[44] Just (just) To (to) Touch Your Face

6K 2K 6.4K
                                    

"Lo Kiel, kan?"

Tubuh Zyakiel menegang ketika ia yang sedang berbelanja bulanan di salah satu supermarket besar bersama Syakia dihampiri oleh seorang gadis. Bukan gadis asing, tetapi gadis yang sangat dikenali Zyakiel. Gadis yang Zyakiel harap tidak akan pernah bertemu lagi dengannya. Dan nyatanya takdir yang tuli begitu kejam dengan sengaja mempertemukan Zyakiel dengan gadis itu. Seolah-olah takdir ingin mempertegas bahwa sampai kapan pun Zyakiel tidak akan bisa lari dari trauma masa lalunya. Sebab trauma masa lalu lebih pantas dibereskan sekalipun tidak mudah, dari pada melarikan diri.

"Ah, beneran Kiel!" Gadis itu tertawa sembari bertepuk tangan spontan setelah dengan yakin akan tebakannya.

Zyakiel yang sedang mendorong troli mengeratkan pegangannya pada pegangan troli. Tangannya yang lain menurunkan topi hitam yang ada di atas kepala supaya ekspresi wajahnya saat ini tidak terlihat jelas oleh gadis di depannya. Sesekali juga Zyakiel melirik ke lain arah, berharap Syakia masih sibuk sendiri mencari cemilan atau keperluan yang dibutuhkan sehingga tidak perlu ke sini dan bertemu dengan gadis ini.

"Kiel, lo apa kabar? Gue dengar-dengar katanya lo sekolah di SMA di Brawijaya, ya?" Gadis itu sama sekali tidak memperdulikan respons dingin yang sudah Zyakiel berikan. Justru gadis itu bersikap seolah kehadirannya di tengah pertemuan tidak sengaja ini disambut baik oleh Zyakiel.

"Iya, saya di Brawijaya," jawab Zyakiel dengan enggan.

"Lo nggak nanya balik gue sekolah di mana gitu?" Gadis itu menunjuk dirinya sendiri dengan percaya diri.

Tentu saja Zyakiel tidak perduli di mana gadis itu bersekolah. Akan lebih baik lagi jika Zyakiel tidak mengetahuinya. Segala hal tentang gadis itu hanya mimpi buruk yang sangat menyakitkan untuk Zyakiel.

"Gue sekolah di Nrausand High School. Banyak murid angkatan kita yang sekolah di sana juga, teman kelas kita juga banyak. Gue kira lo bakal sekolah di Nrausand High School," celoteh gadis itu. Tidak perduli bahwa diamnya Zyakiel pertanda tidak nyaman.

Zyakiel menelan ludah. Bersusah payah menahan senyum jengkel. Bisa-bisanya gadis itu berpikir Zyakiel akan bersekolah di sekolahan yang sama dengan gadis itu setelah apa yang gadis itu lakukan kepada Zyakiel. Dari raut ekspresi gadis itu pun tidak Zyakiel temukan penyesalan. Gadis itu menjalani kehidupan dengan sangat baik.

"Pasti seru kalau lo juga sekolah di sekolahan yang sama kayak gue!" seru gadis itu, Diana.

Tangan Zyakiel refleks mencengkeram kaos bagian dadanya. Perkataan konyol Diana membuat dadanya sesak dan kesulitan napas hingga ia harus membuka kecil bibirnya. Benar-benar pernyataan mengejutkan yang membuat Zyakiel tak habis pikir.

"Di Brawijaya ada teman kelas atau angkatan kita?" tanya Diana.

Selain berusaha mengatur pernapasannya yang tercekat, Zyakiel juga harus berusaha keras mengatur ekspresinya, dan menjaga suaranya untuk tetap stabil. "Nggak ada. Cuma saya."

"Duh, pasti lo kesepian banget. Gimana sekolah di Brawijaya? Seru?" Diana yang awalnya menampilkan ekspresi simpati, berganti menjadi ceria lagi dengan senyuman manis yang terpatri di bibirnya. Rambut panjangnya tidak berubah, hanya warnanya yang kini menjadi cokelat. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa sifat buruk gadis itu tertutup cukup baik berkat wajahnya yang indah.

Dan mungkin tidak akan ada yang percaya jika gadis berwajah indah itu adalah penyebab kehidupan seseorang hancur melalui kebohongan yang gadis itu ciptakan sendiri.

First Girlfriend To BrondongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang