12

3.1K 342 40
                                    

Sebelumnya, thank you banget buat kalian yang udah baca cerita ini.

Reval telah selesai makan malam di rumahnya bersama Papi, Mami dan adiknya—Exel. Seperti biasa, setelah makan malam pasti ada perbincangan yang kadang membuat darah naik dan emosi membludak.

"Reval, gimana sekolahmu?" tanya Revan mengambil tisu lalu mengelap mulutnya.

"Biasa aja, nggak ada yang spesial. Palingan bolos sebentar, abis itu dapet hukuman," kata Reval santai.

"Heh, kamu masih suka bolos-bolos?!" Feli memberi tatapan tajam kepada Reval.

"Loh, bibit aku kan unggul, Beb. Jelas aja sifatnya kayak aku dulu, lah." Revan membela, ia tersenyum bangga.

Reval tertawa terbahak-bahak. "Yang penting kan ganteng dan pinter, Mi. Ya nggak, Pi?" Reval menaikkan dua alisnya.

Revan mengangguk dan memposisikan tangannya didepan wajah Reval. Ingin mengajaknya bertos ria.

"Mi, Pi, Exel boleh bolos kayak Abang?" tanya Exel tiba-tiba.

Feli menggeleng-gelengkan kepala isyarat jangan. "Nggak! Kamu nggak boleh ikut-ikutan Papi sama Abangmu yang mblangsak," ujarnya memeluk dan melindungi Exel dari dua setan di depannya.

"Bagus itu, Xel. Nanti kamu sering-sering aja ajak Laras main-main. Petak umpet kek, lari-larian kek," ucapnya sengaja dikeraskan agar memancing Papi dan Maminya.

"Hah?! Exel, kamu ada apa sama Laras anaknya Om Farhan itu? Yang sultan nya naudzubillah. Tapi masih sultan Papi Revan sih," ucapnya sombong.

Exel melirik Reval sekilas, ia sedikit takut. "Anu, Exel sama Laras temenan, kok. Laras itu cantik tau, Pi. Exel suka." Exel mengangkat kakinya ke atas kursi tempat ia duduk.

Reval yang melihat langsung menendang kaki Exel untuk diturunkan. "Heh?! Kaki lo minta dipotong emang," cacinya.

Exel hanya menunjukkan cengiran khasnya. Dengan gigi ompong satu di gigi paling depan. Ia menurunkan kakinya lalu tangannya dilipat di atas meja.

"Xel, kamu temenan aja terus sama Laras. Nah, nanti Papi ajak Ayahnya Laras buat kerja sama. Terus kita jadi tambah sultan deh, Xel." Revan menepuk-nepuk kepala Exel manja.

Feli hanya menghela napas mendengar percakapan gila itu. Bisa-bisa, Exel akan tumbuh seperti Reval—bandel. Apalagi, sudah bahas mengarah ke pacar-pacar. Feli ingin menghilang saja dari bumi.

"Astaghfirullah, bojo karo anak kok podo wae." Feli menepuk jidatnya malas. Ya, Feli memang keturunan Jawa. Wajar saja, kadang ia masih menggunakan bahasa Jawa sehari-harinya.

"Harus bangga sama Exel, Beb. Diusia dini, Exel pinter cari temen cewek. Orang kaya lagi," pungkas Revan dengan tersenyum girang.

"Oh ya, Pi. Pacar aku nambah satu, nih. Janji lho, kalo Reval bisa dapetin lima pacar lagi Papi harus beliin Reval mobil keluaran terbaru." Reval yang sedang mencari-cari sisa daging di giginya pun ikut nyambung.

"Lailahailallah Reval. Dikira cewek itu mainan apa? Kamu jangan jadi fakboi kenapa, sih?" Feli lemas. Sepertinya nasihatnya ini tidak akan didengarkan oleh Reval.

"Hehe, Mami nggak ngerasain jadi jantan, sih. Punya pacar lima pacar itu surga dunia banget."

Exel membulatkan bibirnya.

"Aku juga mau punya pacar banyak, sepuluh malah. Biar lebih banyak dari Bang Epal!" seru Exel girang. Dasar bocah!

"Bagus, Exel. Nanti Papi beliin kamu sepuluh sepeda. Biar kalo berangkat sekolah bisa ganti-ganti sepedanya. Sultan banget, kan?"

REVALESTA (END)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt