[2] And I Cried Like a Baby Coming Home from The Bar

Start from the beginning
                                    

Cowok itu tersenyum. "Iya, nggak papa, Kak. Baju Kakak kena muntah makanya diganti. Yang ganti baju Kakak adik saya, itu pun pake baju adik saya."

"Adik lo umur berapa?"

"Umur 13 tahun, Kak."

Zahera menghela napas. "Pantes aja. Kausnya kekecilan, dada gue sesak." Ia memegangi dadanya, ukuran kaus adik dari cowok itu terlalu ketat hingga membuatnya terlihat montok.

Tanpa sengaja cowok itu menatap ke arah tangan Zahera yang menyentuh dada. Tak berselang lama cowok itu langsung memalingkan wajah, menggaruk pipinya yang tidak gatal. "Mau ganti baju? Pake baju saya mungkin nggak ketat," tuturnya hati-hati,  sesekali melirik Zahera yang masih memegangi dadanya sendiri.

"Nggak usah. Nggak mau repotin," tolak Zahera halus.

"Kakak, laper nggak? Saya masak nasi goreng kalau Kakak mau makan."

"Lo masak nasi goreng?"

"Iya."

"Boleh deh. Gue laper." Zahera mengelus perutnya sendiri.

Zahera bukan tipe cewek malu-malu yang sungkan ketika ditawari sesuatu. Dia adalah cewek apa adanya yang jujur mengenai isi hatinya. Contohnya seperti saat ini.

"Ayo. Kita makan di dapur. Saya temenin," ajak cowok itu.

"Iya." Zahera beranjak dari kasur. Sebentar ia sempatkan diri mengambil ponselnya di atas meja kecil samping tempat tidur yang ternyata baterainya sudah penuh, lalu mengekori langkah cowok itu.

"Oh, ya, Kak. Semalem hp Kakak habis banget. Jadi saya charger, takut keluarga Kakak hubungin," ujar cowok itu, memberitahu ketika tidak sengaja melihat Zahera mengambil ponselnya.

"Iya, makasih," respons Zahera.

Ketika sedang melangkah keluar kamar, Zahera melihat sekeliling, memperhatikan kamar cowok itu lebih detail dan menyeluruh dibanding sebelumnya. Dan tidak sengaja Zahera melihat seragam SMA yang tidak asing baginya sedang tergantung di lemari dua pintu yang salah satu pintunya memiliki cermin panjang.

"Seragam Brawijaya. Lo anak Brawijaya?" tanya Zahera.

"Iya. Saya sekolah di SMA Brawijaya." Cowok itu berdiri di depan pintu, menunggu Zahera keluar kamar supaya pintu kamarnya bisa ia tutup.

Zahera sudah keluar kamar dan cowok itu pun menutup pintu kamar. "Kelas berapa?" tanyanya.

"Kelas 10, Kak."

Zahera mengangguk. Ia tidak berniat memberitahu cowok itu bahwa dirinya juga bersekolah di Brawijaya. Nanti akan Zahera beri kejutan cowok itu ketika mereka ada di sekolah, pasti cowok itu tidak menyangka mereka satu sekolah.

Melupakan niat memberi kejutan di sekolah untuk adik kelasnya, Zahera yang mengekori langkah cowok itu dari belakang memperhatikan sekeliling rumah yang dindingnya berwarna abu-abu dengan jenis rumah minimalis dan perabotannya yang tidak terlalu banyak. Menampilkan kesan elegan dan rapi.

Mereka sampai di dapur yang lumayan besar, memiliki meja makan dan mini bar yang terpisah beberapa meter. Cowok itu menuntun Zahera untuk duduk di bangku makan.

"Duduk dulu. Sebentar saya ambil nasi goreng buat Kakak," ujar cowok itu. Dia pergi menghampiri rak dekat wastafel. Mengambil sepiring nasi goreng dengan telor ceplok di atasnya.

Zahera menjulurkan lidah dan mengecap tidak sabaran ketika cowok itu meletakkan piring berisi nasi goreng di depannya. Terlihat sangat menggiurkan. "Gue makan, ya?" izinnya.

Cowok itu tidak duduk di depan Zahera, melainkan duduk di sampingnya dengan jarak lima jengkal tangan orang dewasa. "Iya, Kak, silahkan," ujarnya, tersenyum.

Tanpa harus menjaga imaje, Zahera langsung menyantap nasi goreng buatan cowok itu. Bukan hanya tampilannya saja yang enak, cita rasanya pun sangat menakjubkan. Tidak ada istilah don't judge by cover.

Cowok asing yang duduk di samping Zahera tidak memperhatikan Zahera yang sedang makan. Cowok itu sibuk sendiri, bermain game dari ponsel.

Mendengar suara game di sampingnya, Zahera menoleh dan mengamati cowok asing yang tidak ia kenal. Cowok itu berbeda. Bagaimana Zahera menjelaskannya, ya? Jika kebanyakan cowok memilih duduk di depannya untuk menatap wajah cantiknya, cowok itu memilih duduk di sampingnya. Cowok itu juga tidak memperhatikannya, hal yang biasanya dilakukan kebanyakan cowok ketika sedang bersamanya. Cowok asing itu baik, perhatian, tetapi tidak mencari perhatian. Kebaikannya murni hanya sebagai dasar memanusiakan manusia.

Zahera bersyukur jika yang menolongnya semalam adalah cowok itu. Sebab, cowok itu bukan hanya menolong, tetapi juga memastikan dirinya baik-baik saja. Belum tentu terjadi ketika Zahera diselamatkan cowok lain.

Setelah mengamati cowok itu yang duduk dengan tenang sambil bermain game, Zahera baru teringat sesuatu. Ia majukan tubuhnya ke cowok itu, lalu berbisik di telinga cowok itu. "Ngomong-ngomong, orang tua lo tau gue nginep di sini? Mereka nggak marah atau interogasi lo? Gue jadi nggak enak sama orang tua lo."

Jarak yang dekat dan suara lembut yang berbisik di telinga membuat cowok itu berhenti memencet layar dan berakhir kalah. Ia pun menoleh, menatap Zahera yang sudah kembali duduk normal seperti sebelumnya.

"Orang tua lo tau?" tanya Zahera lagi dengan suara pelan, ia benar-benar merasa tidak enak dan takut disalahpahami oleh orang tua cowok itu.

Cowok itu tidak langsung menjawab. Terlebih dulu mendekatkan dirinya ke arah Zahera. Yang sontak membuat Zahera terkejut sampai menegang dan spontan sedikit memundurkan kepala. Cowok itu tetap memajukan kepala. Tidak ke depan wajah Zahera, tetapi ke samping telinga Zahera.

"Tenang aja, orang tua saya nggak ada. Yang tau kehadiran Kakak cuma saya dan adik saya." Setelah berbisik di telinga Zahera, cowok itu menjauhkan dirinya dan mengumbar senyum.

Apa-apaan cowok itu? Mengapa ikut-ikutan berbisik dan mendekatkan diri secara mendadak seperti itu? Membuat Zahera sangat terkejut sampai jantungnya berdebar kencang. Terutama ketika Zahera bisa melihat wajah cowok itu dengan jelas, tahi lalat kecil di samping dagu yang menambah kesan manis. Juga, aroma shampo yang bercampur dengan aroma parfume hingga menciptakan harum buah yang segar dan manis, serta tercium sedikit aroma gentle yang kuat. Aroma yang khas dan menyenangkan untuk dihirup lama-lama.

Dan ketika Zahera sedang menikmati aroma cowok itu yang enak dan menenangkan, tiba-tiba saja ponselnya yang tergeletak di atas meja bergetar. Zahera yang melamun kembali tersadar, buru-buru mengalihkan pandangan dari wajah cowok itu, menatap layar ponsel yang menyala. Panggilan dari abangnya.

Zahera meraih ponsel, menatap panik dan takut layar ponselnya yang menampilkan banyak notifikasi chat belum terbaca, juga panggilan tak terjawab.

"Duh, sialan, kayaknya gue dalam masalah nih," gerutunya.

"Kenapa, Kak?" tanya cowok itu penasaran, wajah Zahera terlihat tidak baik-baik saja.

"Bukan apa-apa. Cuma kayaknya gue harus siapin kuping setelah ini," respons Zahera, tersenyum manis menyambut nasib malang yang akan menghampirinya.

🎈TO MY First LOVE 🎈

Gimana chapter ini?

Siapa yang kangen cerita ini?

Jangan lupa vote dan spam komen

Jangan lupa follow :

@palupiii07

Makasih💕

First Girlfriend To BrondongWhere stories live. Discover now