[49] Lord, Save Me, My Drug Is My Baby

6.1K 2K 7.1K
                                    

"Kenapa lo keliatan galau? Lagi berantem sama Kak Nala?" Ricale yang baru saja hadir setelah membeli minum duduk di samping Zyakiel, langsung melontarkan pertanyaan ketika melihat wajah murung teman sebangkunya itu.

Zyakiel yang semula asik menatap langit sore yang mendung, lantas menoleh. "Emangnya saya keliatan galau?"

"Keliatan kayak orang yang bakal nangis. Kenapa? Lo berantem sama Kak Nala?"

Pukul empat sore. Lapangan sepak bola Brawijaya masih sibuk dengan kegiatan ekstrakulikuler. Walaupun sedang dalam jam istirahat, beberapa anggota ekstrakulikuler masih saja bermain bola. Dan beberapa anggota lainnya memilih mengistirahatkan tubuh mereka sebelum nanti sepuluh menit lagi latihan kembali dimulai.

Zyakiel menjadikan waktu istirahat itu untuknya merenung dan menyendiri duduk di salah satu bangku penonton di tribun. Namun ternyata Ricale berhasil menemukannya dan berhasil pula menebak alasan utamanya terlihat murung.

"Saya nggak berantem sama Kak Nala," jawab Zyakiel.

Selama berpacaran, belum pernah Zyakiel bertengkar dengan Zahera. Bahkan rasanya Zyakiel tidak memiliki alasan satu pun untuk dijadikan alasan pertengkaran mereka. Zahera terlalu dewasa dan sangat komunikatif. Segala hal yang mengganjal di hati gadis itu akan dibicarakan baik-baik. Zahera juga peka dan perhatian, sehingga selalu bertanya jika ada yang Zyakiel sembunyikan. Kemudian Zyakiel juga selalu terbuka kepada Zahera.

Salah satu hal yang dibicarakan Zahera belum lama ini adalah mengenai rencana gadis itu untuk melanjutkan pendidikan ke Inggris. Meraih mimpinya sejak lama sebelum bertemu Zyakiel. Saat Zahera membicarakan hal itu, sejujurnya Zyakiel bingung harus bereaksi bagaimana. Jika dilihat dari jangka waktu yang tersisa bagi anak kelas 12, memang saat ini lah momen bagi Zahera menentukan pendidikan pilihannya. Namun Zyakiel pikir Zahera akan tetap ada di kota yang sama dengannya. Setidaknya sekalipun beda kota, masih ada di negara yang sama. Tidak pernah terbesit dalam benak Zyakiel bahwa rencana pendidikan yang Zahera pilih adalah Inggris.

Oleh karena itu, Zyakiel belum memberikan jawaban, belum merespons rencana Zahera. Dia butuh waktu memikirkan jawaban terbaik untuk Zahera. Jawaban yang tidak akan membuat Zahera terbebani dan jawaban yang membuat hatinya sendiri lega. Sebab jawaban yang akan ia berikan nanti adalah penentu hubungan mereka ke depannya.

"Saya nggak berantem sama Kak Nala. Cuma ada beberapa kendala tentang hubungan kita," ujar Zyakiel ragu.

Ricale yang sedang menegak air mineral melirik ke samping, memperhatikan Zyakiel. Selesai minum, ia tutup botol dan sepenuhnya menghadap Zyakiel. "Kalau lo nggak terpaksa, boleh cerita ke gue. Siapa tau bisa gue kasih solusi."

Zyakiel tersenyum tipis. Dalam keadaan seperti ini memang ia membutuhkan sebuah saran dari Ricale. "Kamu tau kan kalau Kak Nala sekarang kelas 12. Bahkan udah masuk semester akhir."

"Oh, ini tentang hubungan kalian ke depannya? Apa juga ada hubungannya sama pilihan kampus Kak Nala?"

Bola mata Zyakiel membesar. Ricale menebak tepat sasaran. Mungkin memang menceritakan dan mendengar pendapat Ricale adalah keputusan yang tepat.

"Iya. Kak Nala berencana mau kuliah di Inggris." Zyakiel menundukkan kepala, menatap botol minum yang sedang ia pegang erat-erat.

"Terus Kak Nala ngebahas soal hubungan kalian nggak? Maksud gue saat dia bilang mau kuliah di Inggris, dia nyinggung soal hubungan kalian?"

First Girlfriend To BrondongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang