18: End

41 13 1
                                    

Minhyun's pov:
.
.
.
.
.

"Aku sangat mencintaimu Seira, dan sampai kapanpun akan selalu mencintaimu. Terimakasih untuk hari ini dan semua waktu yang sudah kita lalui. Aku tidak akan pernah melupakannya. Aku minta maaf tidak dapat menepati janjiku,"

Hari ini sangat berharga bagiku. Semua yang kita lakukan selama ini, itu sangat sangat sangat menyenangkan. Melihatmu yang selalu tersenyum cerah kepadaku, itu membuatku bahagia.

Mungkin ini akan menjadi yang terakhir kalinya aku dapat melihat senyum itu tersungging untukku.

"Apa yang oppa katakan? Kita masih memiliki banyak waktu untuk dihabiskan bersama. Dan, janji apa yang oppa maksud?"

Tidak. Maafkan aku Seira. Mungkin ini waktu terakhir kita dapat bersama seperti ini. Maafkan aku karna telah mengambil keputusan ini secara egois. Meskipun aku tahu, ini akan melukaimu. Tapi aku berharap, selanjutnya kau dapat tertawa bahagia bahkan tanpa diriku.

"Apa yang terjadi? Kenapa oppa menangis?" Sentuhan jari kecilnya mengusap dipipiku. Ia menghapus air mataku.

Tidak begini seharusnya. Aku tidak boleh menangis. Aku yang sudah mengambil keputusan ini. Aku sudah bersiap untuk menjadi sandaran tangisnya yang terakhir kali, tapi kenapa? Kenapa malah aku yang menjadi lemah seperti ini?

"Maafkan aku, karna ku kau menjadi terluka seperti ini,"

Memang. Ini semua salahku. Ini semua karnaku. Kenapa gadis kecil ini yang harus menanggung semua deritanya sendiri. Bahkan ia mencoba terlihat baik-baik saja dihadapanku.

Jika saja,

Jika saja aku tahu akan seperti ini pada akhirnya. Aku pasti tidak akan memulainya. Memulai semua hubungan ini dan membawanya sejauh ini, menanamkan harapan kosong untuknya.

"Apa yang oppa maksud? Aku baik-baik saja, aku tidak terluka," Ia mulai terisak.

Bibirku mendadak kelu. Aku tidak sanggup menyakiti hatinya. Ini pasti akan sangat menyakitkan untuknya. Tapi inilah yang terbaik untuknya. Hanya ini yang bisa ku lakukan.

Aku memejam dan menarik nafas dalam. "Aku rasa... kita cukup sampai sini saja,"

Aku mencoba untuk mempertegar hatiku. Menahan semua emosi yang sudah memuncak. Menahan bulir yang akan jatuh lagi.

"Apa? Apa maksud oppa sampai sini?" Ia menatapku bingung bercampur terkejut. Namun air matanya sudah mengalir.

"Aku tidak dapat melanjutkan hubungan ini lagi,"

"Jangan bercanda! Apa maksud oppa!? Oppa sudah bilang padaku dua tahun lagi kan!? Oppa juga sudah ingin melamarku!? Aku akan menunggu oppa sampai kapanpun!" Ia menatapku tajam.

Ini pertama kalinya aku melihat gadis dihadapanku terlihat begitu emosional.

"Aku minta maaf, aku tidak bisa menepati semua itu,"

"Apa alasannya!? Apa yang membuat oppa tidak bisa!? Oppa bilang sangat mencintaiku! Apa ini yang disebut cinta!? HAH!?" Ia mulai menangis.

Aku tahu. Pada akhirnya inilah yang akan terjadi. Aku sudah akan mengira jika ia akan menangis. Tapi tetap saja, hatiku sakit. Ia menangis karnaku.

Ia terluka karnaku.

Padahal sebelumnya, aku sangat tidak ingin ia terluka oleh siapapun. Tapi bahkan sekarang, aku sendiri yang menyakitinya.

"Aku mencintaimu. Sangat. Dan selalu," Tanganku mulai meraih tubuhnya dan mendekapnya. Hatiku sakit. Sangat sakit. Jika saja hidup ini bagaikan karangan cerita, mungkin aku akan mengubah alur semua ini. Aku akan selalu membuatmu bahagia didalam cerita tersebut.

Tears & HurtsWhere stories live. Discover now