[7] I Think He Knows His Hands Around A Cold Glass

8.9K 2.4K 312
                                    

Ada dua kemungkinan mengapa beberapa orang yang lewat memperhatikan Zahera. Pertama, karena mengagumi Zahera yang sekalipun hanya berpakaian jaket dan celana training abu, tetapi tetap menarik. Kedua, karena merasa aneh dengan Zahera yang hanya berdiri di rak berbagai mi instan selama hampir sepuluh menit, kedua tangannya memegang sarang satu mi goreng dan mi soto.

"Dek, udah belum milih mi nya?" tegur  Jenaro dari kejauhan, ada di ujung rak mi goreng dan di sampingnya terdapat dua troli yang sudah terisi penuh.

Setiap sebulan sekali Zahera dan Jenaro akan berbelanja kebutuhan pokok untuk selama satu bulan penuh. Oleh karenanya tidak jarang mereka memenuhi dua troli berisi penuh. Sejak tadi Jenaro sudah keliling supermarket mencari apa-apa saja yang harus dibeli sesuai dengan yang tertulis di kertas. Jenaro bahkan mendorong dua troli seorang diri, mengelilingi setiap rak, dan mengabaikan tatapan orang di sekitar. Sedangkan adik perempuannya masih mematung di depan rak mi instan, dilanda dilema memilih antara mi goreng atau mi soto.

"Masih banyak yang perlu dibeli, Dek, jangan lama-lama." Jenaro memberi peringatan.

"Bang, beli dua dus aja, ya?" rayu Zahera, menatap Jenaro dengan bola mata berkaca yang memelas.

Jenaro mengeluarkan ponsel dari saku celana bahan selututnya. "Sebentar, Abang tanya Ibu dulu--"

"Nggak jadi! Nggak jadi! Jangan tanya Ibu!" seru Zahera, memotong perkataan Jenaro. Tangannya terulur ke depan seolah ingin menjauhkan ponsel dari Jenaro.

"Ambil satu dus aja. Abis itu cepetan kita cari keperluan yang lain." Jenaro menaruh ponsel di saku celana lagi.

"Okeeee!" Zahera hanya bisa pasrah tidak bisa merayu lagi jika sudah membawa-bawa Anelia.

Jenaro kembali melangkah mencari keperluan yang harus dibeli, meninggalkan Zahera yang sekali lagi fokus kepada dua mi di tangannya. Kali ini ia berpikir keras karena waktu yang dipunya terbatas sebelum Jenaro kembali menghampirinya.

"Oke, karena kemaren gue udah beli mi goreng. Berarti bulan ini gue beli mi soto!" putusnya, tersenyum senang karena mendapati keputusan setelah perang batin selama sepuluh menit lebih.

Tiba-tiba saja, dari ujung matanya, Zahera yang berada di bagian pinggir rak, tidak sengaja menangkap sosok cowok berjalan di jalan setapak lorong yang biasa dilewati jika ingin berpindah rak ke rak. Sosok cowok yang melewatinya itu membawa aroma parfume yang sangat familiar di indra penciumannya. Lantas dengan refleks, Zahera menoleh ke arah sosok itu lewat. Sayangnya, hanya bagian belakang kepalanya saja yang tertangkap oleh sorot mata Zahera, itu pun hanya sekilas yang akhirnya sosok cowok itu menghilang dari pandangan, tertutup rak yang ada di belakang Zahera. Poster tubuh dan model rambut cowok itu tidak asing. Seperti.....

Tunggu! Apa cowok itu cowok yang menolongnya?

Setelah terkoneksi dengan ingatan tentang cowok yang menolongnya, Zahera buru-buru berlari ke lorong jalan setapak untuk memastikan praduganya.  Dan kosong. Sudah tidak ada siapapun. Zahera melangkah ke rak selanjutnya, tetapi pengunjung lain yang ia lihat, bukan cowok yang selama seminggu ini ia cari-cari.

"Kayaknya gue berhalusinasi gara-gara pengen banget ketemu cowok itu deh," ujarnya, sembari tersenyum lucu oleh tingkah anehnya.

"Ah, gue harus ke Bang Jena atau nanti dia bakal ngomel." Zahera kembali ke rak mi instan. Ia mengambil dus mi soto, membawanya, dan berjalan ke tempat Jenaro berada saat ini.

First Girlfriend To BrondongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang