24

2.1K 240 26
                                    

Gadis itu berdecak sebal. Pasalnya, sedari tadi ia berkali-kali menelpon seseorang namun tak kunjung mendapatkan jawaban. Raut wajahnya masam dan kecewa.

Sudah enam kali ia menghubunginya, namun selalu ditolak. Ia menghela napas dan mengusap dadanya. Sebenarnya ia salah apa?

Allesta tidak bisa menunggu lagi, pikirannya kacau dan ke mana-mana. Sekarang, ia harus bergegas menemui cowok itu. Allesta butuh penjelasan.

Ia bangkit dari duduknya, membuka lemari untuk mencari baju yang akan ia kenakan. Pilihannya jatuh pada kaos berwarna biru selengan dan celana bahan selutut.

Setelah selesai ia kenakan, Allesta menaburkan sedikit bedak di wajahnya, mengenakan lip balm juga suncare.

Ia mengambil tas yang berada di atas meja, lalu keluar dari kamarnya. Menuruni tangga dan melihat sang Mama duduk di sofa sambil bermain ponsel.

"Mam, Allesta izin pergi," pamitnya langsung menyalami Yesi.

"Eh, eh, mau kemana?"

"Ada urusan, Mam." Allesta berucap sambil berlari.

Yesi geleng-geleng kepala melihat tingkah anaknya itu. Ia kembali fokus dengan ponselnya.

Allesta masuk ke dalam taksi. Ia mencoba untuk tenang dan bersikap biasa saja. Ia tidak boleh lemah kala nanti cowok itu akan membentaknya.

"Mau kemana, mbak?" tanya sopir taksi itu.

"Jalan delima, Pak."

Untungnya, Allesta sudah menanyakan dimana rumah Reval berada. Ia bertanya pada Zrey, sepupunya.

Setelah beberapa lama, akhirnya Allesta sampai di depan rumah Reval. Ia membayar kepada supir taksi itu lalu membuka pintunya.

Allesta menghembuskan napasnya. Ia harus berani. Allesta melangkah masuk ke halaman rumah Reval. Celingak-celinguk melihat dimana ada orang disana.

"Mau nyari siapa, Mbak?"

Allesta menoleh, ia melihat satpam berada di dekatnya. "Mau ketemu Reval, Pak. Ada, kan?"

Satpam itu mengangguk. "Ada den Revalnya, masuk aja, Mbaknya."

"Makasih." Allesta berjalan masuk menuju rumah itu.

Allesta mengetuk pintu itu berkali-kali. Setelah ketukan kelima, seorang cowok tinggi tegap membuka pintunya.

Ia kaget. "Lo--"

Allesta tersenyum kaku.

Reval keluar dari rumah dan menutup pintunya. "Ngapain lo disini?!"

"Gue telpon lo, tapi lo reject terus. Gue mau ngomong penting, Val."

"Ck, apaan sih. Gue sibuk," ucapnya ketus.

"Please, Val. Nggak usah bikin tanda tanya, gue bener-bener nggak tau. Tolong jelasin."

Reval malas. Lagi-lagi hal ini yang dibahas. Rasanya, ia sudah muak dengan topik ini. Tak bisa kah ia mencari jawabannya sendiri?

REVALESTA (END)Where stories live. Discover now