[51] I Think I've Seen This Film Before

6.4K 1.9K 3.9K
                                    

Masa ujian bagi anak kelas 12 SMA adalah masa-masa paling sulit dan stress, masa di mana mereka merasa sedang menghadapi perang. Bukan tubuh mereka yang lelah, melainkan otak mereka. Masa ujian ini juga mendatangkan perasaan gelisah yang merambat tidak hanya kepada murid kelas 12, tetapi juga kepada anggota keluarga murid kelas 12 itu sendiri. Ujian ini yang akan menentukan bagaimana nasib murid kelas 12 ke depannya.

Di saat masa seperti ini, dukungan dari teman terdekat atau keluarga adalah hal yang paling sangat dibutuhkan. Dukungan tersebut akan menjadi kekuatan sekaligus menjadi ketenangan.

Syakia yang berdiri di depan pintu rumah Malviro dengan totebag di tangannya adalah sebagai bentuk sebuah dukungan nyata. Dia ingin memberikan sesuatu untuk Malviro supaya lebih semangat menghadapi ujian besok hari.

Tadi ia datang ke sini naik ojek online. Dan sedikit berbohong dengan pamit kepada Zyakiel ingin pergi ke rumah temannya, yang padahal tujuannya sebenarnya adalah rumah Malviro. Mungkin saja Zyakiel dengan suka rela akan mengantarnya pergi ke rumah Malviro seandainya ia jujur. Hanya saja Syakia begitu malu jika Zyakiel sampai tahu tujuannya datang ke rumah Malviro saat ini.

Sudah hampir lima menit Syakia berdiri di depan rumah Malviro setelah dipersilahkan masuk oleh satpam penjaga gerbang. Namun tak sedikit pun ia berani melangkah ke teras dekat pintu. Jejaknya terhenti di halaman rumah. Dengan gelisah ia memandangi pintu berwarna putih. Sesekali kakinya bergerak saling timpang menopang beban satu sama lain. Atau terkadang ia menoleh ke belakang atau ke samping, memastikan tidak ada yang melihatnya.

Banyak sekali skenario berputar di dalam kepalanya. Tentang kemungkinan-kemungkinan jika ia mengetuk pintu putih itu. Dari kemungkinan manis sampai kemungkinan yang buruk. Jantungnya berdebar kencang seperti ia yang mengangkat tangan di tengah keramaian. Menakutkan, memalukan, dan juga mendatangkan semangat.

"Kia?"

Mendengar suara tidak asing di hadapannya, Syakia yang salah tingkah langsung menelan ludah. Jantungnya berpacu semakin cepat. Wajahnya memucat dan bibirnya yang kelu membisu. Hanya lehernya yang terangkat ke atas mendongak.

"Lo ngapain di dini? Dan sejak kapan lo di sini?" Malviro menutup pintu rumahnya, berjalan mendekati Syakia yang menjadi patung.

"A-aku.... itu... aku..." Syakia menundukkan kepala, mencengkeram erat tali totebag.

"Sama Kiel? Mana Kiel?" Malviro yang sudah ada di depan Syakia menoleh kiri kanan. Begitu bersemangat membayangkan ada Zyakiel di rumahnya.

"Aku dateng sendiri," lirih Syakia, saking ketakutannya ia hampir menangis. Kepalanya masih tertunduk. Tidak lagi mencengkeram tali totebag, tetapi memeluk totebag itu sendiri.

"Lo dateng sendiri? Kenapa?" Kening Malviro mengernyit. Menatap lekat gadis SMP di depannya. "Lo ada perlu sama gue?" tanya Malviro lagi, yang begitu lama mendapatkan jawaban.

"B-besok Kak Malpi ujian sekolah--"

"Benar juga! Besok lo juga ujian sekolah, kan? Lo kenapa malah di sini? Nggak belajar?"

Syakia kehilangan momen untuk mengatakan kejujurannya karena Malviro membahas topik lain. Ia pun tidak keberatan dan memilih mengikuti topik yang sedang dibahas oleh Malviro.

"Aku udah belajar. Kak Malpi udah belajar?" tanya Syakia. Kini ia berani menatap langsung wajah Malviro.

Biasanya sangat sulit untuk menatap Malviro seperti malam ini. Sebab setiap kali Syakia menatap Malviro, Malviro akan balik menatapnya dengan senyuman manis. Hal tersebut mendatangkan gemuruh debar jantung. Membuat Syakia tidak memiliki pilihan selain menunduk atau memalingkan wajah.

First Girlfriend To BrondongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang