[35] Can I go where you go?

8K 2.4K 6.4K
                                    

Meskipun dengan susah payah, Zahera berhasil membawa Zyakiel ke kamarnya. Berhubung Ricale masih minum di luar bersama yang lain, maka hanya ada Zahera dan Zyakiel di dalam kamar. Zahera berusaha membaringkan Zyakiel, tetapi cowok itu bersikeras ingin tetap duduk di pinggir ranjang. Alhasil Zahera membiarkannya dan memilih duduk di sampingnya.

"Kiel, kamu pertama kali mabuk? Kayaknya kamu nggak minum banyak, tapi udah semabuk ini. Kamu benar-benar pemabuk yang payah." Zahera membelai rambut Zyakiel, memainkan sekaligus menyingkirkan anak poni Zyakiel yang menghalangi mata.

"Hik.... kenapa Kak Nala muter-muter? Hik.... kita ada di luar angkasa, ya?" Zyakiel mengedipkan mata berkali-kali. Seperti sedang berusaha menjaga kesadarannya.

"Sayangnya kita cuma di dalam kamar." Zahera memajukan kepalanya ke telinga Zyakiel. "Dan cuma berduaan doang." Ia kembali menjauhkan dirinya sembari tersenyum, tidak sabar ingin melihat reaksi Zyakiel.

Kali ini sepertinya Zahera harus kebingungan karena melihat reaksi Zyakiel yang berbeda dari biasanya. Wajah Zyakiel memang memerah, tetapi karena mabuk. Tidak ada raut ekspresi malu-malu yang memalingkan wajah. Zyakiel tetap menatap Zahera dengan tatapan sayu yang serius. Kemudian, tiba-tiba saja Zyakiel meraih tangan Zahera. Ia gerakan tangan Zahera untuk mengelus pipinya. Bahkan menjadikan telapak tangan Zahera sebagai pengganjal pipi.

"Aku...... senang bisa berduaan sama Kak Nala.... hik..." ujarnya dengan mata terpejam, menikmati sensasi telapak tangan Zahera yang menjadi bantalnya.

"Kiel?" Zahera yang biasanya mendapati reaksi Zyakiel malu-malu kini kebingungan melihat reaksi Zyakiel yang justru berbalik membuatnya salah tingkah.

"Saya senang ada Kak Nala.... saya senang berduaan sama Kak Nala... tapi kadang saya bingung.... hik.... Kak Nala selalu aja godain aja.... jantungnya jadi berdebar-debar, saya jadi salah tingkah, saya merasa malu... hik... tapi saya nggak mau pergi.... saya mau tetap ada di dekat Kak Nala hik...." Zyakiel yang semula memiringkan kepala tertidur di telapak tangan Zahera, sekarang menegakkan kepala menatap Zahera, tangan Zahera masih ia tahan di pipinya. "Kenapa saya merasa kayak gini sama Kak Nala?" Zyakiel menatap serius Zahera, seperti tatapan menyalahkan yang terlihat kesal.

"Kenapa kamu nanya aku? Itu kan perasaan kamu. Menurut kamu, kenapa kamu ngerasain perasaan kayak gitu, Kiel?" Zahera tersenyum. Dia memiliki jawaban, tetapi ia ingin membiarkan Zyakiel mencari tahu perasaannya sendiri.

"Apa-hik..... saya suka sama Kakak Nala?" Zyakiel memiringkan kepalanya dengan ekspresi polos. Ia sedang kebingungan sekaligus berpikir.

"Kiel, kalau misalnya kamu punya perasaan suka sama aku gimana? Apa yang bakal kamu lakuin?" Zahera tidak bisa hanya diam dan melewati momen kejujuran Zyakiel dalam keadaan mabuk ini. Ia harus memancing Zyakiel sampai menyatakan perasaannya.

Zyakiel menurunkan tangan Zahera dari pipinya. Tidak ia lepaskan, melainkan ia genggam dengan kedua tangan. Kepalanya tertunduk memperhatikan satu tangan Zahera yang sedang ia genggam. Tangan yang lebih kecil dari miliknya, halus, lembut, dan terasa hangat ketika menyentuh dirinya. "Saya nggak tau-hik," ujarnya lemah.

"Kenapa nggak tau?" Zahera menundukkan kepala, berusaha melihat wajah Zyakiel yang disembunyikan.

"Ini pertama kalinya saya kayak gini.... saya nggak tau.... Kak Nala nggak papa kalau saya suka sama Kak Nala-hik.... saya takut...."

"Takut sama pandangan orang lain?"

Zyakiel menggelengkan kepala. "Saya nggak perduli sama pandangan orang lain.... yang saya takutkan.... Kak Nala..... saya takut Kak Nala benci sama saya, takut Kak Nala meninggalkan saya... saya ini membosankan, saya takut Kak Nala merasa risi dan kurang nyaman.... saya takut nggak bisa membuat Kak Nala bahagia," ungkapnya murung.

First Girlfriend To BrondongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang