44. DUKA DAN PUTUS ASA

222K 21K 2.6K
                                    

Aku tunggu spam coment kalian di tiap paragraf🔥

Selamat membaca, semoga suka Aamiin.

🎵Andai kau datang kembali - Michella Thea🎵

44. DUKA DAN PUTUS ASA

Mungkin, hal-hal yang terlanjur di buang dan tak pernah dijadikan pilihan, harus benar-benar di relakan ketika tahu bahwa keputusan tidak perlu berbicara dua kali.
-Angkasa Naufal Merapi
...

Berita meninggalnya Mama Angkasa dan putusnya cowok itu dengan Analisa Elara, dengan cepatnya tersebar luas di seluruh anak-anak SMA ANDROMEDA, kabar ini menggemparkan semua siswa, kaget, tidak percaya.

Grup Angkatan sejak tadi ramai dengan ucapan belasungkawa, walaupun Angkasa terkenal berandalan tetapi rasa care siswa-siswi padanya sangat besar, bahkan hari ini beberapa siswa sudah berencana untuk datang ke kediaman cowok itu.

Aurora menatap pilu pesan yang berisi kabar pilu itu, sejak tadi ia hanya bergeming dengan pikirannya sendiri. Tidak menyangka, Mama Angkasa akan pergi dengan sangat cepat, padahal baru kemarin cowok itu berbagi cerita tentangnya.

"Gue perlu ketemu Angkasa nggak ya?" monolog Aurora pada dirinya sendiri.

Sejak tadi perempuan berbanda biru itu membuat pertimbangan sendiri, di sisi lain ia takut jika ada di sana dan Angkasa malah tidak membutuhkan kehadirannya, tetapi ia juga tidak tega jika membiarkan cowok itu sendirian. Bagaimanapun Aurora pernah berada di posisi cowok itu, dan memang tidak ada yang baik-baik saja dengan kehilangan.

Handphone Aurora bergetar, Vana.

"Halo?"

"Ra, lo udah tahu kan?" tanya Vana tanpa basa-basi di seberang sana.

"Sudah," balas Aurora.

"Lo mau ke sana nggak, Ra? Anak Satrova udah di sana semua," tanya Vana.

Aurora menggigit bibir bawahnya, bingung. Antara pergi atau tidak.

"Kalau lo ragu, mending lo pergi aja. Bisa aja kan dengan kehadiran lo, dia lebih kuat," kata Vana.

Tetapi Aurora siapa? Ia bukan siapa-siapa. Dan Angkasa pernah bilang, ada atau tidaknya dirinya tidak ada pengaruhnya bukan?

Lagipula ia sudah menolak cowok itu dengan begitu sinis kemarin sore, Aurora tidak enak jika harus bertemu dengan Angkasa dalam kondisi seperti ini.

"Ra?" panggil Vana.

"Gue nggak usah datang, Va," ujar Aurora.

"Masa lo nggak mau datang, Ra? Angkasa sedang berduka, dan masa lo biarin dia sendirian?"

Vana benar, tapi ... kedatangannya tidak di butuhkan. Aurora memang siapa?

"Angkasa udah ngorbanin banyak hal buat lo, dan lo masa nggak mau ngorbanin waktu lo sedikit buat dia?"

Ucapan Vana berhasil menampar ego Aurora saat itu juga.

"Kalau lo mau, gue jemput, gue bawa mobil," kata Vana lagi.

Tanpa pertimbangan lagi, Aurora mengangguk. Ia harus memanusiakan manusia, lagipula ia dan Angkasa pernah dekat 'kan.

"Iya gue mau."

"Oke, lo siap-apa ya, Ra," ucap Vana sebelum akhirnya mematikan sambungan telfon secara sepihak.

Sebelum mengganti pakaiannya Aurora kembali merenung sendirian, ingatannya kembali berputar ke saat dimana ia dan Angkasa berdiri di depan ruangan rawat Mama cowok itu. Angkasa memang bukan cowok yang gampang di tebak, tetapi dari matanya, Aurora bisa tahu kalau ada harapan yang besar dalam hati cowok itu utuk melihat Mamanya sembuh, walaupun Angkasa selalu merasa di anak tirikan oleh kasih sayang Mamanya sendiri.

DIA ANGKASA Where stories live. Discover now