6: Fiance

65 20 3
                                    

Aku dan minhyun hanya terdiam sedari tadi. Ah, ayolah..aku benar benar tidak bebas dengan minhyun. Setiap aku mendekatinya, ia selalu menjauhiku. Aku tahu apa penyebab semua ini. Serangga pengganggu itu benar-benar harus dibasmi. Sedari tadi ia hanya menatap kami berdua, membuat aku dan minhyun tidak nyaman. Sebenarnya apa yang ia mau? Kenapa ia menatapku seolah-olah akan menghabisiku jika aku lebih dekat lagi dengan minhyun.

Ah, mungkin itu hanya perasaanku saja. Matanya memang selalu menyebalkan seperti itu kan? Memang sepertinya pemikiranku pada jaebeom terlalu berlebihan. Dilihat dari bagaimana aku berkali-kali salah paham padanya. Aku tidak mudah memaafkan orang yang sudah pernah menyakitiku. Mungkin darisitulah sebabnya aku mudah overthinking kepadanya.

"Oppa, apa kau tidak bosan diam terus seperti ini?" Aku menggelendoti lengan minhyun.

"Seira, ada oranglain disini. Aku tidak nyaman" ia melepaskan tanganku.

"Kalau gitu, jaebeom kau pergilah. Kau mengganggu kita berdua" usirku kepadanya.

Minhyun membelalak kepadaku. "Seira, jaga sopan santunmu. Dia lebih tua dari kita"

"Untuk apa aku sopan padanya. Ia saja tidak suka menghargaiku" aku membuang wajahku dari hadapan minhyun.

Jaebeom bangkit dan bersiap untuk pergi. "Baiklah aku akan pergi, tapi besok aku akan kembali kesini lagi"

"Tidak perlu. Aku bahkan tidak ingin melihatmu lagi"

"Aku hanya khawatir dengan kakimu. Kalau begitu aku pergi. Sampaikan salamku pada ibumu" ia berjalan keluar rumah dan pergi mengendarai mobilnya.

Aku menatap jaebeom dari jendela selama kepergiannya tanpa menoleh sedikitpun. Hingga sosoknya sudah menghilangpun aku belum mengalihkan perhatianku dari sana. Aku punya alasan untuk itu. Sebenarnya aku bisa merasakan semenjak ucapan terakhir jaebeom tadi, minhyun menatapku tanpa henti. Seakan bertanya maksud dari perkataan jaebeom. Oh ayolah. Ini pasti akan jadi panjang jika dibahas. Jaebeom sialan itu.

"Seira"

"Hm, ya oppa" aku akhirnya menatap minhyun sembari tersenyum kaku.

"Memangnya kakimu kenapa?"

"Ah, gwaenchana. Hanya jatuh sedikit tadi. Ia saja yang terlalu melebih-lebihkan"

"Kok bisa? Jatuh dimana? Apa ada yang luka?" Minhyun langsung meneliti setiap inci tubuhku.

"Hanya kaki oppa, aku tidak apa-apa. Jangan khawatir"

"Mana lukamu, aku ingin lihat"

"Tidak perlu, hanya luka kecil"

"Sekecil apapun tunjukkan padaku"

Oke. Minhyun mulai menjadi overprotective. Dia memang selalu seperti ini. Seakan sebutir debu pun tidak bisa menempel padaku. Bukannya aku tidak menyukainya. Hanya saja saat seperti ini, aku kadang merasa apa yang salah? Maksudku, bukankah kecelakaan kecil itu hal yang manusiawi? Bukannya aku tidak suka diperhatikan. Tapi sudah ku katakan berulang kali, jika hal seperti ini terjadi. Kadang sehari saja tidak cukup untuk mendengarkan nasihatnya.

Aku mulai mengangkat celana jogger panjangku dan menunjukkannya pada minhyun. Aku juga bilang padanya pergelangan kaki kananku sedikit terkilir. Dan reaksinya tidak dapat ku definisikan.

"Bagaimana bisa seperti ini seira? Kedua lututmu luka, pergelangan kakimu juga terkilir. Apa ini sakit?" Ucap minhyun tanpa mengalihkan pandangannya dari lututku.

"Aku baik-baik saja oppa. Jangan terlalu berlebihan. Jaebeom juga sudah mengobati lukaku tadi" aku memeluk minhyun.

"Bagaimana kejadiannya? Ceritakan padaku"

Tears & HurtsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang