13. MENDEKAT UNTUK MENJAGA, BUKAN UNTUK MENCINTAI

Mulai dari awal
                                    

Loker nomor 27, Aurora membuka loker itu pelan kemudian mengambil baju olahraganya. Setelah selesai dan akan menyimpan sesuatu di dalamnya, kening perempuan itu berkerut, bingung saat penglihatannya tertuju pada surat dan coklat yang seingatnya, ia tidak pernah menyimpan sesuatu yang serupa di loker ini.

Perempuan berbanda biru itu lalu mengambil barang tersebut. Bersamaan dengan penglihatan Angkasa yang tertuju dengan sesuatu yang Aurora pegang.

"Dari siapa?" tanya Angkasa.

Aurora membuka surat itu, "Nggak ada nama pengirimnya,"

Untuk Aurel,

Kalimat awal yang Aurora baca semakin membuatnya bingung, panggilan 'Aurel' hanya panggilan dari ayahnya, dan sangat minim orang yang tahu dengan panggilan itu, hanya orang-orang terdekatnya saja.

Angkasa menyambar surat itu, "Segala hal yang membuat lo menebak-nebak, nggak pantes lo pikirin kalau nggak ada tujuannya,"

"Kayak surat ini," lanjut Angkasa lalu membuang surat itu kearah tempat sampah.

Aurora tidak menjadikannya masalah, karena surat itu memang tidak penting baginya, hanya saja ia penasaran dengan isi dan pengirimnya.

Aurel?

"Coklatnya mau lo makan?" tanya Angkasa.

Aurora menggeleng, "Nggak usah, gue simpan kembali aja di loker gue."

Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang sejak tadi sedang berdiri di samping loker dengan posisi yang tak Aurora dan Angkasa lihat. Seseorang yang menyimpan diam-diam surat dan coklat itu, seseorang dengan jaket hitam dan logo tengkorak gahar di dadanya.

"Udah," kata Aurora kemudian mereka kembali berjalan menuju kelas XI. MIPA. 4.

Perlu kalian ketahui, Aurora adalah satu-satunya perempuan yang Angkasa perlakukan lebih dari Analisa, jadi siapa yang harus mundur di antara perempuan itu di dalam kisah ini?

Aurora atau Analisa?

**

"Cie ... bareng sama Angkasa lagi, Ra?" kata Vana menggoda sahabatnya.

"Dia jemput gue di rumah lagi, Va," balas Aurora kemudian duduk di sebelah Vana. Sebelumnya beberapa kali Aurora menghindari Angkasa kemarin, tetapi tetap saja cowok itu dengan keras kepalanya menunggunya.

"Kalau gue sih, iya iya aja kalau lo suka sama Angkasa," ucap Vana. Menurutnya tak ada yang salah jika Aurora suka dengan ketua Satrova yang famous itu, asalkan Angkasa juga memiliki perasaan yang sama.

"Gue nggak suka sama dia," sergah Aurora cepat. Sebenarnya perempuan itu tak bisa menjabarkan perasaannya sendiri dan yang ia katakan kepada Vana barusan mungkin tidak bisa ia pertanggung jawabkan jika telah di tanya dua sampai berkali-kali dengan pertanyaan yang sama.

Kadang terdengar lucu, ketika kita bilang "tidak" padahal aslinya "suka". Tetapi akan jadi luka ketika kita bilang "suka" tetapi ternyata "tidak".

"Yakin? Gengsi kok di pelihara," ejek Vana. Sambil mengeluarkan buku dari tasnya.

"Gue serius," timpal Aurora.

"Gue juga serius, Ra, Angkasa juga udah suka sama lo kok, dijamin," balas Vana. "Selama gue sekolah disini dan tahu yang namanya Angkasa, gue belum pernah liat dan dengar kalau di sedang dekat sama perempuan lain."

"Lo tahu dia sejak kapan, Va?" tanya Aurora tiba-tiba penasaran.

"Sejak pertama kali gue nginjakin kaki gue di sekolah ini, Gue sama gugus sama mereka semua, kecuali Alaska," jelas Vana. "Dari awal cowok itu emang udah berandalan pake banget, awal MOS aja udah nantangin ketua OSIS sama Bu Dira."

DIA ANGKASA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang