25

2.4K 245 19
                                    

Setelah dari taman tadi, Reval dan Allesta kembali ke rumah. Mengambil mobil, lalu mengantarkan Allesta pulang. Namun, sedari tadi Allesta merengek tidak ingin kembali ke rumah.

Lagian, hari juga belum terlalu sore. Jadi, mereka berdua berencana untuk jalan-jalan terlebih dahulu.

Selama berada di dalam mobil, Allesta banyak diam. Ia merasa canggung kala ingin berbicara pada Reval. Ia rasa, cowok itu belum sepenuhnya memaafkan dirinya.

Reval melirik Allesta. Dilihatnya gadis itu sedari tadi diam. Apa ia masih merasa sakit hati karena ucapannya tadi. Lagi pula, dirinya sudah meminta maaf.

Sama-sama diam, akhirnya Reval membuka suaranya. Yakali, dia kan cowok. Harus ngalah.

"Mau ke mana?"

Allesta awalnya diam. Namun, Reval berdehem-dehem. "Terserah."

Reval memutar bola matanya malas. "Ck. Setiap gue jalan sama cewek, ditanya kemana pasti jawabnya terserah. Bosen gue, yang lain kek." Ia berdecak kesal.

Allesta terkekeh. Memang, kata "terserah" menjadi andalan para cewek-cewek. Benar tidak?

"Kalo makan dulu, gimana? Gue laper," ucapnya seraya memegangi perut.

Reval mengangguk. "Gaskeunn, bos."

Allesta tertawa. Untungnya mereka tidak terjebak dalam kecanggungan lagi. Sekarang, Allesta harus bisa memahami hatinya. Ternyata, selama ini ia tidak menyadari perasaannya. Atau, Reval yang tidak menyadarkannya pada Allesta?

"Yuk, turun," ajak Reval.

Allesta menurut, ia keluar dari mobil dan mengikuti kemana Reval melangkah. Mereka berdua masuk ke dalam rumah makan yang terbilang lumayan besar. Dari awal kenal hingga sekarang, Allesta heran. Reval tidak pernah membawanya ke cafe. Tapi, ia tidak terlalu memikirkannya.

Reval dan Allesta menduduki meja bagian pojok. Rumah makan itu terlihat sedang sepi.

"Gimana kalo kita pesen makanan yang pertama kali kita makan, waktu awal kenalan?" tawar Reval seraya terkekeh.

Allesta pun ikut tertawa kecil. Ia tiba-tiba teringat bagaimana awal mereka berpacaran tanpa mengetahui nama masing-masing. Sangat unik.

Allesta mengangguk saja. Lagipula, ayam bakar adalah salah satu makanan favoritnya. Reval segera bangkit dan memesan dua porsi ayam bakar untuknya dan Allesta. Lalu ia kembali lagi.

Allesta membuka ponselnya yang berbunyi, Allesta mengernyit kala melihat siapa yang menelponnya.

"Siapa? Kok, kaget gitu," tanya Reval.

Allesta menggeleng. "Bukan siapa-siapa."

Reval menghela napasnya. Rasanya, ingin sekali mengetahui siapa yang menelpon kekasihnya. Tapi, ia urungkan. Menurutnya, akan terlibat mengekang jika ia bertanya-tanya berlebihan.

Allesta tidak menjawab panggilan itu. Ia mematikan ponselnya dan memasukan ke dalam tasnya.

"Kok di matiin, kalo penting angkat aja kali," ujarnya sambil mengedikkan bahu.

REVALESTA (END)Where stories live. Discover now