29

2.1K 216 17
                                    

Bagi Reval, satu sahabatnya terluka, maka dia pun akan merasakan hal yang sama. Itu yang ia rasakan sekarang, melihat kondisi Kelvin yang masih tetap seperti hari-hari sebelumnya, terbaring koma.

Iden dan Zrey juga ikut mendoakan sahabatnya itu. Dengan senang hati mereka menunggu dan menemani Kelvin di rumah sakit. Bahkan, Reval saja belum pulang ke rumah dari tiga hari yang lalu. Ia sudah izin pada Revan dan Feli bahwa akan menemani Kelvin yang sedang sakit.

"Ayo, dong, Vin. Betah banget lo tidur gini, seberapa lelahnya sih, lo," ucap Reval bermonolog.

Di antara ketiganya, Reval memang terlihat sangat sedih dengan kondisi Kelvin sekarang. Bahkan, orang tuanya pun tidak peduli pada Kelvin. Kemarin sempat bisa di telepon, tetapi beliau mengatakan bahwa masih sibuk dan tidak ada waktu. Jelas saja Reval emosi saat itu juga. Untungnya, Zrey segera menenangkan.

Kini, pikirannya berkalut tentang apa yang diucapkan Iden kemarin. Sebenarnya, ia juga tidak percaya. Namun benar kata Iden, itu masuk logika. Dari kejadian sebelum-sebelumnya, memang bisa disimpulkan.

Pertemuannya dengan Allesta pun tidak menghasilkan apa-apa. Gadis itu juga nampak bingung dan sepertinya ia benar-benar tidak terlibat tentang kasus ini.

Sebenarnya, beberapa hari yang lalu Reval sudah ingin bertindak tentang kejadian yang menimpa Kelvin ini. Tapi, selalu saja dicegah oleh Zrey, dengan alasan ini bukan waktu yang tepat. Jika sedang mendesak, Reval terkesan grusa-grusu dan tidak berpikir bijak.

Sampai sekarang, ia hanya memendam rasa emosinya yang kadang-kadang memuncak secara otomatis. Untungnya, Zrey dan Iden sangat mengerti bagaimana sifat Reval, mereka selalu membuatnya tenang. Seolah keadaan baik-baik saja.

Zrey menepuk pundak Reval pelan, membuyarkan lamunannya. Sang empu langsung menoleh lemah.

"Tangan Kelvin gerak, Val," ucap Zrey berbinar. Ia menunjuk ke arah tangan Kelvin yang sedang di infus itu.

Reval langsung melihat ke arah tunjuk jari Zrey, dan benar saja, jari jemarinya memang bergerak walau pelan. Ia terus berdoa, agar Kelvin benar-benar sadar dari koma.

"Lanjutin, Vin. Lo harus bisa keluar dari zona koma lo," ujar Iden sembari mengusap punggung Reval sendu.

Jemari Kelvin sedikit demi sedikit bergeser dan menunjukkan tanda-tanda ia akan segera sadar. Perlahan, matanya terbuka.

"Gue ... pusing." Akhirnya, setelah menunggu tiga hari lamanya, Kelvin kini benar-benar lepas dari koma.

Suaranya yang sudah lama tidak terdengar, kini kembali walaupun dengan nada yang lirih. Penantian Reval dan teman-temannya kini terjawab.

"Mananya yang sakit? Bilang sama gue," ucap Reval panik. Ia mendekat ke arah Kelvin.

Kelvin menggeleng pelan. "Nggak ada, cuma pusing dikit," lirihnya sambil tersenyum menampilkan deretan gigi putihnya.

Reval benar-benar bersyukur, doa-doa yang selama ini ia panjatkan akhirnya terkabul. Kelvin benar-benar lelaki yang kuat, tidak lemah dan tahan banting. Lihatlah, sehabis koma, dia malah cengar-cengir.

"Ayah bunda gue ... nggak ke sini?" tanya Kelvin sembari menyapu pandangannya ke seluruh isi ruangan bernuansa putih itu.

Tiga orang itu mendadak pandangannya menjadi sendu, apa yang harus mereka katakan? Jika harus jujur, itu akan melukai hati Kelvin. Namun, jika berbohong ... itu akan menjadi awal untuk kebohongan-kebohongan selanjutnya.

Reval menatap Zrey untuk meminta pendapat apa yang harus ia lakukan. Zrey mengangguk seakan mengiyakan. Maksudnya, Reval harus jujur tentang orang tua Kelvin.

REVALESTA (END)Where stories live. Discover now