11

3.2K 377 15
                                    


Seneng banget ada yang antusias sama cerita ini. Jgn jd sider, plis.

Reval pagi-pagi sudah siap, ia akan menjemput kekasihnya yang kedua. Entah, ia masih bingung untuk memutuskan hubungan dengan Cica atau tidak. Sayang kalau putus, nanti tidak ada yang dijadikan babu lagi oleh Reval.

Sebenarnya, Reval juga saat ini tidak ada perasaan apa-apa kepada Allesta. Baginya, ia hanya bersenang-senang saja. Toh, ia sudah dicap playboy pentolan sekolah. Beruntungnya, fisik Reval menolong.

"Nggak sarapan dulu, Reval?" tanya Feli sambil memakaikan Revan dasi.

Reval menggeleng. "Nggak deh, Mi. Nanti mata Reval tercemari melihat kejadian seperti itu." Reval menunjuk ke arah Feli dan Revan. Ya, mereka memang masih sangat mesra.

"Hust! Anak kecil nggak boleh begitu," tegur Revan diakhiri kekehan.

Sedangkan Exel berlagak tidak perduli. Padahal dalam hatinya, ia akan meminta Laras untuk melakukan apa yang Maminya lakukan pada Papinya-jika Laras mau.

"Yang anak kecil tuh dia! Si anak Bagong!" bentak Reval tidak berdosa. Ia mencomot roti yang berada di atas meja lalu melangkah meninggalkan keluarga yang sedang menikmati sarapan itu.

Exel mendengkus. Dalam hatinya tidak berhenti mengumpati Abangnya yang meminta dibogem. Pulang sekolah nanti, ia janji akan mengerjai Reval. Tunggu saja.

Reval menjalankan motornya menuju rumah Allesta. Sudah tidak ragu ataupun gugup. Sudah sekian kali Reval datang kerumah pacarnya. Hasilnya, ya sama saja. Tidak ada yang beda. Yang ada Ibu dari pacarnya yang kepincut dengan Reval.

"Seperti mati lampu ya sayang ... seperti mati lampu .... Cintaku tanpamu ya sayang ... ya jelas cari yang baru ...." Reval bersenandung ria sembari menjalankan motornya.

Di tengah perjalanan, Reval mengerem mendadak motornya. Ia terlupa akan sesuatu. "Eh, rumahnya Vyo yang mana, anjir," umpat Reval. Ia benar-benar tidak ingat.

Reval menatap dua rumah dengan nomor 11 dan nomor 12. Ia menggaruk kepala bagian belakangnya tidak gatal-bingung. Dahinya pun mengernyit.

"Nomor sebelas apa dua belas ya," gumamnya.

"Arghhh, gara-gara Vyo gak ijinin gue masuk ke rumahnya, sih. Gue kan lupa. Mana pagernya sama lagi."

Reval tengak-tengok melihat lalu lintas jalan. Di sini terlihat sepi, hanya ada beberapa kendaraan saja yang melaju.

"Kayaknya nomor sebelas deh. Iya, nomor sebelas. Reval yang ganteng dan pinter ini nggak mungkin salah," ucapnya semangat. Ia menjalankan motornya dan menepikan di depan rumah nomor 11.

Reval menekan bel yang berada didekat gerbang guna si pemiliknya keluar dari rumah. Tubuhnya ia sandarkan di badan motor sport itu-sembari menunggu gerbang terbuka.

Gerbang dibuka melihatkan satpam di sana. Matanya terlihat menatap Reval bingung. Perasaan Reval mulai tidak enak.

"Hmm, Pak. Panggilin Vyo dong!" pinta Reval.

Satpam itu berkerut dahi, ia bertanya, "Mas ini siapa, ya?"

"Saya pacarnya Vyo, Pak!" seru Reval dengan berbinar.

Pak Satpam nampak kaget, mana mungkin Vyo punya pacar. "Mas nya serius pacarnya Vyo?" tanyanya heran. Ia sekali lagi ingin memastikan.

Reval mengangguk semangat. Matanya berbinar, Vyo pasti cantik hari ini. Sayang, cuma tepos aja.

REVALESTA (END)Where stories live. Discover now