35

2.1K 225 27
                                    

Allesta membuka pintu, dan terlihat seorang laki-laki berdiri tegak di depannya. Dengan setelan kaos berwarna hitam serta celana jeans pendek selutut.

Allesta terkejut. Mengapa ia datang pagi-pagi sekali? Sepertinya ... mereka juga tidak membuat janji. Apa Allesta lupa?

"Ngapain kesini, Li?" tanya Allesta heran.

Lian nyengir. "Pengen aja," sahut Lian santai. Ia sedikit melongok ke dalam, ia seperti melihat cowok duduk di sofa sendirian. Sedang menatapnya.

"Gila lo, ya! Ini masih pagi, kali," cibir Allesta.

"Oh, ya? Terus, dia ngapain?" Lian menunjuk Reval dengan jarinya. Allesta mengikuti kemana arah tunjuk Lian, hingga tertuju pada Reval.

"Bukannya ... lo udah putus sama dia?"

"Hm, ceritanya panjang. Ribet kalo dijelasin," ujar Allesta malas. Lalu, ia mempersilakan Lian masuk ke dalam rumahnya.

Ia ikut duduk, di sofa tepat berjejer dengan Reval. Dengan malas, Reval menjauhkan tubuhnya, tidak sudi dekat-dekat dengan cowok semacam Lian.

"Ganggu banget idup lo," cibir Reval. Menatap Lian jengah, wajahnya memasang ingin muntah.

"Suka-suka gue dong. Lo siapanya Allesta? Mantan doang belagu," kata Lian mencibir. Menohok, sampai di hati Reval. Memang minta dijampi-jampi si Lian ini.

"Terus, lo siapa? Orang asing sok keras." Reval tidak mau kalah, ia membalas perkataan Lian yang menohok itu. Ingin adu mulut? Siapa takut. Mau bawa satu RT juga Reval jabanin.

"Gue? Em ... masa depan Allesta, iya 'nggak, Al?" Lian menaik-turunkan alisnya. Menggoda.

Allesta menatap Reval dan Lian secara bergantian. Jika boleh memihak, ia akan berada di pihak Lian. Jelas saja! Malas sekali jika harus dengan Reval yang sudah membuat hatinya teriris-iris.

Lebay.

Tidak peduli dikata apa. Memang benar adanya.

"Lo berdua bisa diem, 'nggak? Pening pala gue." Allesta mendesah, ia memegangi kepalanya. Melihat dua manusia berdebat ini, rasanya ingin menendangnya jauh ke sungai Ciliwung.

Reval langsung kicep, begitupun Lian. Tidak ada yang bersuara, sampai akhirnya Allesta bangkit dari duduk. Ia berkacak pinggang.

"Lo berdua ... bantuin gue masak. 'Nggak ada protes," putus Allesta final.

Reval dan Lian saling pandang, kemudian seksama membuang wajahnya ke arah lain. Lalu, mengikuti Allesta dari belakang menuju dapur. Walaupun, di sela-sela perjalanan selalu berantem. Entah itu saling menginjak kaki, atau saling senggol-menyenggol.

Allesta berpikir, sepertinya masak nasi goreng enak juga. Pagi-pagi begini disuguhi sesuatu yang hangat. Pas. Sigap ia mengambil wajan, lalu meletakkannya di atas kompor.

Berbalik arah, menghadap Reval dan Lian. Dua cowok itu sedang ribut. Saling melotor dan memasang wajah seram.

"Ribut lagi gue siram pake minyak panas lo berdua." Allesta mengancam. Keduanya kicep. Pasrah saja, menahan untuk tidak saling menghujat.

REVALESTA (END)Where stories live. Discover now