7

3.5K 355 23
                                    

Bantu cari typo, yuk!
Happy reading 🎉

Pagi ini disambut dengan kicauan burung-burung yang bertengger di pohon-pohon rindang. Dengan langit yang masih keadaan gelap dan dihiasi sedikit awan yang bertaburan disana.

Pukul 06.30 Allesta sedang bercermin di depan kaca seraya merapikan rambutnya. Ia menguncir kuda rambut hitam dan lurus itu, memoleskan sedikit bedak ke wajahnya dan tak lupa lipbalm di bibirnya dan satu lagi, menyemprotkan parfum berbau vanilla kesukaannya. Oke, perfect!

Ia menenteng tas serta sepatunya yang belum ia kenakan. Allesta menuruni tangga dan menghampiri Yesi di ruang makan.

"Papa udah berangkat, Ma?" tanya Allesta sambil mencomot ayam goreng yang berada di atas meja.

Yesi mengangguk, "Iya, katanya ada meeting pagi-pagi."

Allesta hanya manggut-manggut mengerti lalu ia segera melahap sarapan nya pagi ini.

Setelah selesai ia berpamitan untuk berangkat. Allesta membuka ponsel nya lalu mengetikkan sesuatu disana. Ia memesan taksi online untuk menuju sekolah nya. Allesta sempat meminta dibelikan mobil pada Jefan—papanya. Namun, Jefan tak memberikannya dengan alasan Allesta belum genap 17 tahun. Bilang aja pelit, pikir Allesta.

Setelah taksi sampai, Allesta segera berangkat menuju sekolahnya. Ia bisa dibilang murid dengan otak yang tidak pintar. Allesta hanya hamparan siswi yang tugasnya hanya berangkat sekolah. Masalah tugas, ia bisa mengandalkan Tara—satu-satunya sahabat yang pintar.

Allesta sampai di depan sekolahnya, ia melihat ke arah jam di pergelangan tangannya menunjukan pukul 06.58, dua  menit lagi bel. Oke, ia harus berlari sekarang.

Kelas Allesta berada di lantai dua, ia harus menaiki tangga yang lumayan membuat kaki bisa hampir copot kalau berlari. Dilihatnya, memang masih banyak siswa-siswi yang berjalan dengan sangat santai. Apa ia tak takut hukuman? Allesta enggan memikirkan itu.

Ia berlari sekencang mungkin, ia menaiki tangga dengan nafas yang tersengal-sengal. Saat satu langkah menjamah tangga itu, ia terpeleset dan hampir saja jatuh.

"Ehhh." Lelaki dengan paras tampan dan berbadan tinggi itu menangkap tubuh Allesta dengan sigap.

"Hati-hati dong, Al."

Allesta segera melepaskan acara tangkap menangkap tubuh itu, lalu ia melanjutkan larinya menuju kelas. Sebelum itu, ia berteriak.

"THANKS YA, BISMA! GUE BURU-BURU!"

Bisma menatap kepergian Allesta sampai bahunya tak lagi terlihat. "Maafin aku, Al."

•••

"Tuh babu lo kemana sih, Pal?!"

Reval mengangkat bahunya tak acuh. "Mana gue tau," ucapnya santai.

Kelvin memutar bolanya malas, jelas saja Iden mencari Cica agar ia ditraktir hari ini. Kalau temenan sama Reval mah, jelas saja kecipratan apa-apanya.

"Halah, bilang aja lo mau ditraktir," pungkas Zrey menoyor kepala Iden.

Iden hanya menampilkan senyuman yang sangat tulus, saking tulusnya membuat mereka bertiga pengen lempar ke kandang buaya bersama teman-temannya.

REVALESTA (END)Where stories live. Discover now