[29] I Take This Magnetic Force Of A Man To Be My Lover

8.4K 2.4K 3.2K
                                    

"Mas, maaf lama nunggunya." Syakie keluar dari pagar sekolah. Rambutnya dikepang dua, mengenakan baju taekwondo yang berbalut jaket hitam. Walaupun di punggungnya sudah menggantung tas berwarna cokelat, ia tetap membawa tote bag untuk menaruh barang-barangnya yang tidak muat jika ditaruh di tas.

"Nggak lama. Mas juga baru dateng beberapa menit lalu." Zyakiel mengambil tas di punggung Syakia. Membawa tas tersebut, ia berjalan berdampingan dengan Syakia menuju motornya.

"Kita beli cemilan dulu, ya?" kata Zyakiel.

"Iya!" Mendengar kata camilan membuat Syakia sangat bersemangat.

Zyakiel tersenyum melihat raut ceria sang adik, mengelus rambutnya lembut. "Tadi gimana sekolahnya?" Dia meletakkan tas di bawah stang motor. Menurunkan pijakan kaki supaya adiknya tidak kesulitan ketika duduk.

"Nggak ada yang spesial, sama aja kayak biasanya. Oh, palingan ini Mas aku disuruh ikutan lomba olimpiade MTK." Syakia memegang pundak Zyakiel yang sudah duduk di motor, lalu ia dengan hati-hati duduk di jok belakang.

"Bagus dong. Kamu sendiri gimana? Minat buat ikutan?"

"Aku sih minat, tapi aku takut nggak bisa maksimal, Mas. Soalnya aku juga OSIS dan sibuk ngurusin lomba cabang olahraga. Sibuk rapat sama ketua ekskul juga."

Motor melaju meninggalkan gedung SMP, berbaur dengan kendaraan lainnya di jalan raya. Matahari masih begitu terik di jam setengah empat sore. Meskipun begitu masih terasa belaian angin yang menerjang wajah. Jalan raya masih longgar karena belum waktunya jam pulang para pekerja. Hingga motor yang ditumpangi Zyakiel dan Syakia tidak terkena macet yang pastinya akan sangat menyebalkan karena banyaknya polusi dari asap motor dan hawa panas membakar kulit yang berasal dari mesin kendaraan.

"Kia, menurut Mas kamu jalanin kegiatan yang jadi prioritas aja. Jangan maksa buat jalanin semuanya, apalagi cuma karena kamu nggak enak buat nolak. Bagi Mas, prestasi nggak begitu penting. Yang penting kamu. Kesenangan kamu, kenyamanan kamu, dan kesehatan kamu."

Syakia tersenyum, sudah bisa menebak bahwa Zyakiel akan berkata demikian. "Kalau menurut Mas kayak gitu ya udah, aku fokus di OSIS aja. Karena aku wakil ketua OSIS, aku harus fokus dan bertanggungjawab."

"Kalau kamu perlu bantuan, bilang sama Mas, ya?"

"Iya, Mas," sahut Syakia. "Mas, kita kapan ke bunda ayah?"

Tidak langsung menjawab, Zyakiel lebih memilih Syakia menunggunya dalam keheningan. Dan selagi terjebak dalam keheningan, Zyakiel menikmati bagaimana angin membelai wajahnya dan menerbangkan rambutnya. Pandangan Zyakiel tidak seutuhnya fokus menatap ke depan. Kadang kala ia melirik langit atau melihat ke sekeliling mengamati kendaraan lain.

"Nanti kita ke bunda ayah," jawab Zyakiel kemudian. Nada suaranya terdengar lemah dan seperti tidak ingin membahas lebih.

Syakia yang memahami jika topik ini sensitif untuk dibicarakan lebih jauh lantas merespons seadanya, "iya, Mas."

"Kia, kamu ingat nggak waktu itu Mas bilang mau liburan sama teman-teman Mas?"

"Yang ke pulau, Mas?"

"Iya. Besok berangkat. Kamu ikut aja, ya? Jangan sendirian di rumah."

"Aku nggak sendirian. Kalau Mas liburan, aku bisa tinggal di rumah Bang Aris."

First Girlfriend To BrondongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang