[Season 2] 8: Airplane

40 11 15
                                    

"Ah.. akhirnya kita pulang juga..." Aku merentangkan kedua tanganku lebar-lebar sebelum memasuki pintu rumah. Kemudian memencet bel rumah.

Tak lama kemudian pintu terbuka, dan menampilkan sosok bibi Oh di balik pintu.

"Bibi Oh, aku rindu bibi..." Aku menghambur memeluknya.

"Ah, nyonya.. jangan seperti ini, saya merasa tidak nyaman."

"Tidak nyaman kenapa? Memangnya apa yang salah? Bibi kan keluargaku juga... Ya kan Jaebeom?"

"Iya.. itu benar bi, bibi bahkan sudah merawatku dari kecil." Jaebeom tersenyum lalu ikut memelukku dan bibi Oh.

Aku hanya tersenyum melihat bibi Oh yang terlihat senang. Sepertinya lain kali, aku dan Jaebeom harus lebih mendekati bibi Oh. Ia terlalu sibuk menyendiri dan tak suka mendekatiku atau Jaebeom karena menganggap dirinya disini hanya sebatas asisten rumah tangga. Padahal aku dan Jaebeom tidak menganggapnya seperti itu dan malah menganggapnya bagian dari keluarga.

"Tuan dan nyonya masuk dan ber-istirahatlah, biar saya yang membawa barang-barangnya."

"Tidak bi, biar kami yang membawa saja, ini cukup banyak dan berat." Ucap Jaebeom.

"Tak apa tuan, tuan dan nyonya pasti lelah."

"Kami sama sekali tidak lelah bi, jangan khawatir." Aku tersenyum lebar kearahnya, meskipun mengatakan yang sebaliknya. "Oh ya, kami membelikan sesuatu juga untuk bibi, aku akan menunjukkannya didalam."

Aku segera meraih beberapa barang bawaan dan memasuki rumah, begitupun Jaebeom dan bibi Oh yang membantu.

...

Aku sudah hampir tertidur di kasur kamar jika saja makhluk berwarna kecoklatan itu tidak melompat ketubuhku dan menduduki wajahku.

"Nora.. aku sangat lelah, tolong jangan ganggu aku." Aku menyingkirkan tubuhnya dan membaringkannya di sebelahku.

Aku benar-benar lelah, kemarin malam sebelum kami pulang, saat itu Jaebeom benar-benar menyiksaku. Ia tidak membiarkanku istirahat sama sekali, hingga kini semua tubuhku terasa sakit semua. Ia berbohong setiap mengatakan satu kali lagi dan yang terakhir, tapi ia terus melakukannya berkali-kali. Aku rasa kami baru tertidur jam 3 pagi, dan jam 6 kita harus segera check out mengejar jam penerbangan. Kepalaku pusing karena kurang tidur.

"Uhh.." Aku memiringkan tubuhku dan merangkul lengan Jaebeom, memejam menyembunyikan wajahku di lengannya sambil merengek.

"Sayang.. maaf ya.." Jaebeom yang sedang membaca buku, mengalihkan pandangnya kearahku dan mengelus kepalaku.

Aku hanya tetap merengek, hingga akhirnya ia menaruh bukunya dan memiringkan tubuhnya mendekapku.

"Apa sesakit itu? Jika iya, aku akan panggil dokter saja."

Bugh

Aku memukul dadanya kesal.

"Liar sekali kau semalam, aku kewalahan tau!"

Ia hanya terkekeh dengan sedikit rasa bersalah.

Drttt drttt

Jaebeom segera berbalik dan meraih ponselnya yang bergetar di atas nakas.

"Halo? Ya, ada apa?"

"....."

"Apa? Bagaimana bisa? Kenapa baru mengabariku sekarang?"

"....."

"Kirimkan saja sekretarisku untuk mengurusnya."

"....."

Tears & HurtsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang