?! Bisa, 'kan?"

"Ya. Brian kecelakaan menggunakan private jet miliknya. Kau tidak sedang bermimpi."

Tubuh Kaylee langsung lemas. Tangisnya semakin pecah. Ia mendongak menatap suaminya dengan suara parau. "Kenapa kau tidak melarang dia untuk menjemput kita?"

"Aku sudah mengatakan, tapi dia tidak bisa dicegah. Ini diluar kendali, Alee." Ucap Jose sambil memeluk dan mengusap rambut istrinya.

"Ia kemari karena ingin bertemu denganku, 'bukan?"

Jose diam. Memang benar, tujuan pertama Brian menuju Swiss untuk bertemu dengan Kaylee. Adiknya. Ntah apa yang pria itu pikiran, ia begitu mencintai sosok Kaylee. Dan sekarang yang terjadi adalah Kaylee seolah menyalahkan dirinya sendiri.

Kaylee tertawa kecut. "Jadi Brian seperti ini juga karena ku?"

Jose menggeleng kuat. "Alee, jangan salahkan dirimu. Apa kau tahu akan terjadi hal seperti ini? Aku yakin, jika kau tahu kau akan menghentikan semuanya."

Kaylee melepaskan pelukan Jose, ia menatap lurus awan-awan melalui celah jendela. Matanya sudah sangat sembab dan hidung merah merona. "Ini adalah kali kedua mommy and daddy kehilangan putra-putranya. Di saat saudara kembar Brian tiada pada usianya yang cukup kecil, sangat meninggalkan sakit yang teramat untuk mereka. Dan sekarang adalah Brian. Pelipur mereka. Hati yang sudah hancur saat ini jauh menjadi berkeping. Kita tidak tahu bagaimana Brian disana, namun hari ini, kabar ini, berhasil membuat semuanya kacau dan sakit."

"Itu tidak benar, Alee. Mereka tidak pernah kehilangan siapapun. Saudara kembar Brian ataupun Brian sekalipun. Brian akan baik-baik saja. Sama seperti kali pertama kau menemuinya."

***

A few moment later...

Private jet yang membawa Jose dan Kaylee sudah mendarat di landasan pribadi keluarga George sejak lima menit yang lalu. Orang-orang yang diperintahkan oleh Samuel menyambut dan membantu mereka dengan baik. Hingga mengantarkan mereka sampai depan pintu.

Jose berjalan di samping istrinya sembari memegang pundak istrinya. Wajah Kaylee sudah nampak lesu dengan kedua mata yang sembab sejak tadi. Jose berniat untuk menggendongnya namun Kaylee menolak.

Begitu pintu utama terbuka, Samuel sudah berdiri dengan tegap dengan mengulurkan kedua tangannya pada Kaylee. Tangis Kaylee langsung pecah saat tubuhnya berada di pelukan Samuel.

"Daddy... maafkan aku." Bisik Kaylee dengan sesenggukan.

Samuel mengelus rambut Kaylee. "Kaylee tidak salah, tidak perlu meminta maaf pada daddy ataupun mommy."

Kaylee menumpahkan semua air matanya dalam pelukan Samuel. Tidak tahu mengapa, rasanya pelukan Samuel adalah pelipur untuknya. Semenjak Luxero tiada, hingga saat ini.

Sama halnya dengan Samuel, ia sangat bersyukur adanya Kaylee di tengah-tengah keluarganya. Jika Samuel adalah pelipur untuk Kaylee, maka Kaylee juga pelipur untuk Samuel, Chelsea, dan juga Brian.

Samuel menatap Kaylee lekat-lekat, tanpa ada sepatah katapun yang keluar. Namun ada batinan yang Samuel ucapan. "Kembalilah, nak. Kembali untuk kami. Adikmu disini. Mengkhawatirkan mu." Manik mata Samuel langsung memerah.

"Dimana mommy? Aku ingin bertemu."

Samuel langsung membuyarkan tatapan nya. "Kau tidak mau istirahat dulu? Kalian tidak lelah?"

Kaylee menatap suaminya. "Boleh aku bertemu mommy dulu?" walaupun dalam keadaan seperti ini, Kaylee ingin menghormati suaminya, karena ia tahu, sejak siang hingga malam Jose tak dapat beristirahat sama sekali. Bahkan melupakan makan malamnya hanya untuk menjaganya.

Jose tersenyum dan mengelus puncak rambut Kaylee. Ia mengangguk. "Tidak apa, aku akan menunggumu. Jika sudah, kau harus makan dan beristirahat sebentar. Kesehatan mu bisa menurun jika mengelak. Mengerti, Alee?"

Kaylee mengangguk.

"Daddy antarkan."

"Daddy disini saja bersama Osee. Ada maid yang mengantarkan aku."

Samuel mengangguk. Ia bersama dengan Jose di ruang tengah. Sedangkan Kaylee sudah pergi ke kamar Chelsea diantarkan oleh maid. Sesampainya di depan kamar Chelsea, ada beberapa perawat dan dokter yang berjaga disana. Mereka tersenyum dan menyapa Kaylee dengan sopan.

"Caroline, bagaimana keadaan mommy? Kenapa tidak dibawa ke ruang perawatan pribadi saja?"

"Tadi sudah sempat kami bawa ke ruang perawatan untuk menjalani pemeriksaan keseluruhan, Nyonya. Namun beberapa jam kemudian Nyonya George meminta kembali ke kamarnya. Kondisi jantungnya baik, hanya tekanan darahnya yang sedikit tinggi. Satu jam lagi waktunya beliau minum obat, dan kami akan memeriksa kembali kondisinya."

Kaylee mengangguk mengerti. "Terimakasih, Caroline. Masih satu jam lagi, istirahatlah bersama yang lain di kamar yang sudah di siapkan. Mom ada aku, jika membutuhkan sesuatu aku akan menghubungi mu." Pada dasarnya Kaylee memiliki empati yang besar. Ia tahu, sejak kapan Caroline berada disini tanpa pergi untuk menjaga Chelsea. Walaupun Samuel memberikan upah yang besar untuk menjadi dokter pribadi Chelsea, namun Caroline tetaplah manusia. Sama-sama bisa lelah. Dan itu yang membuat Caroline dibuat kagum oleh wanita di depannya sekarang.

"Baik, Nyonya."

Kaylee membuka pintu kamar Chelsea perlahan agar tak menimbulkan suara. Terlihat Chelsea tengah duduk di tepian ranjang, kepalanya bersandar di ranjang membelakangi Kaylee. Chelsea melamun sembari memeluk sebuah figura yang Kaylee yakini ada foto Brian disana.

"Mommy, boleh aku masuk?" tanya Kaylee dengan suara lirih.

Chelsea langsung mengulas senyumnya kala mendengar suara yang tak asing di telinganya. Ia menghapus air matanya kemudian memutar tubuhnya menatap Kaylee.

"Masuklah, sayang."

Kaylee duduk di hadapan Chelsea, ia menggenggam jemari Chelsea erat-erat.

"Nak... Brian." Tangis Chelsea.

"Aku tahu." Kaylee langsung memeluk Chelsea. "Mungkin tidak seharusnya aku mengatakan ini, ikhlaskan semua yang terjadi hari ini, mommy. Kita tidak bisa mencegah, bahkan akupun sendiri. Walaupun berat, tapi mereka yang mencari Brian juga berusaha yang terbaik agar Brian segera di temukan." Sejujurnya, untuk mengatakan itu juga berat untuk Kaylee sendiri. Hanya saja dia tidak bisa terlihat rapuh di depan Chelsea. Melihat kondisinya yang seperti sekarang, kekuatannya yang ia butuhkan saat ini.

"Berkali-kali mom bertanya kepada semua orang yang ada disini, untuk memastikan jika ini semuanya adalah mimpi buruk. Namun, tidak ada satupun jawaban dari mereka yang mampu membangunkan mom dari mimpi buruk ini. Jawaban mereka hanya satu, dan sama," Chelsea berhenti sejenak, menatap lurus manik mata Kaylee. Ada harapan besar disana. "nak, Brian akan baik-baik saja, 'bukan? Ia akan kembali bersama dengan mommy dan kami semua, 'bukan?"

Kaylee langsung mengangguk cepat. "Brian akan baik-baik saja. Walaupun hal ini terjadi sekalipun tidak membuat dia berpisah dari kami semuanya."

Chelsea tersenyum kecil. Sungguh. Senyum itu justru menyakitkan untuk Kaylee.

"Nak, mau dengar cerita dari Brian untukmu?"

Di tempat yang lain, mulanya Jose sedang bersama dengan Samuel, namun tiba-tiba Victor datang. Tak lama disusul dengan Quenna dan juga Clay.

"V, bagaimana pencarian kalian semuanya? Kalian menemukan petunjuk keberadaan Brian?" sahut Samuel pertama Victor datang.

Victor menggeleng pelan. "Belum ada sama sekali. Kami baru menemukan jasad co-pilot dan puing-puing lainnya. Meskipun seperti itu, mereka tidak akan berhenti dan akan terus mencari sampai Brian ditemukan."

Pundak Samuel langsung luruh. Apa yang harus ia katakan pada Chelsea? Bagaimana keadaan Brian? Apa putranya akan selamat? Pertanyaan itu sejak tadi berputar di kepalanya.

"Kalian belum menemukan black box nya? Siapa tahu terekam percakapan mereka untuk mengetahui sebelum jet itu terjatuh dan bagaimana Brian saat jetnya hampir terjatuh."

"Belum ada, Jose. Walaupun tim sar dan yang lainnya sudah turun tangan begitu banyak, tapi untuk memastikan dimana letaknya secara pasti tidak mudah. Jet itu hancur dan menyisakan puing-puingnya." Sahut Ken.

Victor menatap Ken tajam. Dan seolah tatapan itu berbicara. "Bodoh! Mengapa kau mengatakan itu di depan daddy Samuel, Jordan?!"

Ken langsung angkat bicara. "Maafkan aku, aku hanya berbicara kenyataannya saja."

"Tidak apa. Uncle mengerti."

"Apa tidak ada saksi yang melihat disana?"

"Aku hampir lupa mengatakan itu." Ucap Victor.

"Seharusnya hari ini ada jadwal kapal yang berlayar, sayangnya harus di tunda karena beberapa hal. Namun, ada seorang nelayan yang mengatakan jika ada sebuah kapal milik perorangan yang berlayar disana siang tadi. Tepatnya, satu jam sebelum jet milik Brian terjatuh. Aku sudah meminta orang-orang ku untuk mencari keberadaan kapal itu, namun belum mendapatkan jawaban dari mereka. Siapa tahu mereka ada dan menyaksikan jet itu sebelum terjatuh. Bagaimanapun juga kita sedikit memerlukan informasi dari mereka. Tahu ataupun tidak, yang terpenting mencari dulu."

Jose mengaitkan kedua jemarinya seraya berpikir sesuatu. "Aku ingat satu hal, dulu Brian pernah mengatakan padaku tentang penyelamatan diri jika suatu saat ia berada dalam kondisi seperti ini. Dan diantara kami, dia yang paling bisa diandalkan jika dalam urusan penerbangan. Aku yakin, dia tidak akan diam saja saat mengetahui jet miliknya akan terjatuh." Jose kemudian menatap satu persatu orang yang ada disana.

"Atau mungkin, ia bisa melakukan sesuatu diluar kendali dan pikiran kita."

"Lantas, apa itu artinya Brian bisa selamat dari kecelakaan ini?" pertanyaan itu keluar dari bibir Quenna.

###
To be continue.

Holaa! MHC UPDATE LAGI!
Siapaa yang kangen sama MHC?!?!

Ada yg kesel ga sama alur ceritanya? 😌 tenang-tenang, jangan kesel dulu. baca part selanjutnya setelah ini ya.

Zi langsung publish lagi kalo udah tembus 50 comment sama 100 likes. Janji.. partnya udah selesai.

Happy reading!

Jangan lupa tap bintang nya di pojok bawah paling kiri ya, maaci.

NEXT?? SPAM COMMENT NEXT DISINI.

_______

big loves!

zizianugrah
Rabu, 7 Juli 2021

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

1.1M 109K 27
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...
3.7M 40.3K 32
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
3.1M 153K 62
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
1.5M 137K 48
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...