HELLO DONA (Tamat)

By ida_ayu93

56K 5K 308

"Kamu tau, situasi apa yang paling sakit?" Mengelus dagu, menggeleng pelan. "Gak tau." "Mau tau?" Berpikir se... More

aldorado 1
Aldorado 2
Aldorado 3
Aldorado 4
Aldorado 5
Aldorado 6
poto profil para pemain.
Aldorado 7
Aldorado 8
Aldorado 9
Aldorado 10
Aldorado Extra part
Aldorado 11
Aldorado 12
Aldorado 13
Aldorado 14
Aldorado 15
Aldorado 16
Aldorado 17
Aldorado 18
Aldorado 19
Aldorado 20
Aldorado 21
Aldorado 22
Aldorado 23
Aldorado 24
Aldorado 25
Aldorado 26
Aldorado 27
Aldorado 28
Aldorado 29
Aldorado 30
Aldorado 31
Aldorado 32
Aldorado 33
Aldorado 34
Aldorado 35
Aldorado 36
Aldorado 38
Aldorado 39
Aldorado 40
Aldorado 41
Aldorado 42
Aldorado 43
Aldorado 44
Aldorado 45
Aldorado 46
Aldorado 47
Aldorado 48
Aldorado extra part
guys!

Aldorado 37

423 41 4
By ida_ayu93

Kunjungan🍃

Happy reading ....

Setelah sampai rumah, Rara berlari sambil terisak pelan. Hatinya sangat sakit, ia tidak menyangka bahwa Aldo akan membentaknya.

Arina yang tengah menyiram bunga terkaget saat mendengar pintu mobil yang di tutup cukup kerah. Dahinya menyernyit melihat Rara yang berlari dengan derai air mata, lalu melewatinya begitu saja.

"Sayang, kamu kenapa?" Pertanyaan Arina sama tidak mendapatkan jawaban apapun. Rar lebih memilih mempercepat larinya menuju tangga. Ia bahkan tidak sadar jika ada orang asing yang terus memperhatikannya.

Panik, Arina pun membuang selang ke tanah lalu berlari kedalam rumah. "Rara! Kamu kenapa, ra? Kamu kenapa, bilang sama ibu. Rara." Teriak Arina.

Ronald dan Allya saling tatap. Ya, kedua orang asing itu adalah sepasang kekasih yang sengaja mampir ke rumah calon kakak mereka. Niat untuk bercoleteh ria bersama, hingga mereka rela menunggu Rara pulang, ternyata malah di suguhkan dengan pemandangan seperti itu.

"Kamu tunggu di sini, aku mau nyusul tante Arin." Ucap Allya

Setelah mendapati anggukan dari sang kekasih, Allya dengan cepat melangkahkan kakinya dari tangga menuju lantai atas. Di sana, terlihat Arina yang sedang mengetuk pintu kamar Rara sambil berteriak memanggilnya.

"Ra! Rara, kamu kenapa sayang? Bilang sama ibu, apa yang terjadi padamu."

Sudah lebih dari lima kali Arina bersuara memanggil nama Rara sambil menggedor pintu, tapi lagi lagi hasilnya tetap sama, tidak ada jawaban.

"Tante," panggil Allya.

Arina berbalik, Raut khawatir terpancar jelas di wajah cantiknya.

"Rara kenapa?" Tanya Allya.

Arina menggeleng lemah, "tante gak tau Al. Dari tadi tante panggil gak keluar, pintunya juga di kunci, tante jadi khawatir."

Allya memandang pintu lalu menatap Arina dengan senyum tipis. "Tante tenang ya, biar Allya yang manggil."

"Tapi-"

"Percaya sama Allya," potong Allya meyakinkan. "Kalau boleh Allya tau, apa tante punya kunci cadangan?" Sambungnya.

Arina sontak menepuk jidat menyadari kesalahannya. "Kenapa tante bisa lupa," keluhnya. "Tunggu sebentar, tante ambil dulu di kamar."

Mendapat anggukan Allya, Arina segera beranjak untuk mengambil kunci cadangan. Lima menit menunggu, Arina kembali lalu menyerahkan kunci itu pada Allya.

"Ini kuncinya."

Allya tersenyum, ia mengambil lalu memasukan kunci itu kemudian memutarnya. Bunyi 'klik' terdengar menandakan bahwa pintu kini sadah tidak lagi terkunci.

"Tante bisa kembali mengerjakan pekerjaan tante yang tertunda. Di sini, biar Allya yang tangani." Ucap Allya.

Menghela napas, Arini mengangguk lesu. Melihat anaknya menangis membuatnya ikut merasakan sakit. "Tolong bantuannya ya, Al." Ucap Arina menepuk pundak Allya.

Setelah Arina tidak lagi terlihat, Allya membuka pintu secara perlahan. Suara isak tangis terdengar saat pertama pintu terbuka.

Allya menatap Rara yang memunggunginya. Bisa Allya lihat kedua bahu Rara yang bergetar. Mengambil napas, Allya berjalan mendekati Rara lalu duduk di sampingnya.

Keasikan menangis, Rara sampai tidak sadar bahwa di sampingnya terdapat wanita yang duduk sambil menatapnya lekat. Allya menepuk pelan pundak Rara, membuat Rara sedikit terkejut dan menolehkan kepala.

"Allya?" Gumam Rara. Ia sedikit bingung, kenapa Allya bisa masuk ke kamarnya. Ia bahkan mengingat dengan jelas bahwa pintu sudah ia kunci dari dalam.

"Gue pake kunci cadangan kak," celetuk Allya seolah tau apa yang Rara pikirkan.

Rara mengangguk, ia kembali menatap jendela lalu menundukan kepalanya. Meredam isakan yang meronta untuk di lepas.

Gadis yang tengah menangis itu kembali terkejut saat Allya memeluknya dengan erat. "Nangis aja kak, gak papa. Terkadang dengan menangis adalah cara paling ampuh untuk meredam rasa sakit." Ucap Allya.

Seketika tangis Rara membeludak. Ia membalas pelukan Allya tidak kalah erat. Allya seakan ikut merasakan kesedihan yang di alami oleh calon kakak iparnya ini. Dengan sabar, Allya menunggu sambil menepuk pelan punggung Rara hingga tangisan nya mereda.

Merasa bahwa Rara sudah cukup tenang, Allya melepaskan pelukannya. Ia menatap teduh Rara sambil meremas pelan pundaknya.

"Jangan kaya gini lagi, kak. Tadi tante khawatir sama lo." Ucap Allya.

Kepala Rara yang menunduk kini semakin menunduk, "maaf," cicitnya.

Allya menghela napas, "lo kenapa? Cerita sama gue."

Rara mendongak menatap Allya dengan hidung dan mata sembab. Kejadian beberapa waktu lalu, apa harus ia ceritakan.

Allya meremas halus kedua tangan Rara. Tersenyum tipis, seolah menyalurkan kekuatan saat melihat tatapan keraguan dari mata Rara.

"Jangan di pendam sendiri kak, bagi sama gue. Gue siap jadi pendengar yang baik buat lo."

Melihat tatapan Allya yang meyakinkan, membuat Rara mengangguk setuju lalu menceritakan semua yang terjadi. Suara isak tangis kembali terdengar di tengah Rara bercerita. Ia bahkan menunjuk pipi kirinya yang memerah.

Tangan Allya mengepal kuat. Gadis itu, benar-benar telah membuatnya marah. Kalau saja ia tidak ingat rencana yang ia buat, mungkin sekarang ia akan melabraknya. Allya semakin di buat kesal saat mendengar bahwa Aldo tidak membela Rara, bahkan ia dengan berani membentak Rara di depan umum.

Menahan napas sambil memejamkan matanya sejenak. Setelah emosinya terkendali, Allya perlahan membuka mata lalu tersenyum tipis. Tangannya mengusap pelan pundak Rara, menyalurkan rasa tenang yang di respon baik oleh calon kakak iparnya.

"Tenang aja kak, gue bakal bales lebih dari apa yang lo alami saat ini." Ucap Allya sungguh-sungguh.

Rara menggeleng lemah, "gak usah, gak papa. Mungkin ini sudah jadi takdir gue." Tolak Rara tersenyum miris.

"Gak bisa!" Tegas Allya. "Gue gak terima lo di perlakukan seperti ini. Pokoknya lo tenang aja, serahin semuanya sama gue."

Rara terdiam. Ia memandang lekat wajah Allya yang sudah memerah menahan amarah. Sepertinya percuma menghentikan Allya. Sifat Allya yang pendendam dan keras kepala, akan membuatnya melakukan hal nekat.

"Sekarang gue mau nelpon Aldo dulu. Gue gak terima ya, kakak ipar gue di bentak sama kakak gak tau diri itu." Ucap Allya lagi. Ia berdiri, hendak berjalan keluar untuk mengambil handphonenya.

Rara mencekal tangan Allya mencegahnya untuk pergi. Allya berbalik, menatap Rara dengan tatapan bingung. Rara menggeleng, seolah mengatakan untuk tidak memarahi kakak dari gadis di depannya ini.

"Jangan Al, gak usah."

Allya mendengus, ia menepis pelan tangan Rara. "Anak itu harus di beri pelajaran kak, biar gak ngelunjak, biar dia sadar kalau dia salah." Allya kembali berjalan tanpa peduli Rara yang hendak memprotesnya lagi.

Rara menatap punggung Allya hingga memghilang terhalang tembok. Kepalanya kembali menoleh ke depan, memandang jendela yang setengah terbuka. Terpaan angin sedikit mengibaskan rambutnya.

Kosong. Itulah isi dari kepala dan hatinya. Tanpa sadar air mata yang mulai mengering kini kembali mengalir. Hatinya benar-benar sakit. Sangat sakit.

Allya yang masih berada di sana kembali suara isakan Rara. Tangannya mengepal kuat, dengan cepat ia mengambil hendphone lalu mulai mengetik beberapa deret angka untuk menelponya.

"Hallo," ucap Allya setelah Telpon tersambung.

"..."

"Nanti malam, jam delapan, kita bertemu di tempat biasa."

"..."

"Hm, jangan sampe telat."

Allya memutuskan sambungan sepihak. Menghela napas pelan, ia melangkah pergi menuruni tangga untuk menemui kekasihnya.

"Kita pulang sekarang ya, mom udah neror aku dari tadi." Ucap Allya setengah berbohong.

Ronald menyernyit bingung, "katanya kamu mau ngobrol sama Rara?" Ucapnya.

Allya menggeleng, "nanti aja, yuk pulang." Ajak Allya.

Sebenarnya Ronald penasaran kenapa Rara pulang dengan pipi yang di penuhi air mata. Ingin bertanya, tapi melihat wajah kekasihnya yang menyembunyikan emosi, membuat pertanyaannya tertahan. Ia mengangguk pasrah lalu berjalan mengikuti Allya dari belakang.

"Eh, kalian sudah mau pulang?" Cegat Arina membuat langkah Allya dan Ronald terhenti.

Allya mengangguk, "iya tante. Mom nyuruh aku pulang sekarang." Jawabnya.

Arina tersenyum tipis. Mengingat anaknya yang pulang dengan keadaan kacau membuatnya menatap Allya penuh harap. "Allya, tadi Rara kenapa? Tante khawatir Rara kenapa-napa." Tanya nya.

"Kak Rara baik-baik aja kok, tan." Jawab Allya meyakinkan.

Arina menghela napas lega, "syukurlah kalau begitu."

Allya tersenyum tipis, "kalau gitu kita pergi ya, tan." Pamitnya.

Arina tersenyum lalu mengangguk singkat, "hati-hati di jalan."

Vote, Follow, dan komen jangan lupa!

See you

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 104K 53
Tetep baca dan vote walaupun cerita ini sudah end. Publish Juni 3 2023 End Oktober 2 2023 Bagaimana jika seorang CEO muda yang dingin dan tidak terse...
305K 21.8K 18
Seorang remaja bernama Arshaka Jocasta yang menjadi pusat obsessi para sahabatnya. Arshaka mengidap penyakit langka. Sindrom Kleine-Levin. Di mana s...
1.5M 42.2K 29
"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan." Tapi apa setelah perpisahan akan ada pertemuan kembali? ***** Ini cerita cinta. Namun bukan cerita yang bera...
89.7K 1.4K 8
"Papah disini aja temenin Jennie"ucap Jennie tepat di depan bibir Lisa yang terdiam mematung. "Uhh punya menantu agresif banget astaga"ucap Lisa lalu...