Extra Part 1

3.2K 265 81
                                    

-Happy birthday to me.
21 Oktober 2020.
Ada yang mau kasih wish buatku? Komen aja, hehe.


Happy 43,7K pembaca dan 4K vote!
Aku nangis, terharu banget. Doain semoga cerita ini bisa sampai banyak pembaca, ya! Jangan segan-segan juga untuk promosiin.💜

5 bulan kemudian ....

Seorang wanita paruh baya bernapas tidak teratur. Genggaman tangannya pada sang suami semakin mengerat. Bukan kali pertama, tetapi tetap saja mendebar-debarkan hati.

Ya, tadi pagi Feli sudah merasakan kontraksi pada perutnya. Sudah bolak-balik cek ke rumah sakit untuk mengetahui perkembangan janinnya di dalam sana. Katanya, sudah pembukaan 1.

Feli juga merasakan mual yang sangat hebat juga nyeri yang menyerang perutnya. Revan berkali-kali mengusap perut Feli agar wanita itu terasa mendingan. Namun, saat menjelang sore ketuban Feli pecah. Alhasil, dibawa ke rumah sakit dengan segera.

Teriakan-teriakan ia lontarkan agar mendorong sang bayi keluar dari rahim. Peluhnya membanjiri sekujur wajah, rambutnya berantakan dan sudah tidak berbentuk. Persetan, yang dipikirkan sekarang adalah keselamatan calon bayinya.

"Kamu kuat, Sayang." Revan tak henti-hentinya memberi semangat kepada sang Istri. Lelaki itu setia menemani Feli dan selalu berada di sampingnya.

Feli mengatur napasnya yang tidak teratur, ia mulai melemas.

"Mas ...." Feli meracau.

"Ayo, Bu. Tarik napas ...." Dokter berjenis kelamin perempuan itu memberi arahan kepada Feli.

Feli mengikuti perintah, ia menarik napasnya dalam-dalam.

"Buang," imbuh Dokter itu lagi. Lagi-lagi Feli menurut.

"Ayo, Bu. Sekarang dorong," pinta sang Dokter. Ia memegangi kedua kaki Feli yang sudah berposisi mengangkang. Seorang suster pun membantu mengelap keringat Dokter itu.

Feli kembali mengatur napas, genggamannya kepada Revan semakin mengerat. Tak selang lama, ia berteriak, "Aaaaaaa!" Feli berusaha mendorong lebih kuat.

"Ayo, Sayang. Kamu kuat, kamu pasti bisa," ujar Revan. Ia menyelipkan rambut Feli yang menutupi wajah. Sesekali ia mencium kening wanita itu.

"Kepalanya sudah mulai keliatan, Bu. Lebih kuat lagi." Dokter itu terus memberi arahan kepada Feli.

"Aaaa!" Feli mengatur napasnya yang berderu tak karuan. "Aaaa!" Ia kembali mendorong tak kalah kuat dari sebelumnya.

Akhirnya, tangisan bayi pun terdengar. Bersamaan dengan itu, Feli hilang kendali, pandangannya membuyar dan ... gelap. Wanita itu pingsan. Revan gelagapan, satu sisi ia bahagia sang bayi sudah lahir, satu sisi pula ia khawatir dengan keadaan istrinya yang tidak baik-baik saja.

"Bayinya perempuan, Pak," kata Dokter itu. Revan merekahkan senyumnya, ia bersyukur akhirnya proses persalinan selesai. Namun, ia terlupa akan kondisi sang istri. Raut wajahnya kembali berubah panik.

"Suster, tolong bersihkan bayinya," pinta Dokter itu sambil menyerahkan seorang bayi kecil kepada sang Suster.

"Baik, Dok." Suster itu menerima kemudian menyeret langkah menuju kamar mandi untuk membersihkan bayi yang baru lahir tersebut.

"Bagaimana dengan istri saya, Dok?!" Revan bersungut-sungut. Ia sangat cemas, sungguh. Rautnya pun masam.

"Bapak silahkan keluar, Bu Feli mengalami pendarahan. Saya akan tangani," ucap Dokter itu.

Revan menghela napasnya berat. Ia tidak bisa pasrah, mau tak mau harus menurut. Ia kemudian melangkah keluar dari ruangan persalinan. Di sana, ia menemukan Reval dan juga Exel yang duduk bersebelahan.

REVALESTA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang