9

3.3K 336 27
                                    

Bantu cari typo, yuk!

Di sudut pojokan kelas, Allesta bersama Tara dan Nesa sedang ngerumpi ria memperbincangkan gosip hangat baru-baru ini.

"Demi apa, Al?!"

"Muka gue keliatan becanda, gitu?" Allesta membuang mukanya gusar. Berbincang dengan Nesa hanya melelahkan dirinya saja.

Tara menoyor kepala Nesa agar otaknya kembali normal. Ralat, otak seorang Nesa tidak pernah normal. Tara mencoba mencairkan suasana.

"Gue kemaren juga liat sih, Al. Tapi gak yakin kalo itu bener-bener Bisma," ucap Tara. Ia mencoba memposisikan duduknya yang agak kurang nyaman.

"Penglihatan gue gak mungkin rusak lah, gue paham bener motornya si Bisma."

Sedangkan Nesa mengernyitkan dahinya bingung. Ia tak paham dengan pembicaraan kedua sahabatnya itu. Percuma juga jika dijelaskan, gadis itu tetap akan menjawab "enggak tau". Memang ngeselin.

"Yaudah lah, Al. Ikhlasin aja. Manusia cem kadal begitu biarin aja berkeliaran," sinis Tara jengkel.

Ia sudah terlanjur kesal pada Bisma. Bisa-bisanya semudah itu ia melupakan Allesta. Dulu saja, ia mengejar Allesta tanpa henti. Sekarang, seenak hatinya mencari gadis lain.

"Lo bener, Tar. Tapi gue bakalan bales dendam." Allesta mengepalkan tangan nya dan menampilkan senyuman smirknya.

"Astaghfirullah, Al. Lo nggak boleh bales dendam gitu. Kata Mommy gue nggak baik," tutur Nesa. Oke, mereka hargai ucapan Nesa kali ini. Namun, itu tak akan menghalangi rencana Allesta untuk membalaskan dendam nya pada Bisma.

"Diem lo anakan curut," sergah Tara menutup mulut Nesa. Rasanya ingin mendepak bocah ini ke sungai Amazon.

Nesa melepaskan tangan Tara dari mulutnya, ia mengusap-usap mulutnya yang rasanya telah terkontaminasi oleh tangan Tara yang bau jengkol.

"Ih, Tar! Lo abis makan jengkol lagi ya?!" bentak Nesa yang serasa ingin muntah. Nesa sangat anti dengan bau jengkol. Tapi kalau pete? Gadis ini maju paling depan!

Tara sontak mencium mulutnya. "Hehe iya. Abisnya paman gue dari kampung bawa banyak banget. Lumayan."

"Taraa!"

•••

Bel masuk sudah berbunyi 20 menit lalu. Saat ini, kelas 11 IPA 6 melaksanakan ulangan mingguan. Seperti biasa, siapa lagi kalau bukan Pak Yono—sang guru killer yang memimpin ulangan itu.

Cowok bernama Denial Falentino ini memang benar-benar beruntung. Ia duduk di kursi dekat dengan kursi Reval sang kalkulator kelas. Jika ia tidak tahu jawabannya? Tinggal bisik-bisik tetangga saja jawaban loncat ke kertas ulangannya. Canggih, bukan?

"Shut, shut." Iden melirik lirik Reval dan menghentak-hentakan kakinya sebagai kode untuk Reval.

Reval sengaja menulikan pendengarannya. Dari soal 1 sampai 20, ini adalah pertanyaan ke-19 Iden pada Reval. Dasar tidak tahu diri! Dikasih jantung minta ginjal.

"Pal! Sshht, shht, Repal." Iden terus saja memanggil-manggil nama Reval tanpa kenal lelah.

Pak Yono berjalan mengawasi murid-murid agar tidak menyontek saat jam ulangan. Namun, hal itu tak berlaku pada Iden. Iden terus saja mengerecoki Reval untuk memberi jawaban kepadanya.

REVALESTA (END)Where stories live. Discover now