[Season 2] 2: Bibidi babidi boo

39 9 10
                                    

Jaebeom's pov:
.
.
.
.
.

"Bisa, karna Minhyun oppa yang paling tampan."

Aku menghela nafasku berkali-kali. Memejam karna ingatan-ingatan masa lalu yang tiba-tiba saja kembali bangkit.

"Bisa, karena — yang paling tampan"

"Siapa —?"

"Eh, tidak, maksudku kau lah yang paling tampan."

"Katakan padaku siapa –!?"

"S-saudaraku."

"Kau tidak pernah bilang memiliki saudara laki-laki bernama –"

"D-dia saudara jauh, itu sebabnya kau tidak tahu."

"Geojitmal! kau sedang tak bermain dibelakangku kan!?"

"T-tentu saja tidak, kau curiga padaku? Aku kan hanya mencintaimu."

Aku menggaruk kulit kepalaku kasar.

Sial. Sial. Sial.

Kenapa wanita itu harus muncul lagi di dalam ingatanku. Aku sudah menguburnya dalam.

Dan aku sudah terlalu kasar pada Seira hanya karna ucapannya yang mirip dengan wanita itu. Tidak seharusnya aku membentak dan membanting pintu tadi. Aku tahu ia hanya salah bicara.

Ini sudah malam dan aku berada diteras lantai teratas rumah. Aku masih terlalu merasa bersalah untuk kembali ke kamar setelah melakukan hal tadi pada Seira. Ia pasti sangat terkejut.

"Jaebeom, sedang apa kau disini?"

Aku menoleh saat seseorang menyentuh pundakku.

"Ah, eomma."

Reflek aku memeluk ibu yang ada disampingku. Aku benar-benar tidak tahu lagi harus bagaimana. Aku membutuhkan solusi.

"Ada apa? Kenapa kau disini tengah malam begini?"

Aku terdiam menunduk. Bingung harus mulai menceritakannya dari mana.

"Ada masalah dengan Seira? Kalian bertengkar?"

Kepalaku menggeleng pelan. "Aku sudah terlalu kasar padanya tadi," Ucapku lesu.

"Kasar? Kan sudah kukatakan padamu, perlakukan wanita dengan lembut. Pantas ia marah."

"Bukan hal itu. Bukan yang eomma pikirkan.." Decakku frustasi.

"Lalu apa? Kau tidak menceritakannya secara detail, mana eomma tahu!"

"Tadi... sesuatu terjadi. Seira tanpa sengaja mengucapkan sesuatu yang membuatku kembali teringat wanita itu. Tanpa sadar aku kesal, aku membentaknya dan membanting pintu. Ia pasti sangat terkejut. Aku merasa bersalah akan hal itu."

"Ah, karna itu.." Tangan ibu kini sudah berada di pucuk kepalaku. "Sekarang, kembalilah ke kamar. Minta maaf padanya dengan lemah lembut adalah hal terbaik. Jelaskan padanya hal yang membuatmu marah agar ia tak salah paham. Ia pasti mengerti,"

"Tapi..."

"Kembalilah, kalian baru sehari menikah, jangan mengundang keributan." Nada ibu terdengar tegas. Seperti mengingatkanku.

Aku segera bangkit mendengar ucapannya. Ibu benar. Aku tidak boleh seperti ini jika ingin hubungan ini berlangsung lama. Aku tidak ingin Seira pergi lagi. Dan aku tidak ingin masa laluku terulang lagi.

Aku akan pergi menemui Seira.

...

Toktoktok

Tears & HurtsWhere stories live. Discover now