46

2.2K 215 23
                                    

Saat ini, Allesta bersenda gurau dengan Jefan dan Yesi. Allesta sangat rindu momen-momen seperti ini. Bukan tidak pernah, tapi jarang. Terkadang, mereka sibuk dengan pekerjaannya. Tapi, Allesta maklum.

Allesta berada di tengah-tengah Jefan dan Yesi. Sudah seperti anak kecil saja, mungkin terlalu rindu. Yesi terkekeh saja saat Allesta tiba-tiba duduk di tengah-tengah ia dan suaminya.

"Jarang-jarang ya, Ma, kayak gini." Allesta berujar lirih. Ia memain-mainkan perut Yesi yang sedikit terbuka.

"Alhamdulillah masalah kerjaan udah beres, Al. Kita bisa kumpul lagi kayak gini," sahut Yesi sambil mengusap-usap rambut anaknya.

"Sebenernya ... ada apa sih, Pa, Ma? Waktu itu Allesta lihat, Papa sama Mama keliatan panik banget dan buru-buru," kata Allesta heran.

Jefan menghembuskan napas kasar. "Perusahaan Papa sempat drop, Al. Tapi sekarang udah mulai naik," jawab Jefan seadanya. Menurutnya, Allesta harus tau perihal ini.

"Jadi, perusahaan Papa waktu itu lagi nggak baik?! Kenapa nggak cerita sama Allesta dari kemarin-kemarin." Allesta kesal dan bersungut-sungut.

Jefan terkekeh-kekeh dan mencium pipi Allesta sayang. "Papa nggak pengin bikin anak Papa yang cantik kepikiran. Kan Papa kerja keras lagi buat balikin perusahaan," bangga Jefan pada Allesta.

Allesta tersenyum hangat menanggapi pertanyaan Papa-nya. Gadis itu benar-benar tidak menyangka jika ujian itu menerpa sang Ayah. Allesta hanya tahu orang tuanya sibuk, tidak sampai sejauh itu.

"Aku sempet mikir, kalo Papa itu nggak sayang sama Allesta. Soalnya sibuk terus dan jarang ada waktu," kata Allesta, gadis itu mulai mengeluarkan uneg-unegnya.

"Kamu mikir begitu karena nggak tau yang sebenernya, ya, kan? Papa sebenarnya juga sedih, Al. Tapi Allah sayang sama kita, Allah kembaliin lagi setelah diambil." Jefan berujar manis.

Yesi mengangguk. "Iya, Al. Kita harus bersyukur. Apalagi om Revan banyak ngebantu Papa sama Mama," imbuh Yesi.

"Iya, Mam!" seru Allesta, gadis itu memeluk Yesi dan Jefan secara bersamaan dengan kedua tangannya.

Allesta sangat bersyukur, ia memiliki dua pahlawan di hidupnya. Tidak ada yang lebih berharga dari orang tua. Kasih sayang, perhatian, dan juga ocehan-ocehan mereka sungguh memiliki makna tersendiri bagi Allesta.

•••

Di lain tempat, dua orang paruh baya keluar dari mobil berwarna hitam mengkilap itu. Wanita itu memakai syall berbahan rajut dan juga dress panjang. Malam ini sangat dingin.

Dua paruh baya itu mengetuk pintu rumah bernuansa alam. Banyak tanaman hijau dan juga bunga-bunga cantik. Di depan rumah juga terdapat kolam ikan hias yang menggugah selera siapapun yang datang ke rumah itu.

Seorang membuka pintu dan terkejut. Ia membalikkan badannya dan menutup pintu kembali. Namun, tidak kesampaian karena lelaki paruh baya itu menahannya.

"Ada perlu apa Anda kemari? Bukannya ini bukan habitat Anda?" sinis Kelvin.

"Kelvin, ini Ayah sama Bunda pulang loh. Mau nemuin kamu," kata laki-laki yang bernama Ramdan itu.

"Untuk apa kalian berdua pulang? Lebih baik nggak usah!" bentak Kelvin bersungut-sungut. Cowok itu menepis tangan Ramdan yang memegang lengannya.

"Kelvin, Bunda kangen sama kamu. Ayah sama Bunda kebetulan ada cuti, makanya pulang ke sini," ujar Selfi memberitahu.

"Kangen? Lalu, di mana kalian saat saya koma di rumah sakit? Di mana kalian saat saya butuh, saat saya terpuruk saat saya merasa kehilangan dan nggak punya siapa-siapa?! Siapa, hah?!" Kelvin sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi. Ia meluapkannya dengan berapi-api.

REVALESTA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang