[Season 2] 19: I can't

45 4 0
                                    

Sudah hampir seminggu berlalu, sudah hampir seminggu juga aku mencari pekerjaan.

Mustahil mencari pekerjaan tanpa ijazah.

Semua ijazah SMA dan kuliahku, semua ada di rumah yang dulu.

Aku sempat melewati rumah itu beberapa hari lalu, tapi rumahnya sudah tidak berpenghuni. Rumah itu di jual. Aku tidak tahu dimana ibu tinggal sekarang, dan dimana barang-barangku.

Mungkin dibuang olehnya.

Akhir-akhir ini juga aku merasa semakin tidak sehat. Aku mudah lelah dan hampir pingsan beberapa kali.

Hari ini hari minggu, mungkin aku bisa beristirahat agar besok bisa kembali mencari kerja.

Minhyun juga lagi-lagi mengambil cuti dengan alasan yang klasik.

"Jangan dipaksakan lagi," Minhyun mengelus punggungku.

Aku reflek menggeser tubuhku menjauh darinya.

Uhuk uhuk uhuk

Aku berlari kearah kamar mandi karena merasakan dorongan dari perutku.

Hoek hoekkk

Sudah beberapa hari aku seperti ini.

Aku mudah mual dan muntah.

Aku merasa mual, dan berusaha memuntahkannya. Tapi tak keluar apapun dari dalam mulutku. Hanya pahit yang kurasakan dari pangkal lidahku.

Sepertinya karena aku kurang tidur, dan mencari pekerjaan dari pagi hingga larut hingga sepertinya aku masuk angin.

Aku berjalan lemas menjatuhkan diriku diatas sofa. Dan meringkuk.

"Seira, kau sakit, ayo kita ke dokter."

Aku menggeleng. "Tak perlu oppa, aku sudah minum obat."

"Minum air hangat," Minhyun menyodorkanku secangkir air hangat. Aku berusaha meminumnya, tapi lagi-lagi mual ku tak tertahankan.

Hoek

Aku menutup mulutku rapat menggunakan kedua telapak tanganku.

Ku tutup hidungku karena rasa pusing mengelilingiku saat aroma yang menyebar dari pakaian Minhyun menusuk Indra penciumanku.

"Oppa memakai parfum terlalu banyak, menjauh, aku pusing," aku mendorong tubuhnya.

"T-tapi aku tidak pakai parfum.. Seira."

"Biarkan aku sendiri sebentar, aku butuh istirahat." Aku hendak merebahkan diriku di sofa, tapi aku kembali berlari ke kamar mandi.

Hoekkk

Setengah jam aku tak bergerak. Tak kunjung keluar dari dalam kamar mandi. Aku lelah keluar masuk kamar mandi hingga aku putuskan untuk tetap diam disini saja.

"Seira, lebih baik kita ke dokter, kita pergi ke klinik terdekat. Jika seperti ini, kau akan semakin parah," teriak Minhyun diluar kamar mandi.

Jika aku sakit parah, pasti biayanya akan mahal. Aku tak memiliki uang untuk membayarnya. Aku tak ingin merepotkan Minhyun. Aku tinggal disini saja sudah sangat merepotkannya.

"Seira.."

Minhyun membuka pintu kamar mandi perlahan dan menatapku yang sudah hampir terkapar tak sadarkan diri.

"O-oppa..."

"Seira! Kenapa kau diam saja!" Minhyun segera mengangkat tubuhku dan berlarian membawaku pergi.

...

"Apa ia sakit parah, Dok?" tanya Minhyun yang duduk berhadapan dengan dokter, sedangkan aku masih berbaring di kasur pasien setelah diperiksa. Aku berusaha menurunkan tubuhku perlahan.

Tears & HurtsWhere stories live. Discover now